Rabu, 31 Juli 2013

Ibuk, Omigott.... 3x


Mbak Fardelyn Hacky, akhirnya setelah pulang dari rumah embah (nenek) aku justru ingat mau ikutan GA pertama Mbak. Itu juga karena lihat yuvoria teman-teman blogger yang lainnya. Aku nggak mau kalah juga ah~
Ngomongin tentang ibuku (biasanya aku memanggil ibu+k) yang aku ingat adalah cerewetnya. Ya, ibukku memang sangat cerewet, dan itu keturunan dari si mbah. He, tapi ngangenin juga. Sehari nggak ketemu saja sudah pengen pulang.
Nah, kalau diminta mengingat kisah yang lucu, norak, malu-maluin, atau apalah itu sebutannya, aku nemu 3 kisah nih setelah semedi dan dicolek Mbak di facebook. Dua kejadian pertama yang aku ceritakan ini terjadi saat SMP, dan yang terakhir terjadi di ramadan tahun kemarin.

Handphone Jadul
Ini kejadian terjadi pada tahun 2006-an, aku baru kelas 8 (kelas 2 SMP). Dulu aku sekolah di SMP yang kebanyakan latar belakang ekonomi keluarganya dari kalangan berada. Nah, dari teman-temanku itulah aku selalu mendapat info terbaru lebih cepat dibandingkan keluargaku atau anak-anak di kampungku. Maklum, aku kan memang orang kampung, asal nggak kampungan.
Suatu ketika ibuk bercerita padaku, “Dik, ibuk tadi ditawarin HP, ibuk mau beli HP ah,  bagus lho. Ada tutupnya, ada antenanya juga.” kata ibukku menggebu-gebu.
Ku bayangkan HP yang dimaksud ibuk. Penasaran juga saya. Karena ada teman di sekolah yang HP-nya memiliki ciri-ciri yang sama seperti yang diceritakan ibuk dan bagus sekali. Masih ku ingat mereknya Motorolla.
Keesokan harinya, saking penasarannya aku pulang sekolah langsung mencari ibuk. Seperti apa HP yang dibeli ibuk.
“Buk, mana HP barunya?” tagihku pada ibuk.
“Bentar dik...apik (bagus) kok.”
Tak berapa lama ibuk keluar dari kamar dan menggenggam HP yang diceritakan. “Ini dik...”
Ibuk menunjukkan HP itu padaku. Aku diam. Terlalu tinggikah aku membayangkan cerita ibuk? Kalau ini mah jauh dengan HP yang beredar pada saat itu.

HP ibuk modelnya sama persis dengan gambar di atas, namun mereknya berbeda (Samsung) dan berwarna hitam. Maaf, HP yang asli aku cari tidak ada. Mungkin hilang waktu renovasi rumah kemarin itu. Jadi saya ambil dari mbah google.com


Itu adalah cerita awal mula ibuk mengenal HP, dan itu pun HP pertama yang keluargaku miliki. “Walaupn jadul, yang penting bisa buat SMS dan telepon”, aku ibu sekarang setelah mengenal HP.

Celana Bolong
Masih berhubungan dengan HP baru tapi second milik ibuk. Lagi-lagi karena ibuk baru mengenal dunia per-HP-an, waktu itu ketika aku baru tiba di rumah ibuk sudah menyambutku dengan cerewetnya.
“Dik, gawat, ndang tumbas (buruan beli) pulsa, ini masa aktife habis. Nanti nak kartune hangus lho.”
Kekhawatiran ibuk memang wajar kala itu, karena dulu kartu perdana harganya mulai 20 ribu-50 ribu.
“Adik kesel (capek) kok buk.” elak ku karena baru pulang sekolah.
Tumbas (beli) tempatnya Mbak Yung itu kan dekat tho (kan). Ayo tho cepet!” ibuk mulai cerewet lagi.
Akhirnya aku pun memenuhi perintah ibuk. Tapi sebelumnya aku harus ganti baju terlebih daulu.
“Buk, celanaku yang semalem sudah dijahit?”
“Sudah. Tapi masih di mesin jahit. Ambilo...(Ambil sana)!” jawab ibuk sambil menyalakan TV.
Aku mengambil celana tersebut dan memakainya di kamar sambil melihat layar TV (acara Korea).
“Adik....cepetan kok suwemen tho (lama sekali)!” ibuk cerewet lagi.
Aku pun berlari meninggalkan rumah dan pergi ke konter untuk membeli pulsa. Di sana, karena mejanya tinggi aku pun hanya berdiri. Selesai mengisi pulsa, aku pun hendak pulang. Namun, aku merasa ada yang aneh. Ada bapak-bapak yang duduk di toko depan konter itu senyum-senyum ke arahku. Tak ku hiraukan, aku pun berlalu.
Sesampainya di rumah, aku pun ikut nimbrung bersama ibuk menonton TV. Tak lama aku merasa lapar, aku pun berdiri dan hendak ke dapur.
“Adiiikkk....” teriak ibuk.
“Apa?”
“Celanamu bolong.”
Spontan aku meraba celanaku.
“Ibukkkk.....”
Aku pun marah sama ibuk. Tapi ibuk berdalih dikiranya celana yang aku tanyakan tadi bukan celana yang robek itu. Bapak-bapak di depan konter itu ternyata...

Pembalut

Menstruasi itu adalah kodratnya perempuan. Seperti halnya aku dan ibuk. Biasanya jadwal menstruasiku dan ibuk bersamaan namun ada kalanya juga tidak. Ramadan kala itu.
“Buk......ceguk....ceguk (suara muncul ketika aku sedang minum)....Ah....” godaku pada ibuk.
“Lah.....Adik mens?” nada suara ibuk heran dan agak jengkel.
Aku manggut-manggut. “Buk, minta pembalut, pembalutku habis kok.”
“Masih ada satu di rak kamar.”
Semua kembali ke aktifitas masing-masing. Ketika sore menjelang, aku merasa haus dan ingin minum. Pergilah aku ke dapur. Sampai dapur aku melihat ibu sedang ada di depan dispenser.
“Ibu ngapain?”
“Eh, Dik, ......ceguk....ceguk (suara muncul ketika ibu sedang minum)....Ah....” ibu melakukan hal yang sama sepertiku tadi. Aku hanya tersenyum. Aku tahu ibu hanya membalas godaanku tadi.
“Ih...ibuk nggak kreatif!”
Ben (biarin), sini kembaliin pembalut ibuk!” teriak ibu membuatku melongo.





Selasa, 30 Juli 2013

Belajar Setia dari Induk Ayam


Anda pasti tahu, bahwa manusia adalah sebaik-baiknya makhluk Allah. Manusia diciptakan lengkap dengan akal dan nafsu. Sedangkan makhluk lain? Tak sesempurna manusia. Tapi adakalanya pelajaran penting  justru datang dari makhluk lain meskipun mereka tak berakal ataupun bernafsu.
induk ayam menjaga anaknya yang sudah mati
Saya ambil foto ini di depan rumah pada Selasa, 16 Juli 2013 pukul 15:18 WIB. Begitu cintanya sang induk sampai-sampai menunggu anaknya yang sudah mati karena terlindas sepeda si mbah (nggak sengaja). Ini adalah hewan, betapa dahsyat Allah menciptakan segala sesuatu di dunia ini untuk mengingatkan kita.
Bagaimana untuk manusia sendiri? Setiakah wahai induk-induk manusia, ibu dari anak-anak manusia?
Setia, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berartikan patuh, taat, dan berpegang teguh. Setia ibu lebih dari segalanya, melebihi artian pada sebuah kamus. Setia untuk memilih hamil, mengandung, melahirkan, sampai menemani untuk mengurus cucunya nanti. Namun apakah semuanya?

Irfan dan ibu
Apakah kenal Irfan peserta Hafidz Indonesia? Saya hanya mengetahuinya sekilas. Dia adalah salah satu kontestan Hafidz Indonesia tapi saya kurang paham kontestan pada minggu yang ke berapa. Yang saya tahu, dia adalah hafidz yang tak beribu. Tidak meninggal, melainkan sejak kecil dia ditinggalkan ibunya dan kini dibesarkan di sebuah pondok pesantren. Tapi tak tahu juga sekarang bagaimana keadaannya.
Ini penampilan Irfan ketika di Dahsyat

 
Kelu rasanya, ketika semua kontestan ditemani dan dibanggakan oleh banyak keluarganya, Irfan tak begitu. Bahkan ia tak mengenal siapa ibunya. Ya Allah, kuatkah saya jika berada di posisi Irfan?
Ini adalah kali pertama saya menangis lebay ketika menonton Hafidz Indonesia saat detik-detik eliminasi. Betapa tidak, bocah semacam Irfan ini mampu berdiri setegak itu tanpa belaian ibunya. Mampukah saya? Astagfirullah... Apakah Anda juga akan sekuat Irfan? Melihat ibu sakit saja rasanya ingin menangis memohon sama Allah semoga sakitnya ibu segera diangkat, kalaupun bisa saya bersedia menggantikan posisi ibu. Irfan, walaupun tidak menjadi juara Hafidz Indonesia, saya rasa Irfan sudah banyak menginspirasi banyak orang.
Banyak sekali dukungan dari pemirsa Hafidz Indonesia untuk Irfan, baik di Twitter maupun di Facebook. Hal itu menunjukkan bahwa Irfan memang anak yang hebat.
Dukungan untuk Irfan di twitter

Rena dan ibu
Beda cerita dengan yang satu ini. Rena Aulia Saputri, dia adalah keponakan saya. Rena memang tak semalang Irfan, tapi semenjak dia mulai belajar berjalan dia ditinggal ibunya untuk mengadu nasib di negeri orang. Dibesarkanlah dia oleh tangan orang banyak, termasuk keluarga saya.
Kini usianya hampir 4 tahun, dan apa yang terjadi ketika ibunya pulang? Dia begitu asing pada ibunya. Tak mau disentuh, tak mau bermain bersama, apalagi tidur bersama. Yang dia mau hanya uangnya. Wajarkah ini? Apakah semua anak korban ibu yang jadi TKI seperti Rena?
Rena awal masuk TK Kecil
Ada sebongkah rasa rindu di mata Rena. Tapi rasa dendam dalam dirinya lebih membara. Rasa di mana dia mulai bisa menghakimi ibunya karena selama ini meninggalkannya. Terlebih neneknya selama ini memiliki gaya mengasuh yang sedikit kasar. Ya, rasa dendamnya hingga kini masih jelas meskipun ibunya sudah dua bulan di rumah.
Rena, semoga dengan bertambahnya usiamu nanti kamu bisa berubah. Kasihan ibumu. Senaif-naifnya, se-childish-nya ibumu, dia tetap perempuan yang melahirkanmu.
Usut punya usut ternyata anak tetangga dulunya juga punya konflik yang sama dengan sang buah hati. Karena ditinggal selama bertahun-tahun, ketika ibunya pulang sikapnya sama persis seperti Rena. Tapi kini sudah kembali layaknya hubungan anak dan ibu. Semoga itu juga akan berlaku untuk Rena. Aamiin.
Saya selaku perempuan, bakal jadi ibu juga, tidak banyak yang bisa saya katakan. Yang saya tahu dari ibu saya selama mengasuh saya  21 tahun ini bahwa menjadi ibu tak mudah. Dan yang menjadi catatan penting ibu untuk saya adalah “jadilah perempuan yang tidak boros”, hem...ya saya memang boros. Ini pasti berkaitan dengan finansial. Ah~ perempuan selalu berurusan dengan duit.
Dan di akhir postingan ini saya berdoaa untuk Irfan, semoga segera bertemu dengan ibunya. Untuk Rena? Peluklah ibumu dik... Untuk semua perempuan di dunia, mari belajar setia!

Minggu, 28 Juli 2013

Bintik Putih pada Kuku

Kuku adalah salah satu bagian terpenting pada tubuh kita. Bahkan ada yang bilang kalau kepribadian seseorang bisa dibaca dari kerapian kukunya. Apakah benar? Ah, itu hanya mitos. Sama halnya dengan mitos yang berkembang pada masyarakat kita bahwa bintik putih yang ada pada kuku kita menandakan adanya orang yang benci dan naksir pada kita. Apabila bintiknya pada kuku tangan sebelah kanan maka menunjukkan bahwa ada orang yang naksir pada kita, sedangkan bintik pada kuku tangan sebelah kiri menandakan bahwa ada orang yang benci kepada kita. Banyaknya bintik pada kuku juga jadi pertanda jumlah orang yang naksir atau benci pada kita. Mulai dari sekarang buang jauh-jauh mitos tersebut.
Bintik putih pada kuku sering disebut juga leukonychia. Apakah Anda tahu sebenarnya apa yang menyebabkan munculnya bintik putih pada kuku kita? Bintik putih tersebut muncul karena adanya luka ringan pada lapisan bawah kuku. Luka ringan itu bisa dikarenakan alergi dengan cat kuku, terlalu sering menggunakan cat kuku, atau terbentur benda keras.
Kuku kita tersusun dari protein kuat yang sering disebut dengan keratin. Selain kuku, anggota tubuh kita lainnya ada juga yang mengandung keratin, yaitu rambut kita.
Bintik putih tersebut akan hilang bersamaan dengan semakin panjangnya kuku. Namun, untuk mencegah timbulnya bintik-bintik putih itu kita bisa mulai dengan menerapkan pola hidup sehat, mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin A, B, C, kalsium, protein, dan zat besi bisa jadi pilihan.
Setelah saran dilakukan namun bintik putih semakin sering dan banyak muncul di kuku, maka segeralah pergi ke dokter.

Sabtu, 27 Juli 2013

Resep Urap Daun Petai Cina


Orang kampung datang lagi. Hai! Kali ini saya akan membagikan info resep yang mungkin agak asing bagi Anda. Apa itu? Urap dengan daun petai cina. Apa?? Petai cina? Tanaman apakah itu?
Petai cina/lamtoro/kemlanding adalah salah satu tanaman perdu yang sering digunakan sebagai pakan ternak. Namun, berbeda dengan keadaan di tempat saya. Petai cina ini ditanam untuk dikonsumsi manusia. Tanaman yang dipilih juga termasuk yang terawat dan tumbuhnya tidak terlalu tinggi (biasanya 2-3 m). 
Daun petai cina yang muda sangat bagus untuk pertumbuhan, karena banyak mengandung protein. Jadi, kalau selama ini yang diambil dari petai cina hanya bijinya, daun mudanya juga bisa kan? Itu menandakan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu di dunia ini pasti ada gunanya.
Oke, yuk tanpa banyak cingcong kita coba resep urap dengan daun petai cinanya.
Bahan:
1.     Daun petai cina muda       (secukupnya)
2.   Kecambah                          (secukupnya)
3.    Kelapa muda                      (secukupnya)

Bahan sambal urap
1.     Cabe                                   (pedas sesuai selera)
2.   Bawang putih                     (2 siung)
3.    Bawang merah                   (3 siung)
4.   Daun jeruk                         (2 lembar)
5.    Kencur                               (secukupnya)
6.    Garam                                (secukupnya)
7.    Penyedap rasa                    (secukupnya)
8.   Gula pasir                           (secukupnya)
9.    Terasi                                  (secukupnya)

Cara membuat:
1.     Daun petai cina yang sudah dicuci masak dengan air mendidih sampai empuk. Tiriskan.
2.   Masak pula kecambah tapi jangan lama-lama karena kecambah cepat sekali empuk. Tiriskan.
3.    Campurkan semua bumbu sambal urap dan haluskan.
4.   Parutlah kelapa muda, setelah itu campurkan semuanya. Jangan lupa dicicipi ya?

Begini nih jadinya, he, mantap pakai cobek deh penyajiannya J

dokumen pribadi
Oya, urap ini sangat cocok kalau disandingin sama tahu goreng, tempe goreng, ikan asin atau juga rempeyek teri. Hem~
NB: Bagi yang belum pernah mencoba rasanya akan terasa aneh, tapi enak kok. Hihihihi. Kecambah bisa diganti dengan kol atau sayur yang lainnya. Selamat mencoba J

Kamis, 25 Juli 2013

Sahur: Emak Kos ala si Anak Manja


Dilahirkan jadi anak tunggal. Alhamdulillah. Tapi pandangan orang pasti langsung mengarah pada kata “MANJA”. Apakah semuanya?
Enak memang jadi anak tunggal, tapi nggak selamanya enak kali L. Kecuali yang orangtuanya kaya tujuh turunan. Ah, nggak juga sih. Nggak jamin!
“Kan enak, minta ini itu diturutin, kasih sayangnya cuma buat kamu, apa-apa kamu yang didahulukan, ini kamu, itu kamu, bla bla bla.” kata orang.
“Oya?? Bagaimana kalau pas orangtua berantem, ada masalah enak nggak? Orangtua sakit (naudzubillah)? Mau cerita sama siapa? Saudara lain? Ya kalau peduli, kalau tidak? Siapa yang mau diajak berbagi? Nggak ada!”
***
Di atas hanya sebuah celoteh amburadul dari anak tunggal semacam saya ini. Pandangan sebagai “anak manja” akan melekat bagi anak tunggal di manapun mereka berada. Sekalipun telah membuktikan dengan tindakan nyata, tapi label “anak manja” tidak akan luntur begitu saja. Setidaknya kalau memang tidak diakui masyarakat, akui saja sendiri. Hihihihi.
Ini adalah cerita saya, kejadian di awal mula saya menyandang status sebagai mahasiswa baru pada tahun 2010. Ada yang masih ingat ramadan pada tahun 2010 jatuh pada tanggal berapa? Tepatnya 11 Agustus.
Kala itu saya sedang mengikuti SAPAMABA di kampus. Acara ini semacam OSPEK gitu. Selama 3 hari (10, 11, dan 12 Agustus 2010) acara ini berlangsung, tidak sampai ada ‘pembantaian’ yang bisa buat mahasiswa kelaperan apalagi dehidrasi kok, karena mahasiswa hanya duduk mendengarkan ceramah dan berada di ruang (Aula Majid, adem~) yang cukup nyaman, tapi boring L.
Saya memang tak pernah membayangkan menikmati sepenggal ramadan jauh dari orangtua. Semua harus sendiri, memang selama ini ibu selalu mengajarkan hidup mandiri pada saya, tetap saja ramadan kali itu ada yang beda. Mau anak sulung, anak tengah, anak mami, ataupun anak bontot pasti juga merasakan hal yang sama seperti saya ketika ramadan di rantau. Saya ini sudah mahasiswa, seperti itulah ketika rasa rindu mendera. Harus dewasa!
Helo! It’s show time. Nggak mungkin juga gara-gara jauh dari orangtua terus nggak puasa, lagian saya juga tidak sendiri. Ya, saya bersama teman-teman kos saya. Hoaaamm...semua serba baru, teman baru, kamar baru, dan pastinya lingkungan baru.
Kala itu, sebagai mahasiswa baru saya memutuskan untuk kos, meskipun jarak rumah sampai kampus sebenarnya tak terlalu jauh, hanya 1 jam tempuh. Kos yang saya tempati ini juga termasuk gedung baru. Jadi masih sangat ‘perawan’, dan kelompotan saya ini termasuk angkatan pertama juga.

Kali Pertama Sahur
Yuvoria malam pertama tarawih bersama teman-teman (Ber-10 orang) sungguh menghibur hati saya. Setidaknya dapat melupakan sejenak rasa tak ingin jauh dari orangtua. Berbincang-bincang di teras kamar salah satu teman, berbagi cerita kegiatan siang itu sampai akhirnya membahas tentang menu sahur nanti.

Dari kiri (Saya, Lensa, Nia, Mitha, dan Ulya)
Jalan-jalan pagi setelah jamaah sholat subuh.
Yang lain? Molor di kos :D
“Mas, ini nanti sahurnya bagaimana?” tanya saya kepada Mas David (penjaga kos ter-care yang pernah saya temui) yang ikut nimbrung dalam obrolan saya dan teman-teman.
“Pokoknya gampang lah.” jawab Mas David.
Perbincangan mengenai menu sahur mulai ramai, ada yang usul lauk ini, ingin itu, akhirnya bisa juga mengerucut sampai pada siapa yang mau keluar kos pukul 03.00 WIB untuk membeli menu sahur.
“Ichaaaa.....”
Nama saya yang disebut. Mau bagaimana lagi, kala itu yang membawa motor hanya saya dan Mitha (teman sekamar saya). Akhirnya saya dan Mitha meminta teman-teman untuk iuran saat itu juga, namun sebelumnya kami memutuskan menu apa yang akan kita pilih. Karena di awal masih terjadi perdebatan. Masalah nasinya? Ada salah satu teman yang menyumbang beras dan magic com mini. Okelah sip. Akhirnya per kepala iuran Rp 3.000 untuk urusan sayur dan lauknya.
Tepat pukul 03.00 WIB saya membuka gerbang kos dan siap berburu menu sahur bersama Mitha dan Mas David. Alamak, brbrbrbrrrr..... dingin sekali. Tapi demi misi perburuan menu sahur bersama, dinginnya pagi buta tak terhiraukan. Perjalanan 10 menit ternyata cukup untuk sampai di warung. Padahal kalau pagi nggak mungkin deh, bisa 2 x lipatnya malah. 
Sesampainya di kos, teman-teman yang lain sudah siap dengan piringnya masing-masing. Bagai anak panti (*ups). Berkumpul jadi satu di kamar no 2 (Kamar Nia dan Lensa). Acara makan sahur pun segera dimulai. Tapi apa yang terjadi? Nasi yang saya masak kurang air alias belum tanak. Maafkan, jujur saja itu kali pertama saya masak pakai magic com. Jadi maklum ya teman-teman. Batin saya. Salah siapa juga yang nyuruh milih saya? (Jahatnya saya)
Kekecewaan tidak berhenti sampai di situ, ternyata sayur yang saya beli (sayur pindang) rasanya juga kurang mak nyuss. Tampang teman-teman sungguh tak berselera untuk makan sahur, terlebih saya. Sudah tidak selera, malah ditambah sudah mengecewakan teman-teman. Sahur pertama GATOT (Gagal Total)
Selesai sahur, kami menunggu waktu sholat subuh terlebih dahulu. Kami berencana untuk jamaah di masjid Darul Ilmi yang berada di dalam kampus. Kos kami berada tak jauh dari kampus, hanya di depannya.
Adzan subuh pun berkumandang. Kami bergegas menuju masjid. Sampai di depan kampus ternyata gerbangnya digembok. Ada rantai yang terkait di sana. Tak kurang akal, kami pun meloncat untuk melewati gerbang kampus. Baru juga turun sebagian rombongan kami, suara ikomah pertanda sholat akan dimulai pun terdengar. Tergopoh-gopoh kami berlari. Ah~ justru bising karena semua pada teriak saling berebut untuk sampai masjid terlebih dahulu.
Saling bersalaman, senyum sana senyum sini seperti orang gila. Ya begitulah kami. Tangga masjidpun kami turuni, saatnya kembali ke kos. Namun, ketika sampai di depan gerbang dan siap dengan antrian bagaikan peloncat indah dengan media gerbang kampus, pak satpam berjalan ke arah kami dan berkata, “Mbak, nggak usah loncat, gerbangnya tidak digembok ko. Coba saja dibuka.” kata pak satpam.
Mendengar ucapannya kami hanya saling memandang. Malu juga, karena tadi pas meloncat gerbang pak satpam kan lihat. Kenapa tidak diberitahu? Ah, rese.

Sahur Indah
Tepat di hari terakhir kami berada di kos kala pagi itu (12 Agustus), tepatnya sahur ke dua, saya tidak ingin mengecewakan teman-teman lagi. Seperti biasa malam setelah tarawih saya keliling kamar bagaikan rentenir narik uang iuran. Ah~demi mereka.
Seperti sahur pertama, dengan berkalung sarungnya Mas David mengantar kami untuk membeli menu sahur. Saya pilih tumis kangkung, sayur bening, dan tempe goreng. Kok kayaknya enak benar pas baru diangkat dari kompor si mbak penjualnya. Ya pastinya dengan harapan kalau teman-teman nggak manyun lagi dengan menu sahur yang pertama. Dan harus berhasil!
Sesampainya di kos, menu yang saya beli pun ditata dalam mangkuk dan piring. Setelah berdoa bersama, kami pun makan sahur sambil berbincang-bincang.
“Lah kok, entek kabeh (habis semua)?” teriak Mas David yang hendak nambah lauk.
“Hahahahahaha....”
Dasar wong ndeso, wingi ditukoke sayur daging ra dimaem, iki jangane wong ndeso kok yo langsung entek. (Dasar orang desa, kemarin dibelikan sayur daging tidak dimakan, sekarang sayur ala orang desa langsung habis)”
“Hahahahaha...” sahut kami berbarengan.
Inilah sepenggal cerita saya kala itu, selalu ngangenin. Apalagi teman-teman selalu bilang, “Kapan bisa sahur bareng Mak Icha?”. Sayangnya sekarang saya sudah tidak kos lagi di sana. Dan semenjak saya dan Mitha keluar dari kos tersebut, saya kehiangan kabar Mas David. Beliau sudah saya anggap sebagai kakak sendiri. Terakhir dengar kabar tentangnya sudah bekerja di tempat orang pintar. Semoga semuanya baik-baik saja dan selalu dalam lindungan-Nya.
Yang pasti, saya bisa tertawa sambil berkata, “Woy...saya juga bisa kok tidak manja!”
Buat anak tunggal di manapun Anda berada, Anda pasti bisa keluar dari zona manja, ya secepatnya! Tunjukkan kalau Anda bisa. Bisa mandiri tanpa embel-embel 'anak manja.' Kalau anak mami? Ya bolehlah, masak anak tetangga?

Alhamdulillah dapat juara ke 7.

Mau Boneka Gratis dari Wina Adam?

Hari gini siapa coba yang tidak mau dapat yang gratis-gratis? Mau? Yuk ikutan seperti saya. Saya juga mau lho dapat hadiah boneka, walaupun tidak untuk saya sendiri, untuk si Rena kan bisa! Yeay!
Akan ada 2 paket (boneka & key chain) yang akan dibagikan kepada 2 ‘tukang share’ yang beruntung. Tapi dalam rangka apa sih kok Mbak Wina Adam membagi-bagikan boneka ini? Ternyata paket boneka ini ibarat syukuran atas launching buku Boneka dan Aksesoris Rajut Anak. Begitu kan Mbak? *hihihihi Mau tahu juga bukunya? Ini nih.

Bagaimana caranya agar mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan paket boneka itu? Caranya mudah saja, cukup share informasi bagi-bagi hadiah dari Mbak Wina ini diberbagai sosial media. 
Selamat mencoba dan buruan, karena pengumumannya 4 Agustus 2013 lho! Jadi buruan ya!



Judul Terlalu Sederhana

Di tengah rasa kehampaan yang menyelusup dalam hati saya, akhirnya masa ini datang juga. Ya, kini saya sudah semester 7 dan saya akan merasakan skripsi. Entahlah apa namanya ini, semuanya terasa campur aduk. Rasa takut, khawatir, bisakah saya? Mampukan saya menghadapi semua ini? Bertanya, bertanya dan bertanya.
Dulu rasanya begitu menggebu ingin sekali merasakan masa ini, tapi kenapa kini justru berbalik semuanya? Akankah saya jenuh? Atau memang ini lumrah? Hati ini terasa kosong. Rasa ini membuat saya begitu ogah ke kampus untuk bertemu dengan dosen pembimbing saya. Sebenarnya ada alasan lain, saya mengajar di TK, jadi kalau sudah siang mau ke kampus sudah terlalu siang. Ya, tahu sebenarnya puasa tidak bisa dijadikan alasan. Hanya sedikit pembelaan.
Berkaitan dengan skripsi, awalnya saya mengajukan 3 judul yang akhirnya diputuskan satu judul, yaitu “Penggunaan Boneka Tangan Tema Diri Sendiri untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas 1 Semester 1”. Judul ini sebenarnya tidak sesuai dengan harapan saya, meskipun di dalamnya ada unsur mendongeng, tapi 2 judul yang lainnya menjadikan mendongeng sebagai variabel utamanya. Saya pikir ini adalah takdir-Nya. Maka saya mencoba untuk menerima. Ya sudahlah.
Siang ini (24 Juli 2013), akhirnya saya bertemu dengan dosen pembimbing pilihan saya. Saya sodorkan lembar kertas bertuliskan judul skripsi saya tadi. Seksama beliau memandanginya.
“Lho, saya kira Mbak Ika ambil skripsi tentang mendongeng?” tanya beliau.
“2 yang lainnya semua mendongeng bu, tapi yang diterima ini.” jelas saya.
“Padahal saya suka kalau Mbak Ika ambil dongeng saja. Tapi ya sudahlah kalau memang yang disetujui oleh pimpinan yang ini.” terang dosen saya yang selalu tampak cantik.
“Boleh diceritakan dulu ini nati seperti apa gambarannya.” Pinta beliau kepada saya.
Saya pun menceritakan perencanaan pelaksanaan skripsi saya nanti. Panjang lebar ke sana-ke sini. Ada pencerahan yang saya dapatkan. Bu dosen cantik ini memang gudangnya ilmu, selalu ada yang bisa saya dapatkan dari apa yang beliau ucapkan. Namun, di akhir pembicaraan, beliau masih menampakkan sedikit keraguannya terhadap judul saya.
“Kalau menurut saya, judul Mbak Ika ini terlalu sederhana.”
Mak jleb, agak down. Bukan, tambah down malah.
“Terus bagaimana Bu?” tampang saya sepertinya melas banget pas sesi ini.
“Begini saja, yang sederhana ini kalau Mbak Ika kerjakan dengan maksimal saya yakin bisa maksimal juga hasilnya.”
Saya manggut-manggut. Ada yang menelusup dalam hati saya. Rasa apa lagi ini ya Allah? Saya pun berpamitan, tak lupa saya mencium punggung tangan beliau. Tak banyak yang saya harapkan, hanya memohon doa agar semuanya lancar.
Ah~ketika menulis postingan ini pun, ada sesuatu yang menggenang di kantung mata. Tertahan.
Rasa apa inikah ya Allah? Bimbing hamba ya Allah. Mudahkanlah jalan hamba. Begitu takutkah hamba menghadapi skripsi ini? Tidak, hamba harusnya takut pada-Mu, hanya pada-Mu. Tapi kenapa ketika dosen cantik itu telah menguatkan saya justru masih ada keraguan dalam diri saya. Bisakah saya?
Layaknya sebuah lagu dangdut,
Mau makan terinagt padamu
Mau minum teringat padamu
Mau tidur pun teringat padamu
Oh..skripsiku...
Mohon doa ya teman-teman J Terimakasih. Ini cerita saya. Ada yang mau curhat juga? Atau punya kasus seperti saya? Monggo nanti saya mampir.


Selasa, 23 Juli 2013

Rp 20.000? Dapat Apa Ya?


Hidup di desa itu ada nikmat dan nggak nikmatnya. Sama halnya hidup di kota deh ya? Kalau hidup di desa seperti aku ini salah satu kenikmatannya adalah kemudahan dalam menemukan pasar tradisional. Karena yang ada di sana bisa dikatakn fresh banget lah ya. Selain itu juga lumayan murah. Tapi apa jadinya kalau aku yang notabene boros banget ini diminta ibu untuk menyiapkan menu buka dan sahur hanya dengan uang di tangan hanya sebesar Rp 20.000.
“Ha? Kok uang belanjanya sama uang sakuku kuliah, Bu? Dapet apa nanti?” rengekku pada ibu.
“Dapet menu buka dan sahur. Ibu biasanya juga segitu. Udah pokoknya ibu percayakan padamu menu hari ini (22/7/2013).” kata ibu sambil berlalu pergi bersama bapak.
Buat beli separuh menu makan di restoran fast food aja nggak dapet. Lah ini? Ibarat tertegun, saat itu mungkin aku seperti sapi ompong yang plompang-plompong. Ini harus kuhadapi.
Otakku mulai berpikir keras, pokoknya cukup nggak cukup uang ini harus bisa buat belanja, kalau tidak nanti juga kasihan bapak ibu, pulang dari ladang nggak ada makanan.
Langkah utama yang ku lakukan adalah mengecek bumbu dapur yang ada. Oh, ternyata masih lengkap, alhamdulillah. Ada juga buncis dan wortel yang masih tersisa. Setelah itu mikir lagi, menu apa ya yang mau aku masak nanti?
Aha! Sayuran yang masih ada itu harus aku gunakan biar jatah uangnya nggak kurang. Akhirnya aku mengeksekusi sayur bobor (paham nggak ya sayur ini? sayur daun kacang panjang yang muda lengkap dengan santan bening) sebagai menu buka puasa nanti sore. Terus sahurnya? Aku buat tumis buncis aja.

Belanjaan
Senang rasanya kalau bisa ke pasar sendiri. Eits! Kali ini jangan deh. Ke pasar hanya megang uang Rp 20.000, bisa-bisa aku kalap dan bahan-bahan untuk membuat menu buka dan sahur jadi tak terpenuhi. Pengalaman, seringkali kalau ke pasar belanjaan yang ku beli lebih banyak yang tidak sesuai list. Hihihi. Jadi, kali ini aku nitip sama tante aja deh. Melasnya diriku nggak bisa ngecengin penjual-penjual di pasar.
Dengan sigap aku untuk membuat list belanjaanku, dan hasilnya ini nih!
1.     Mbayung (daun kacang panjang yang muda) 1 ikat
2.   Labu (waluh) 1 potong
3.    Kelapa tua Rp 1.000
4.   Ikan pindang Rp 5.000 (3 ekor)
5.    Bakso Rp 2.500
6.    Tahu kuning Rp 2.000
Jumlah uang yang aku keluarkan untuk belanjaan di atas adalah Rp 12.500. Tenang. Uang masih ada sisa, jadi bisa masuk kantongku deh. Hehe lumayan J

Ikan pindang

Tapi, tak layaknya cerita sinetron yang selalu berakhir happy ending, di penghujung acara masak-memasak ku buka tempat penyimpanan beras. Ya, bisa ditebak, ternyata berasnya habis. Alamak, masih cukupkah uang Rp 7.500 untuk membeli beras. Apakah harus mengambil uangku? Ah, tidak profesional kali aku ini.
“Dik, beras yang kualitas sedang sekilo berapa yah?” tanyaku pada adik keponakan.
“Terakhir beli kemarin ada yang Rp 7.000 mbak, tapi mending beli yang Rp 7.500.”
“Hahahahaha...Oke oke.” hatiku bersorak gembira. Ini kebetulan atau apa ya, nge-pas banget uangnya. Moga aja gasnya nggak sampai habis di jalan. Bisa-bisa mati kutu deh.
“Kenapa mbak?”
“Uangku ini tinggal Rp 7.500, aku kira nggak dapet beras.”
“Ho? Dapet kok.”
Meluncurlah segera aku membeli beras. Tak apalah cuma sekilo, yang penting bisa makan. Fiuh, beginikah jadi ibu rumah tangga? Puyeng euy.... inikah kegiatan ibuku setiap hari. Ah~ perempuan itu memang diciptakan sangat cerdas. Angkat 4 jempol!

Kamis, 18 Juli 2013

JBOYFRIEND OF IKA DREAM

                                             Demak, 18 Juli 2013

Dear Christian Simamora,
Perkenalkan namaku Ika Hardiyan Aksari (21 tahun). Aku adalah perempuan yang kini sudah menyandang status sebagai tunangan orang. Ya, itu juga baru 1 bulan lalu tepatnya tanggal 8 Juni 2013 lalu aku dilamar oleh pujaan hatiku. Meskipun aku sudah tak lazim *eh memimpikan cowok impianku karena sudah memiliki dia, tak ada salahnya lah ya kalau aku juga menggambarkan sebenarnya cowok impianku itu seperti apa. Aku kan juga manusia, manusia pemimpi. Hihihihi J
Eits, tunggu dulu, ini bukan berarti aku tidak mencintai dia lho ya? Hanya mengungkapkan impian bukan bermaksud membandingkan dia dengan cowok impianku. Karena sesungguhnya bukan dia yang sempurna, tapi bagaimana aku bisa mencintainya dengan sempurna. #eh J
Oya, aku panggil Tian aja ya biar lebih akrab? Kalau bicara tentang segi fisik dan kepribadian bakal panjang lebar nih, tapi tidak apa-apa ya? Oke, aku mulai dari segi fisik dulu.
Rambut
Aku ingin dia berambut lurus, tapi bukan kuntil anak lho. Kenapa aku memilih lurus? Karena rambut aku kan mengembang, jadi kalau misalnya menikah kan memperbaiki keturunan. Hihihi J
Mata
Aku ingin dia itu sipit, kayak orang Cina gitu, lucu banget. Biar nanti kalau pas ketawa, aku bisa ngumpet deh J
Hidung
Mancung dong, tapi nggak kayak pinokio lho ya? Setidaknya nggak mancung ke dalam sepertiku L
Warna kulit
Sawo matang boleh deh, asalkan nggak hitam-hitam banget atau putih-putih banget. Karena laki-laki yang berkulit sawo matang itu lebih maco dan eksotik, ho~
Tinggi badan
Minimal kalau berdiri di sampingku, aku sepundaknya lah ya, jangan sampai sedadanya nanti kalau pas jalan bareng dikira anaknya kan payah L *pengalaman pribadi
Nah, ini kriteria dari segi fisiknya nih Tian, bagaimana? Standar kan? Terus kalau dari segi kepribadiannya mau tahu juga kan? Harus dan kudu tahu.
Dari segi kepibadian aku akan menyeleksi betul cowok yang berhak bersanding denganku. Karena ini hal yang lebih penting dibandingkan segi fisik. Ada tiga kriteria yang aku garis bawahi, yaitu smart, cinta keluarga, dan humoris.
Smart
Smart berbeda dengan pintar ya? Smart yang aku inginkan yaitu smart yang berbagai macam, dalam berbagai bidang, mulai dari smart dalam beragama, mencari pekerjaan, smart dalam bergaul di dalam masyarakat sampai pada smart menghadapi aku yang bawel ini, xixixixixixi J.
Cinta keluarga
Wah, poin ini penting banget nih Tian. Sekaligus pesan nih buat cewek-cewek jaman sekarang, jangan mau kalau punya pasangan yang hanya mau sama anaknya tapi nggak mau sama keluarganya.
Humoris
Oke Tian, aku ini tipe orang yang seriuuusss banget, jadi aku butuh pasangan yang bisa ngimbangin aku. Nggak mau ah punya pasangan yang sama-sama serius bisa-bisa malah berantem mulu L *pengalaman pribadi lagi
Hai, Tian! Masih membaca suratku kan? Syukurlah.....
Nah, sudah tahu kriteria dari segi fisik dan kepribadian, sekarang saatnya aku menceritakan kencan impianku ya?
Siapa sih yang nggak suka, nggak bahagia bisa ketemu dengan cowok impian kita? Aku juga pasti jingkrak-jingkrak kali! Ya, setidaknya tidak hanya ada di negeri dongeng lah!
Ketemu cowok impian sudah, sekarang capcus dong. Aku nggak mau menghabiskan momen bersama dia tanpa kegiatan yang bermakna. Salah satunya adalah berkencan dengan dia. Ho~ nggak muluk-muluk deh kencan ku dengan dia, tidak perlu restoran mahal ala candle light dinner itu, cukup dengan dia meminta ijin kepada kedua orangtuaku dan membawaku makan malam di warung angkringan yang banyak ditemukan di jalanan kota Yogyakarta sambil memandang bintang dan bulan di langit, menikmati udara malam di sana, dan mengurakan segala mimpi kita ke depan. Ah~ itu sudah sangat membahagiakanku. Jadi, apakah Tian bisa menghadirkan cowok impianku tadi? Ku tunggu ya? J
     Ini mimpiku, bagaimana dengan mimpimu, Tian?


Salam,
Ika J

Rabu, 17 Juli 2013

Obat Batuk Tradisional


Puasa gini paling enak pas buka itu minum es ya? Siapa yang setuju? Ya meskipun sesekali hujan mengguyur, tapi es masih tetap jadi salah satu menu andalan. Apapun jenisnya, yang pasti yang serba dingin. Biar mak ceesss di tenggorokan J
Eits..! Tunggu dulu. Setelah seharian (13-14 jam) menahan lapar dan haus ada kalanya konsumsi es jangan terlalu over deh ya. Bisa-bisa malah tubuh yang kaget dan akhirnya malah kena batuk.
Batuk? Untuk saya sendiri batuk termasuk penyakit ringan yang menyebalkan. Apalagi kalau batuknya berdahak. Berkali-kali minum obat yang dijual di warung-warung dan apotek namun tetap saja tidak ada hasilnya.
Nah, beruntung sekali Anda menemukan postingan ini. Saya akan menawarkan obat batuk tradisional andalan keluarga saya. Ada yang mau tahu? Tenang saja, bahan dan alatnya sangat mudah lho.
Sumber gambar di sini
Bahan
1.     Madu
2.   Bawang merah (2-3 siung)

Alat
1.     Sendok makan
2.   Sendok teh
3.    Parut
4.   Daun pisang/plastik
5.    Kain penyaring
6.    Pisau
Cara pembuatannya adalah:
1.     Cuci dan kupas bawang merah sampai bersih, kemudian parutlah (parut sudah diberi alas daun pisang atau plastik).
2.   Masukkan hasil parutan bawang merah ke dalam kain saringan, peras dan ambil airnya sebanyak satu sendok teh.
3.    Campurkan air bawang merah itu dengan satu sendok madu. Aduk hingga rata.
4.   Obat batuk tradisional pun jadi dan siap diminum.
Obat ini bisa diminum 3 x 1 hari, kalau puasa gini? Ya, bisa diatur pas buka dan sahur. Agak repot memang, asalkan kesembuhan didapatkan tak ada masalah bukan? Selamat mencoba J