Senin, 27 Oktober 2014

Bentuk Lain Perhatian Orang Tua Siswa

Bentuk perhatian orang tua kepada anaknya tidak harus selalu setuju dengan apa yang saya lakukan, katakan, bahkan saya pikirkan. Jelas saja, selain saya mendapat dukungan dari orang tua siswa seperti yang saya ceritakan di Akibat Adanya Raport Bulanan, pun saya juga pernah lho di”LABRAK” oleh orang tua siswa.

Labrak di sini bukan berarti saya dimarah-marahi, dimaki, bahkan diancam untuk diminta tidak lagi mengajar anaknya. Akan tetapi adalah sebuah bentuk ketidak setujuan bahkan terkesan menyalahkan saya sebagai guru baru yang belum tahu bagaimana anaknya. Hal itu terlihat dari kata beliau, “Bu Guru yang dulu juga tidak pernah berkata kalau anak saya sering mengganggu temannya, mungkin Anda yang belum mengenal anak saya!” 

Saya bersama anak-anak
Saya menjawab sekenanya, “Mohon maaf, Bu. Saya hanya menuliskan apa yang saya temukan di kelas.”

“Tapi anak saya kalau di rumah juga tidak pernah aneh-aneh.” Ibu itu masih ngotot.

“Iya, Bu. Saya mohon maaf apabila ibu tidak berkenan.”

Selepas kepergiannya, saya tetap teguh dengan temuan saya. Hanya saja saya tidak perlu memaksakan pendapat saya. Inilah tugas seorang guru, tidak hanya bertugas memfasilitasi siswa dalam proses pembelajaran akan tetapi berperan sebagai seorang psikolog pula, apa yang salah? Segera menyelidikinya.

Inilah yang tidak saya dapatkan selama hampir 4 tahun kuliah. Dunia kerja itu amazing sekali. Satu masalah kelar masalah lain datang. Pun seorang guru meskipun banyak masalah harus tetap prima di depan anak-anak. Kalau secara teori namanya profesional gitu. Hehehe.

Tidak semua masalah harus diselesaikan saat itu juga. Bisa-bisa gila deh. Saya nikmati saja perjalan hidup saya bersama anak-anak. Terselip doa semoga diberikan jalan keluar atas masalah yang sedang saya hadapi.

Eh eh eh, alhamdulillah. Tak menunggu lama, Allah memberikan jawaban atas masalah di atas. Caranya tak terduga pula.

Begini ceritanya, saat itu ada seorang anak sedang mengintip kelas kami. Dia anak kelas 2. Saya bertanya padanya, “Cari siapa, Dik?” Kemudian salah satu siswa saya ada yang menjawab, “Itu adiknya A, Bu.”

“Oh, ini adik kamu A. Makanya kok mirip sekali. Saudara kamu ada berapa A?” kata saya tanpa menaruh curiga apapun. Karena malu anak yang di pintu tadi kemudian berlari meninggalkan kelas saya.

“Dua, Bu.” Jawab A senyum-senyum bahagia.

“Itu to Bu, A kalau di rumah sering dimarahin ibunya. Kan yang disayang adiknya tadi, Bu.” Ada siswa yang nyeletuk seperti itu. Tetangga rumahnya. Wah, seru nih, pikir saya.

“Wah, A di rumah nakal ya? Kok dimarahin ibu terus?”

A malah diam. Saya tak meneruskannya. Ketika istirahat, kebetulan A sering sekali berdiri di depan meja saya, memperhatikan apa yang saya lalukan. Dia juga sering mewawancarai saya, bahkan menggoda saya, “Bu Ika kok cantik sekali sih?” hehe dengan guyonan khas anak-anak, tapi saya tetap tersipu malu. “Terima kasih A.”

Dengan suasana santai, saya menggunakan kesempatan tersebut untuk mewawancarai A juga. Tentunya tentang marah-dimarahin ibunya tadi.

“A sering bantu ibu tidak kalau di rumah?”
“Bantu apa, Bu?”
“Ya, bantu nyuci piring, membersihkan tempat tidur, mungkin nyapu.”
“Ya, pernah, Bu.”
“Kalau pernah berarti jarang bantu ibu ya?? Hayooo...”
“Lha ibuku galak kok, Bu. Pasti adikku terus yang dibela. Aku dimarahin terus kok, Bu.”

Sampai sini saya sedikit ada gambaran. Inikah bentuk pelampiasan kurang perhatian anak di rumah sehingga di sekolah dengan caranya sendiri -mengganggu temannya- agar bisa saya perhatikan? Saya tak berhenti di sini. Tak kurang akal dong ya. Bertanyalah saya pada guru lainnya. Karena di desa, inilah keuntungannya, hampir semua guru kenal dengan orang tua siswa, kan tetanggaan. Dan ternyata, dugaan saya itu benar. Selama di rumah ibunya memang berat sebelah dalam hal memberikan perhatian kepada anak-anaknya.

Baiklah. Masalah ini saya anggap selesai. Saya tak harus ngotot menunjukkan kalau pendapat saya lah yang paling benar. Pelajaran baru nih untuk saya. Tugas saya selanjutnya adalah meluruskan A agar ia tak sering mengganggu teman lainnya. Karena saya memiliki catatan penting, A ini sebenarnya memiliki bakat bernyanyi yang OK, dia pun suka sekali dipuji, kalau dipuji dia pasti langsung minta ijin kepada saya untuk maju dan bernyanyi di depan kelas. Saya pun sesekali mempersilahkan, dan raut wajahnya akan berubah sangat lucu saat mendapat tepuk tangan dari temannya karena suaranya yang bagus.

Oh A.... semoga suatu hari cita-citamu dapat tercapai. Penyanyi profesional.

13 komentar:

  1. Orangtua tak sedikit loch yang berperilaku seperti itu.
    Guru memang harus memiliki hati seluas samudera
    Salam hangat dari Surabaya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Guru yang bijaksana dan selalu menjaga Profesionalisme nya, itu patut kita contoh, dan Insya Allah muridnya pun akan menjadi generasi yang bisa di banggakan, Jika di topang seorang Pengajar yang handal. apalagi jika peran serta orang tua murid turut andil dalam pembelajaran saat di rumah. salam santun dari saya Saud Karrysta Subang Jawa Barat

      Hapus
    2. Aamiin semoga langkah saya selalu dipermudah. Guru bekerja memang selalu butuh dukungan dari orang tua siswa juga. Semanggaaattt pokoknya!

      Hapus
  2. iya juga sih mbak, gak sedikit kalau ortu menyalahkan gurunya di sekolah :(

    BalasHapus
  3. Tugas mulia sebagai seorang guru. Memang kadang berat mbak, tapi itulah yang menjadi kenangan tersendiri jika melihat mereka beranjak dewasa. Selamat berjuang dan semoga bisa membimbing generasi bangsa menjadi generasi yang membanggakan :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul betul betul. lelah sekarang tapi bahagia kelak. Sukses selalu pokoknya.

      Terima kasih untuk dukungannya.

      Hapus
  4. Assalamuallaikum Ibu Ika, saya baca dulu artikelnya dari artikel ini saya banyak dapatkan ilmu dan pengetahuan, agar kita sebagai orang tua lebih mengarahkan perhatian yang cukup agar anak kita semangat dalam belajar. terima kasih atas artikel yang bermanfaat ini/ salam santun dan hormat buat Ibu Ika tetap semangat :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama pak. Alhamdulillah kalau bermanfaat.

      Hapus
  5. Jadi guru memang berat Mbak, saya juga dulu sekolah jadi guru, jadi tahu bagaimana rasanya. Walaupun cuma 1 bulan saya kan juga pernah merasakan bagaimana rasanya jadi Guru. Semoga Mbak Ika tetap semangat.
    Salam dari Jepara

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selalu bu. Terima kasih untuk dukungannya :)

      Hapus
  6. waaah jadi guru seperti itu ya dukaduka nya ,, semoga selalu sabar yaa buguyu cantik :D

    BalasHapus