Kamis, 08 Maret 2012

ANDAI BISA SEIMBANG

“ Witing tresno jalaran soko kulino “ sepenggal pernyataan dalam bahasa Jawa tersebut pastinya tidak asing lagi bagi kita. Dan dengan mudah kita dapat mengerti arti dari pernyataan tersebut. Tapi bagaimana dengan kata – kata maupun kalimat yang lain? Untung bisa mengerti arti dari bahasa daerah, mengucapkannya saja lidah terasa kaku.
Jarang memang kaum muda saat ini menggunakan bahasa jawa untuk berkomunikasi sehari – hari, apalagi tiap kali ada kegiatan yang bersifat formal, kita sering kali dituntut untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Selain itu dengan adanya tuntutan perkembangan jaman, banyak ibu – ibu yang telah “ lupa ” mengajarkan bahasa ibu yang “ sesungguhnya ”. Sehingga para penerus bangsa ini hanya mengenal bahasa Indonesia dan bahasa asing tanpa tahu seperti apakah bahasa ibu-nya. Dan akhirnya bahasa daerah pun makin tidak jelas eksistensinya jika dibandingkan dengan bahasa asing.
Kenyataan yang lebih memprihatinkan adalah banyak sekolah – sekolah dasar yang seharusnya menjadi mata tombak pelestarian bahasa daerah, kini lebih mengutamakan keberadaan bahasa asing dalam salah satu mata pelajaran yang wajib di sekolah. Lain halnya dengan kasus jika ada mata pelajaran bahasa daerah tapi justru tenaga pengajarnya kurang professional dalam proses belajar mengajar.
Semua keadaan di atas lebih diperparah lagi dengan kurang partisipasinya pemerintah dalam menindak tegas aturan mengenai mata pelajaran pokok di sekolah. Lengkap sudah segala faktor penghambat perkembangan bahasa daerah. Kalau sudah begini, apa bedanya bangsa Indonesia dengan bangsa lain?
Alangkah baiknya jika pemerintah membuat peraturan yang tanpa mengesampingkan bahasa daerah dengan bahasa asing, agar keduanya bisa berjalan secara beriringan dan penerus bangsa ini juga bisa mengenal bahasa daerahnya masing - masing.



Rabu, 07 Maret 2012

Mengoptimalkan Simpang Tujuh

Tidak dilahirkan di Kudus, bukan berarti saya tidak cinta dengan Kota Kudus. Hampir dua tahun ini saya mulai mengenal Kudus sebagai kota yang miskin ruang terbuka. Namun, sebenarnya banyak ruang terbuka yang ada di Kudus, tapi sayang belum ada upaya untuk mengembangkannya.
Di tengah minimnya ketersediaan ruang terbuka di Kudus, Simpang Tujuh yang merupakan salah satu ruang terbuka yang telah berhasil dikembangkan serta merupakan realisasi dari rencana Bupati Kudus, H. Musthofa, tiga tahun lalu ini perlu diacungi jempol. Karena, dulunya simpang tujuh yang menurut beberapa referensi merupakan kawasan ’’suci’’ yang tidak boleh dijamah oleh sembarang orang. Kawasan yang lebih dikenal warga masyarakat dengan sebutan alun-alun itu hanya boleh digunakan untuk kegiatan eksklusif, seperti upacara peringatan hari bersejarah nasional, upacara pisah sambut pejabat dan sebagainya. Berbagai bentuk kegiatan lain dilarang diadakaan di situ. Pelarangan itu bahkan dikukuhkan secara tertulis dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda).
Lain cerita dengan sekarang, Simpang Tujuh kini ibarat milik kita bersama. Karena siapapun, dan kapanpun warga bisa menggunakannya. Misalkan saja, jogging, hanya duduk santai menikmati matahari sore, bermain sepak bola, atau menikmati sajian jajan yang ditawarkan oleh PKL yang ada di sekitar area tersebut , hingga live music.
Layaknya icon – icon dari kota lain yang selalu menjadi sorotan, kebebasan penggunaan Simpang Tujuh bagi semua warga ini justru menimbulkan masalah baru mengenai kelestarian lingkungan hidup di area Simpang Tujuh. Semakin banyak orang beraktivitas di dalamnya, maka semakin besar kemungkinan lingkungan hidup di area tersebut akan rusak, contoh kecilnya adalah rumput.
Menurut pengakuan dari Bupati Kudus H. Musthofa Wardoyo, dalam kapasitas sebagai area terbuka publik nanti, Simpang Tujuh tidak hanya berkemungkinan dijadikan alternatif hiburan keluarga. Akan tetapi juga tidak tertutup kemungkinan dimanfaatkan oleh pedagang kaki lima (PKL) untuk dijadikan tempat buruan oleh – oleh bagi para wisatawan.
Berdasarkan pengakuan di atas, maka apabila semua itu terealisasi maka kemungkinan kerusakan lingkungan hidup terutama tentang rusaknya rumput di area tersebut itu akan benar – benar terjadi. Adapun langkah yang bisa dilakukan oleh pemerintah yang berwenang memberikan ijin penggunaan Simpang Tujuh adalah dengan adanya moratorium atau pemberhentian penggunaan sementara sekaligus adanya program penanaman kembali secara berkala.
Namun akan lebih baik lagi apabila mereka yang berwenang memperhatikan tiga hal berikut:
1. Penyediaan tempat sampah di area Simpang Tujuh diperbanyak jumlahnya. Karena semakin banyak orang yang berada di area tersebut, maka kemungkinan menumpuknya sampah tidak bisa dipungkiri.
2.Adanya pembagian daerah di Simpang Tujuh, misalkan untuk area bermain anak – anak, area olahraga, area istirahat, area PKL, dan lain - lain. Jadi selain jelas penempatannya, Simpang Tujuh juga terlihat rapi.
3.Dan yang terakhir adalah adanya petugas keamanan yang memantau masing – masing area, karena melihat minimnya kesadaran masyarakat kita untuk menjaga apa yang kita miliki.
Semoga apabila rencana ini benar – benar terealisasi bisa berguna bagi semua pihak.

Tulisan ini saya gunakan untuk mengikuti tes seleksi Temu Mitra Lingkungan.


Untuk Khusnamahtida

Masa remaja adalah masa yang paling indah. Begitu kata beberapa orang. Tapi saat ini saya masuk pada remaja akhir tepatnya seperti itu. Banyak orang yang menggunakan masa remajanya dengan berbagai hal. Namun, kalau kita tidak bisa memilah – milah maka yang ada kita akan jatuh pada lubang yang salah.
Di usia 19 tahun lebih 10 bulan ini, alhamdulilah saya telah mendapatkan teman spesial yang begitu mengerti saya. Panggil saja dia, Khusna, Khusnamah tida lengkapnya.
Laki – laki yang begitu sederhana, sabar, apa adanya, selalu ngalah dengan saya, dan banyak lagi tentang dia. (ya Allah saya menangis L).
Sudah 15 bulan lebih saya menjalin yang namanya “pacaran” dengannya. Sama halnya dengan pasangan – pasangan yang lain, kami juga merasakan yang namanya jatuh cinta, cemburu, berantem, dsb. Tapi alhamdulilah kalau berantem tidak bisa lama, dan selalu saya yang marah. Dan uniknya lagi, ketika saya marah dia malah sering kirim SMS ke saya, “sayang, eemmmuuacch “, beginilah SMS dia. Siapa yang tidak luluh hatinya coba? Tapi bukan perempuan namanya kalau tidak pura – pura cuek, tidak butuh, dll. Itu semua ya karena ingin dikejar – kejar sama pacarnya. J
Seringkali ketika marah datang, yang ada saya sering ditinggal tidur Abi (panggilan sayang J), mungkin karena Abi kecapekan. Saya yang tidak bisa tidur. Yang ada bangun tidur mata jadi tembem. Tapi pagi harinya biasa aja ma Abi seperti tidak sedang marah seperti malamnya.
Komunikasi kami juga hanya dilakukan kala malam hari tiba. Tapi kalau misal siang sedang break, Abi atau sebaliknya saya mengingatkan untuk sholat atau makan. Benar saja, karena dari pagi hingga sore kami sibuk dengan aktivitas masing – masing. Dan ketika malam datang itupun disela – sela saya sambil belajar.
Sedikit cerita tentang hubungan kami, sebenarnya dari awal kami memang berkomitmen untuk membawa hubungan kami ke arah yang serius. Mohon doanya. Dan insyaAllah semester enam nanti (saat ini saya semester 4), dia akan melamar saya.
Lamaran itu atau komitmen yang satu inilah yang sering membuat saya bimbang. Sebenarnya saya ingin meneruskan sekolah saya ke tingkat yang lebih tinggi lagi, tapi di lain sisi saya mencintai Abi. Kalau dipikir – pikir lagi kiranya tidak logis jika istrinya S2 tapi suaminya S1. Ya Allah kuatkan hamba.
Ya, lagi – lagi saya hanya bisa berdoa. Dan saya akan berusaha melakukan yang terbaik untuk mereka, Ayah, Ibu, Abi dan keluarga besar kami.