Sabtu, 28 Februari 2015

Indra Penciuman Makin Tajam Setelah Hamil

“Uhhh... (sambil nutup hidung) Ibu kentut kan?”
“Ihhh....ini sayurnya pasti pakai pete deh (belum memakannya sudah berkomentar).”

Itu celetukan saya berkaitan dengan indra penciuman saya sebelum hamil. Yang paling sensitif itu berkaitan dengan kentut ibu. Ibu sampai ngaku sebelum kentut daripada saya ngomel-ngomel karena terkena semburan bau kentut ibu yang khas.

Setelah hamil apakah keluhan saya berkaitan dengan indra penciuman saya sama? Tidak. Saya akui, indra penciuman saya semakin tajam setelah hamil. Kalau biasanya paling rese dengan kentut ibu, sekarang dengan bau keringat alias bbbau ketek suami. Duh duh, baunya nusuk banget!

Biasanya, suami sampai rumah sekitar pukul 17.00 WIB. Karena kerjanya lapangan, tahu lah ya keringatnya seperti apa? Uh, kecut banget. Alhasil mulut saya tak berhenti ngomel.

“Bau ah, sana mandi!” atau saat suami hendak mendekati saya, “Mandi dulu, baru mendekat!! Umi nanti bisa muntah!!!” (sambil menutup hidung) Pernah, pas hari Minggu, saat kami libur, suami bermalas-malasan tuh tak mau mandi, Ooo...jangan ditanya, mulut saya nerocos mulu, “Sarapannya ambil sendiri ah, umi nggak mau deket-deket abi, nanti bau ketek Abi umi bisa muntah.”

Alhamdulillahnya, suami hanya diam saja. Paling mentok pasti bilang, “Bojoku kemayune puooolll...” kalau nggak gitu ya, “Ya Allah.....(sambil berdiri kemudian masuk kamar mandi dengan wajah melas).” Bisa jadi dalam hatinya pasti jengkel banget.

Semakin ke sini, saya jadi kasihan juga dengan suami. Pulang kerja capek mau meluk atau rebahan samping istrinya malah kena omel. Lagian saya pasti bisa deh ya mengendalikan indra penciuman saya yang makin tajam ini. Paling tidak mengendalikan mulut saya biar tidak seperti mercon lagi. Kalau biasanya ngomel “Bau ah, sana mandi!!” kan bisa diganti ya dengan kalimat, “Ah, Abi ganteng deh, biasanya kalau orang ganteng itu rajin mandi deh.” Hahaha, atau apalah gitu yang penting tidak terlalu menyinggung perasaan suami.

Nah, ini cerita saya selama hamil. Kalau Anda saat ini (yang sedang hamil) atau yang dulu sudah pernah hamil paling sensitif dengan bau apa nih?

Jumat, 27 Februari 2015

Ibu Hamil Menggigil di Tengah Malam

Saat hamil, pernahkah Anda mengalami menggigil di tengah malam? Tadi malam, untuk ketiga kalinya saya merasa kedinginan yang sangat hebat, tubuh saya menggigil. Selimut tebal saya tarik dan memberi tahu suami kalau saya kedinginan. Dengan sigapnya suami langsung memeluk saya memastikan bahwa saya benar-benar merasa mendingan, lebih hangat.

Keadaan menggigil di tengah malam ini terjadi sekitar pukul 01.00 WIB. Tak lama berlangsungnya, mungkin hanya 5 menit. Akan tetapi, namanya juga ibu hamil. Takut kalau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Saat menggigil yang pertama dan kedua (terjadi beberapa minggu lalu) saya tidak terlalu menghiraukan. Analisa ibu saya karena saya terlalu banyak makan buah yang terlalu masam (salah satunya kedondong). Baiklah saya kurangi makan buah tersebut. Eh, tadi malam tiba-tiba saya ingin makan rujak. Karena di rumah adanya buah kedondong ya sudah saya lahap deh, sampai kejadian ibu hamil menggigil di tengah malam pun terjadi. Ibu semakin uring-uringan. Ditambah lagi saya mengeluh pusing, biasanya tidak pernah.

Penasaran, saya searching tuh di Google dengan keyword “ibu hamil menggigil saat malam hari”. Jreeettt! Duh, yang keluar malah artikel yang menakutkan semua, ada gejala ginjal-lah, tiroid, dll. Saya jadi takut. Pikiran saya malah ke mana-mana.

Pergilah saya ke bidan desa dekat rumah. Saya ceritakan apa yang saya alami dan analisa ibu tentang kebiasaan saya yang makan buah kedondong padahal saya punya riwayat sakit tipes. Tahu apa yang diutarakan bu bidan?

Intinya, bahwa ada keajaiban dari Allah bagi ibu hamil. Kebanyakan ibu hamil yang awalnya memiliki tipes tidak perlu takut makan makanan asam. Hal itu karena asam apa gitu namanya *lupa* apabila naik yang harusnya menyebabkan tipes justru kini bertugas mengurangi asam apa juga namanya *hahaha* yang menyebabkan ibu hamil mual. Aduh, intinya gitu pokoknya. Semoga nggak salah, kalau salah dikoreksi ya? Dengan catatan saya kalau buat sambal rujak jangan terlalu pedas. 

Terus yang terjadi pada saya apa sampai menggigil di tengah malam? Ternyata, setelah ditensi, darah saya hanya 100/60. Ini nih! Menurut bu bidan, bagi ibu hamil tensi segitu sudah sangat buruk. Padahal pas periksa di bulan kemarin tensi saya bagus, yaitu 110/80.

Rendahnya tensi saya disebabkan karena saya kurang makan sayuran hijau. Makanya saat tubuh saya kurang darah dan cuaca tengah malam sangat dingin akhirnya tubuh saya tidak kuat beradaptasi dengan lingkungan dan terjadi menggigil. Pun paginya saya merasa pusing dan lemas.

Benar kata bu bidan, 3 hari ini saya memang kurang makan sayuran hijau. Lebih banyak makan garingan (tanpa sayur). Uuhh....kasihan adik bayinya. Maafin umi ya...


Bu bidan pun memberikan 2 macam obat yang harus saya minum pagi dan sore. “Obat ini untuk bayinya ya, Mbak. Jenengan harus berusaha sendiri makan sayuran hijau agar badan tidak lemas dan pusing. Ingat, apa yang jenengan makan itu akan berpengaruh untuk jenengan dan bayi. Bukan jenengan saja.”

Satu lagi pesan bu bidan, "Kalau orang biasa (tidak hamil) untuk menaikkan tekanan darah itu mudah, beda dengan ibu hamil, mudah turun tapi naiknya susah. Jadi, Mbak harus berusaha keras. Banyak makan sayuran hijau. Sementara, nyemilnya diganti pecel dulu lah atau apa gitu."

Saya manggut-manggut dan berpamitan pulang. Terima kasih bu bidan.

Senin, 23 Februari 2015

Menghadapi Masalah Bertubi-Tubi

Pernahkah Anda mengalami berbagai masalah yang tidak mengenakan dalam satu hari? Masalah seakan datang secara bertubi-tubi tak ada hentinya. Satu belum selesai, yang lain mengantre. Bagaimana Anda menghadapinya?

Hari ini, masalah bertubi-tubi itu menghampiri saya. Padahal sebelum berangkat sekolah bacaan basmallah tak lupa saya ucapkan. Pun pamitan dengan keluarga. Nasib kali.

Pertama, saya menemukan uang tabungan anak yang ada di meja saya raib. Tak seberapa uangnya, hanya Rp 5.000, tapi ini adalah keteledoran saya. Biasanya kalau saya hendak pergi ke luar kelas dan meninggalkan buku tabungan anak, saya akan memasukkannya ke dalam tas. Apalagi saat istirahat, artinya banyak anak-anak kelas lain bebas masuk kelas saya. Pagi tadi tidak. Saya yakin bukan anak di kelas saya yang mengambilnya, ah sudahlah. Hanya saja saya sudah memberikan kesempatan bagi ‘seseorang’ untuk mengambilnya.


Kedua, teman yang menggunakan jasa pengetikan di tempat saya dengan PD membatalkan pesanannya. Padahal sudah saya print hampir 200 lembar. Tepuk jidat. Saat saya meminta pertanggung jawabannya, dia hanya angkat tangan. Rugi bandar nih. Biaya pengetikan, kertas, tinta semua raib. Waktu!!! Sedih? Pasti.

Ketiga, masih teman yang sama. Saat pulang seperti biasa dia membonceng saya karena arah rumah kami hampir sama. Itupun saya harus mengantarkan sampai gang menuju rumahnya yang artinya jarak ke rumah saya semakin jauh. Tadi saat perjalan pulang ada mobil di depan saya yang tiba-tiba memelankan laju rodanya membuat saya ikut melepaskan tarikan tangan kanan saya sambil mengerem. Karena terlalu kecil gasnya, motor saya mogok di tengah jalan yang sedang macet. Eh, dia tiba-tiba turun dari boncengan. Kemudian meninggalkan saya di tengah jalan dengan kepanikan saya karena berada di tengah jalan. Di depan sana ada mobil yang melawan arus. Bagaimana dan bagaimana yang ada. Tahu dia ngapain? Ke tepi kemudian ikut motor teman yang lainnya. Ya, dia meninggalkan saya dengan motor saya yang ngambek. Sedih? Banget banget banget!

Ya Allah mimpi apa semalam.

Sepanjang perjalan pulang ke rumah, tentunya setelah motor saya mau diajak kompromi, saya hanya ngelus dada dan perut. Istighfar. “Sabar, Dek. Hari apa ini? Kok sial banget!”

Sampai rumah saya langsung makan dan mengambil air wudhu dan sholat. Setelahnya duduk sambil menyandarkan kepala di ranjang. Mengingat-ngingat kejadian yang saya alami tadi.

“Bisa jadi saya pernah mengecewakan orang.”
“Bisa jadi saya pernah meremehkan orang.”
“Bisa jadi saya kurang beramal.”
“Bisa jadi saya kurang bersyukur.”
“Bisa jadi saya terlalu polos.”
“Bisa jadi saya terlalu baik.”
“Atau bisa jadi....bisa jadi...dan bisa jadi...”

Perasaan menyalahkan diri sendiri sampai menyalahkan orang lain muncul dalam hati saya. Tapi untuk apa pula? Saat suami mendengar cerita saya, dia hanya berkomentar, “Jadikan pelajaran. Nanti ada gantinya, belum rezeki umi saja.”


  • Ya Allah, rasanya malu saja kalau sampai karena kejadian ini saya jadi terpuruk dan menyalahkan diri sendiri. Bukankah berbuat baik itu sudah jadi kewajiban saya sebagai manusia. Jika disalah-gunakan atau disalah-artikan orang lain ya itu urusannya beda lagi. Lagipula, bukankah Allah sudah menjanjikan kemudahan setelah kesulitan ya?

Jumat, 20 Februari 2015

Nasihat Bapak

Bapak itu jarang bicara. Sekalinya bicara, uh langsung nonjok di hati. Hehehe.

Kira-kira sebulan yang lalu, saat nonton televisi di ruang tengah, tiba-tiba bapak nyeletuk. “Kamu ki lho dek, sekarang kok males-an.” Telinga saya mulai berdiri. Saya yakin ada lanjutannya. “Kalau pagi bangun 05.30 WIB padahal berangkat pukul 06.30 WIB. Nanti kalau telat uring-uringan. Semua kena semprot.”

Saya diam. Meng-iyakan ucapan bapak.

Sumber gambar DI SINI

“Ingat, kalau kamu seperti itu terus, mau jadi apa anakmu nanti?? Perbanyak ngaji juga, sekarang kok malah males-malesan. Nggak kayak dulu.”

Duh, duh, makin kemana-mana nih. Tapi betul juga kata bapak. Sindrom pengantin baru, suka males-malesan. Hahaha. Pembelaan diri.

Setelah mendengar nasihat bapak, jujur saya malu. Sudah gedhe apalagi punya suami bukannya makin baik kok malah. Harus berubah. Mau jadi apa saya nanti? Apalagi jabang bayi dalam perut saya?

Paginya, pukul 04.00 WIB, alarm HP saya berbunyi, saya tekan TUNDA. Lima menit kemudian bunyi lagi, TUNDA. Suami yang ada di samping saya juga ikut-ikutan melakukan hal yang sama pada HP-nya. Hahaha.

Ah, bangun! Harus dipaksa. Akhirnya saya baru bangun pukul 05.00 WIB. Suami juga ikutan bangun. Inilah beratnya perjuangan hari pertama. Sangat-sangat butuh perjuangan! Tapi ada rasa puas dalam hati saya karena bisa mengalahkan rasa malas dalam diri saya.

Saat menyiapkan kopi untuk bapak, “Tantangan hari pertama berhasil!” bapak hanya diam, tanpa ekspresi. Justru ibu yang menyahut, paham maksud saya. “Baru hari pertama bangga, besok-besok?”

“Hari kedua, BERHASIL!”

“Hari ketiga, BERHASIL!”

Sampai hari ini, sebulan setelah nasihat bapak, saya BERHASIL bangun pukul 04.00 WIB. Setelat-telatnya pukul 04.30 WIB itupun tanpa menggunakan alarm lagi lho.

Kalau ada niat kuat, pasti ada jalan. Bukankah begitu? Bisa bangun pagi, selain muncul rasa puas bisa mengalahkan rasa malas dalam diri dan memenuhi nasihat bapak, ada beberapa hal yang berbeda dalam diri saya.
  1. Saya tidak lagi uring-uringan, ini bisa terjadi karena semua yang saya butuhkan dan persiapkan sudah tersedia sebelum pukul 06.30 WIB saat saya berangkat sekolah.
  2. Saya merasa lebih ceria. Ini kaitannya dengan nomor 1. Kalau kita mengawali hari dengan uring-uringan, hal itu akan terbawa sampai sore hari bahkan saat kita bersiap untuk tidur.
  3. Merasa lebih segar. Meskipun tidak olah raga seperti lari-lari atau jalan-jalan pagi, dengan mencuci piring, memasak nasi dan bersih-bersih rumah itu sudah membuat tubuh mengeluarkan keringat di pagi hari. Sehat ya, Nak. #elusperut

Kebiasaan bangun pagi, alhamdulillah bisa terpenuhi. Semoga apa yang saya lakukan ini akan ada hasilnya dikemudian hari. Teruntuk bayi dalam perut saya. Akan tetapi, masih ada lagi kebiasaan lain yang belum bisa saya penuhi. Salah satunya, bisa rajin sholat malam. Bismillah. Kuatkan niat.

Kalau Anda, pernahkah mengalami hal yang sama seperti saya? Atau Anda memiliki kebiasaan yang bisa saya tiru?

Kamis, 19 Februari 2015

Isi Pouch Frozen

Tidak menor, asalkan wajah terlihat fresh dan tidak kumut-kumut. Itulah prinsip saya. Pun saya tidak jago dandan. Cuci muka, pakai bedak, maskara, eye shadow tipis-tpis, lipstik natural, kelar deh. Lagian kalau kelamaan dandan bisa-bisa telat berangkat sekolah. Malu ah kalau ditanya alasan telat masuk kelas karena "dandan". Hihihi.

Hai Mak Winda, ini dia isi puoch frozen saya yang selalu ada di tas.


  1. Body splash cologne
  2. Facial foam
  3. Eye shadow
  4. Bedak tabur
  5. Lipstik natural
  6. Minyak angin, dan
  7. Maskara

Nah, sekarang apa isi pouch Anda? Yuk segera potret dan ikutan GA dari Mak Winda seperti saya. Siapa tahu kecipratan eyeliner dan lipstick dari Max Factor.

Minggu, 15 Februari 2015

Enzim, Pasta Gigi Ramah untuk Bumil

Alhamdulillah, jalan 10 minggu kehamilan saya, baru sekali saya muntah. Itu pun karena kesusu alias terburu-buru makan dan minum susu sampai keluar semua. Takut telat ke sekolah.

Banyak sekali cerita dari tetangga dan teman yang katanya selama hamil sering muntah-muntah. Bau makanan muntah. Bau susu muntah. Cuaca dingin tahu-tahu muntah. Mau gosok gigi muntah.

Saya? Alhamdulillah, makan apapun masuk tanpa ada muntah-muntahan. Semoga sampai lahiran nanti lancar, adik dalam perut tidak aneh-aneh.

Soal gosok gigi, sebenarnya diawal-awal kehamilan saya sering merasakan pengen muntah ketika hendak gosok gigi. Tapi, sebelum hamil pun kalau selesai makan kemudian hendak gosok gigi pasti pengen muntah. Untung saja, pas pertama kali periksa ke bidan desa, saya menyampaikan keluhan saya tersebut.

“Saran saya, coba beli pasta gigi enzim, Mbak. Itu kan tidak ada rasanya, jadi mengurangi rasa mual.” Saran bu bidan.


Sorenya, langsung deh saya membeli pasta gigi enzim yang dimaksud bu bidan. Pasta gigi ini ternyata ada di toko dekat rumah. Harganya? Dengan uang Rp 10.000 saya mendapatkan pasta gigi enzim dengan ukuran 50ml. Cukup mahal kalau dibandingkan dengan pasta gigi lainnya dengan ukuran yang sama. Tak apalah yang penting sehat.

Hal lain yang saya suka dari pasta gigi enzim selain tidak menimbulkan rasa mual, adalah pasta gigi ini bisa digunakan dengan cara kering. Artinya, saya bisa menggunakannya tanpa berkumur. Setelah menggosok gigi selama 2 menit baru deh berkumur. Rasanya semriwing.

Muntah hilang, gigi bersih, mulut sehat karena enzim, pasta gigi yang ramah untuk bumil. Nah, kalau Anda punya pengalaman apa selama hamil? Apakah punya pasta gigi khusus juga untuk mengurangi rasa mual? Atau bahkan tidak muntah sama sekali?

Sabtu, 14 Februari 2015

Mie Instan di Kala Hujan

Imlek masih 5 hari lagi. Tapi hujan sepanjang hari sudah mulai sejak kini. Kalau sudah hujan gini, duh, rasanya ingin yang anget-anget dan segar. Apa ya?

Mie instan. Makanan murah meriah inilah yang terpikirkan oleh saya semenjak di sekolah kemarin. Ah, nanti sampai rumah buat ah. Tiba-tiba ada BBM masuk dari teman guru yang tempat ngajarnya di atas gunung sana.

Maria: “Hujan terus nih. Jadi, pengen pulang.”
Saya:” Sama, sini juga.”
Maria: “Penge buat mie.”
Saya: “Tambah telur josss!”
Maria: “Hahaha”

Lah kok ya sama? Bisa jadi ini karena cuaca yang lagi tak mendukung.

Sampai rumah saya langsung mengecek persediaan mie instan, eh ada, plus telur dan sawi malah. Oke sekarang lanjut eksekusi. Dan taraaaa.....! Mie instan ala Ika siap disantap. Selamat datang (lagi) hujan, saya makan mie instan dulu ya.



***

Eits, rasa was-was sempat muncul juga nih dalam hati saya. Boleh nggak ya ibu hamil makan mie instan? Kemarin sih tidak disebutkan oleh bu bidan. Tapi selama ini kan mie instan jadi bahan perbincangan yang cukup heboh.

“Kalau pengen ya dimakan. Kan tidak setiap hari. Lagian juga baru kali ini. Bismillah sambil kebuk perutnya.” nasihat ibu.

Tidak puas dengan nasihat ibu, saya searching saja di tipsbidan.com.

“Bila ibu hamil ingin sesekali menyantap mie instan, sebaiknya menyajikan dengan cara yang lebih aman.”

Oke. Berarti boleh nih ya. Cara yang lebih amannya saya tidak lupa memasukkan telur dan sayuran sawi ke dalam mie yang saya buat. Kalau ingin lebih aman lagi, saat merebus air yang digunakan merebus harus dibuang dan saat penyajiaannya diganti dengan air mendidih lainnya. Atau mengurangi vetsin yang ada pada bumbu mie intan tersebut.

“Kandungan MSG atau vetsin bisa memicu beragam keluhan, seperti mual, ganguan tidur dan gangguan lambung, bila dikonsumsi melebihi 12 gram per harinya”.

Ih, serem ya. Mau makan nikmat malah muncul keluhan. Alhamdulillah, saya tak ada keluhan.  Oiya. Meskipun tidak hamil, jangan keseringan makan mie instan ya. Selamat menikmati hujan dan mie instannya.

Jumat, 13 Februari 2015

Kangen Mandi di Kali

Minggu-minggu ini, sekolah sering libur. Terutama untuk anak-anak. Ada beberapa lomba dan event besar di desa letak sekolah saya berada. Mumpung libur, saya tidak melewatkan kesempatan ini pastinya.

Saya dan suami memutuskan untuk menginap di tempat mertua (saya). Jujur, saya penasaran dengan event besar di desa asal suami sekaligus tempat saya mengajar. Selama ini hanya mendengar cerita dari orang, terlebih suami yang sering meng-iming-iming keseruan acara tersebut.

Eh, eh, bukan acaranya yang seru tapi kejadian yang saya alami bersama suami-lah yang seru. Bagaimana tidak? Pukul 04.00 tidak tahu setan apa yang lewat tiba-tiba suami batuk tak ada henti-hentinya. Semua penghuni rumah pada bangun karena kejadian tersebut.

Satu jam, setelah saya kerok punggung, leher, dan dadanya, alhamdulillah suami bisa kembali tidur pulas. Saya juga ikutan tertidur. 10 menit kemudian bangun, sholat subuh.

Selesai sholat subuh, saya ikut ke dapur membantu mertua yang sedang memasak. Biar dikira mantu yang pengertian. Hehehe. Tak lama suami bangun.

“Mi, mandi di kali, yuk?” ucap suami sambil berlalu hendak wudhu. Saya hanya mengangkat alis sambil mengaduk susu coklat untuk suami.

“Umi ikut ke kali tapi nggak ikut mandi ya? Abi saja.”

“Oke.naik motor atau jalan kaki?”

“Jauh?”
***

Suami sudah mengeluarkan motor dan memanaskan mesinnya. Saya nunggu di kursi teras sambil memegang sabun mandi dan sampo. Saya penasaran, kali yang diceritakan suami selama ini itu seperti apa.

Kami pun berangkat. Jarak kali dan rumah mertua kira-kira 250 meter. Sepanjang perjalanan masih banyak pohon jati dan jalannya pun masih menggunakan batu kuning. Jadi, kalau hujan pasti becek dan banyak airnya. Jangan ditanya ya bagaimana udaranya, masih sejuk banget lho. Jarang-jarang saya mendapatkan udara yang seperti ini. Sayangnya tempatnya sepi, serem.

Setelah melewati jembatan tua, tampaklah sungai selebar 3 meter di depan mata. Saya yakin sekali mata suami saya pasti sangat berbinar-binar melihat pemandangan ini *lebay. Motor segera di parkir dan suami tak langsung terjun ke kali justru memandangi hamparan sawah di samping kali tersebut.

Suami sambil menenteng celana ganti memandang hamparan sawah nan hijau

"Belum ada dua bulan, rasanya sudah pangkling."

Hahaha, Suami mulai lebay. Kangennya tak ketulungan. Maklum kalau di rumah tidak bisa lihat yang seperti ini.

Setelah puas memandangi sawah, suami pun tak sabar ingin segera terjun ke kali.

Suami tak sabar ingin terjun ke kali

"Yakin?" suami bertanya apakah saya tidak ingin ikut mencicipi air kali yang tampak tidak bening (habis hujan) ini. Saya hanya geleng-geleng.

"Abi renang ke sini ya?" pinta saya yang menunggu suami di atas jembatan beton.

Suami siap-siap terjun ke kali

Suami makin girang setelah merasakan air kali yang segar.
Di belakang suami sana ada juga ho rombongan anak-anak yang sedang mandi.

"Sini, Bi. Sini, Bi."

"Haiiiii...."

Duh, senengnya yang renang sana-sini.

Pukul 07.00 tepat, suami mentas dari kali. Wajahnya tampak seperti anak-anak yang mendapatkan permen setelah merengek minta permen pada ibunya.

"Seger bener. Enak ya, Bi?"

"Bukan enak. tapi kangen mandi di kali. Sejak kecil kalau badan abi mulai tidak enak, misalnya pilek, batuk-batuk, pasti mandi di sini. Dan alhamdulillah sembuh. Bukan suatu kepercayaan sih, tapi kalau sudah slulup di kali itu rasanya plooong." saya hanya diam mendengarkannya.

Kami pun pulang. Di jalan, tiba-tiba abi bersin. Apakah itu tanda mak plong? Subuh tadi saat batuk, riak dalam tenggorokan suami tak bisa keluar, apakah ini keluar lewat ingus bersin suami? Ah, sudahlah.

Saat saya menuliskan postingan ini, batuk suami sudah sembuh karena semalam minum obat batuk. Semua kembali pada Allah. Terpenting, suami sumringah karena bisa membalas rasa kangennya, yaitu mandi di kali.

Minggu, 01 Februari 2015

Pengalaman Pertama jadi Buzzer

Sudah pernah dengar kata buzzer? Kalau belum saya bagi sesuai apa yang saya alami  dan ketahui ya? Menurut saya, buzzer itu adalah seseorang yang menyampaikan pesan sesuai permintaan suatu perusahaan/brand/lembaga tertentu kemudian buzzer itu akan mendapat imbalan. Nah, pertengahan bulan Januari lalu, saya mendapat kesempatan untuk menjadi seorang buzzer dari salah satu brand besar di Indonesia.

Karena ini bukan cuma-cuma, ada beberapa syarat tertentu yang diharapkan oleh brand tersebut dan sebenarnya saya tidak bisa memenuhinya, salah satunya yaitu blog yang berniche. Sedangkan blog saya yang campur aduk. Hehehe... Saya nekat daftar. Eh, ternyata kecantol.

Sumber gambar di SINI
Hal itu ditandai dari adanya email dari teman blogger senior yang memberitahukan tata caranya jadi buzzer, apa yang harus saya tulis di blog, jumlah kata minimal-maksimal dan kesediaan saya untuk menjalankan tugas tersebut. Saya pun meng-iya-kan. Bismillah.

Oh ya, satu catatan penting yang saya dapatkan saat menjadi buzzer. Untuk menjadi buzzer itu tidak gratis lho. Ada yang harus kita keluarkan untuk sesuatu yang akan kita dapatkan (materi). Kalau input yang kita dapatkan lebih besar kenapa tidak ya???

Lain cerita untuk tulisan yang saya buat. Sehari sebelum deadline saya sudah mengirim tulisan saya ke teman blogger tadi, tapi apa yang terjadi? Tulisan saya tidak sesuai dengan pesanan. Sayangnya lagi, sangat bertolak belakang dengan permintaan brand.

Untung banget, blogger senior yang menghandle saya itu sangat baik hati. Beliau membimbing saya secara panjang lebar lewat inbox FB. Setelah saya edit, saya ajukan lagi tulisan tersebut, ternyata masih kurang sesuai. Akhirnya saya beranikan diri untuk merombak tulisan saya secara habis-habisan.

Alhamdulillah, tulisan saya itu lolos. Ini semua karena dukungan dan pelajaran kilat dari blogger senior yang belum lama saya kenal. Terima kasih Mbak, atas ilmunya. Kilat tapi sangat bermakna bagi saya. Semoga Allah selalu membukakan rejeki Mbak.

Buat teman-teman yang belum pernah jadi buzzer, misal ada kesempatan jangan pernah takut untuk mencoba. Karena dengan mencoba kita bisa sambil belajar. Oya, jangan lupa sering nengokin FB milik Digital Active, di sana sering ada tawaran serupa!