Senin, 23 Juli 2012

“Do Or Do Not”, Hidup Ini Bukan untuk “Try Again”


Tidak seperti biasanya, ketika bangun tidur aku mendapati suasana yang berbeda. Ya, liburan semester empat ini seperti biasa, mumpung mau puasa juga sekalian berkunjung ke makam mbah kakung di Pati. Keluarga besar Ibuku yang selalu hangat dan selalu ingin ku kunjungi meskipun hanya sehari.
Dan pagi ini, 19 Juli 2012, ketika sedang mengantar Ibu ke pasar Pakis, aku mendapatkan pesan singkat dari teman, yang intinya “wajib datang ke kampus untuk mengumpulkan berkas berkaitan dengan transkrip nilai”.
Sejak kemarin, dibingungkan dengan adanya kabar mengenai portal. Tidak hanya itu saja sampai – sampai teman – temanku ada yang mengumpat lewat sosial media. Hanya karena jengkel dengan perubahan yang ada di kampus kami. Tapi sebenarnya itu semua lumrah. Karena ini semua adalah hal baru  di tempat kami. Jadi, tidak bisa langsung bisa sempurna. Butuh waktu untuk bisa tampil semaksimal mungkin.
Oke, lanjut lagi. Dengan adanya kesimpangsiuran kabar mengenai transkrip dan portal tersebut, akhirnya aku membuat sebuah status di facebook ku yang intitnya memang berkutat pada transkrip dan portal itu tadi. Aku lebih memilih untuk tetap  di Pati dibandingkan ke kampus untuk mengumpulkan transkrip. Yang aku pikir buat apa? Lagian juga sudah sesuai. Jauh – jauh ke kampus meninggalkan keluarga. Nenek saja sampai bilang, “Apa tidak bisa besok aja?”. Aku bisa melihat kekecewaan di wajah nenekku yang nantinya akan benar – benar nyata ketika aku harus pulang dan memilih ke kampus. Tapi untunglah, Ria temanku juga ternyata lebih memilih jalan sepertiku.
Dan yang lebih ramai lagi adalah mengenai statusku di facebook. Ada dua temanku yang sangan getol banget berargumen. Semua berawal dari temanku yang namanua Ude. Dia berkomentar yang menurutku agak “ngecee”. Dan keluarlah komentarku mengenai “buat apa banyak mencoba kalau salah terus”. Akhirnya muncullah tiba – tiba temanku yang namanya Rofi dengan komentar, “(“buat apa banyak mencoba kalau salah terus”), andai saja ilmuan jaman dulu memiliki pemikiran yang seperti itu pasti dunia ini akan gelap dan sunyi”(kurang lebih seperti itu). Nah Ude pun dengan sangat getol menyetujui apa yang diucapkan oleh Rofi.
Aku. Tipe orang yang tidak mau dikalahkan. He, jujur. Tapi yang pasti aku punya ;pnedapat lain tentang apa yang diucapkan oleh Rofi. Memang benar, ilmuan dahulu menganut cara try try try.........try sampai akhirnya mendapatkan apa yang dituju.
Tapi, itu dulu. Berubah jamannya, berubah juga apa itu kebutuhan, tuntutan, bahkan cara pandang. Semua ini tidakmengecualikan bahwa cara ilmuan terdahulu itu juga patut ditiru. Tapi bagaimana? Apakah itu bisa diterapkan dengan keadaan saat ini? Yang semua serba cepat dan tepat.
Kalau Ude bilang, “ah...kamu terlalu mengedepankan logika”. Oh. . benar! Kita harus realistis. Jangan sampai hidup ini kita samakan dengan sebuah permainan. Apalagi dengan permainan kesukaanku, “Angry Bird” yang apabila kita tidak suka maka bisa di ulang atau “Try Again”. Itu hanya akan membuang waktu, tenaga, dan pastinya secara materi.
Tapi kembali lagi masing – masing orang memiliki pandangan tersendiri. Tidak bisa kita memaksakan kehendak kita untuk diterima oleh orang lain. Tapi yang pasti kita perlu maju, dan tidak hanya belajar secara teori saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar