Rabu, 17 Juni 2015

Ke Mana Anaknya?

Assalamualaikum.

Setelah berkali-kali membujuk ibu untuk periksa ke dokter, akhirnya sore kemarin ibu mau juga untuk periksa. Sepele sih, hanya sakit ringan, batuk, pilek. Tapi kalau tidak diperiksa dengan segera takutnya jadi sepolo (semakin parah).

Saat sampai di tempat dokter, kami pun duduk setelah mendaftar dan tinggal nunggu panggilan. Tak berselang lama keluar laki-laki paruh baya yang dipapah oleh dokter. Ia begitu kesulitan berjalan. Kakinya bengkak. Sekilas saya mengenalinya. Ia adalah mantan kepala sekolah di SD daerah pelosok sana. Biasanya ia kalau ke mana-mana dengan istri barunya (istrinya yang pertama meninggal). Ini kenapa sendirian? Dalam keadaan seperti itu pula. Yang ada pasien lain langsung bertanya, “Ke mana anaknya?”

Laki-laki paruh baya itu hanya menjawab lirih, “Di Jakarta.” Sedangkan anak dari istri barunya, perempuan, itu pun agak kurang sehat mentalnya, maaf. Melihat kejadian ini saya merasa miris sekaligus bersyukur. Saya masih bisa mengantarkan ibu saat ibu sedang sakit seperti ini. Saya ada di sisi ibu saat ibu membutuhkan saya. Meskipun kadang saya juga mengeluh capek. Hikss...Maafkan.

Sumber gambar di SINI
Nah, nasib laki-laki tua itu? Punya anak banyak akan tetapi semua jauh dari dirinya. Memprihatinkan bukan? Tak bermaksud menyalahkan siapa-siapa. Karena hidup ini adalah pilihan. Bisa jadi laki-laki tua itu memilih untuk menikmati hari tuanya bersama sang istri saja dan tak ngin merepotkan anak-anaknya yang merantau ke ibukota. Ia tak ingin membuat anak-anaknya khawatir. Makanya saat ia sakit seperti ini tidak cerita ke anak-anaknya. Atau ada cerita lain? Ah, sudahlah.

Di saat semua pasien sibuk dengan dugaan masing-masing. Laki-laki tua itu keluar hendak pulang dengan dipapah pasien lain. Saat hendak mengenakan sandalnya, ia kesulitan. Ibu yang tak tega segera membantunya. Pasien lain pun turut mengikuti langkah laki-laki paruh baya itu.

“Bapak yakin bisa naik motor sendiri? Kita antar saja, Pak.” Pinta pengantar pasien yang ada di sana.

“Bisa.” Dengan tertatih ia menghidupkan motor. Ia meninggakan kami dengan perasaan iba yang serta merta muncul dari dalam diri kami. Pertanyaannya masih sama, “Ke mana Anaknya?”.

Ya Allah, betapa meruginya jika kami menyia-nyiakan kesempatan untuk membahagiakan orang tua yang selama ini memperjuangkan kehidupan kami. Kami memang wajib bersyukur masih bisa mendampingi mereka, mengawal mereka, dan selalu berharap bisa membahagiakan mereka hingga akhir hayat. Aamiin ya Allah. *pelukbapakibuk*

Yang jauh dari orangtua, sudahkah Anda menanyakan kabar mereka hari ini?-pertanyaan ini sering muncul dulu, saat saya menjadi anak kos.

18 komentar:

  1. Alhamdulillah kemarin sudah mengunjunginya ^_^

    BalasHapus
  2. T_T menyentuh sekali ini maaak
    Iya seringkali kita lupa untuk telpon sekedar menanyakan kabar pada ortu hiks hiks

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yuk jangan sampai lupa memberi kabar ke orang tua Mak :D

      Hapus
  3. Alhamdulillah selleau diberi kemudahan untuk telpon. Pengennya si, skype, tapi Bapak Ibu bilang katanya susah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ya Mbak, saat ini media sosial sudah banyak banget jadi lebih memudahkan kita untuk berkomunikasi.

      Hapus
  4. Mbak, aku jadi sediiihh.. walaupun tiap hari aku sms an sama Ibu.. tapi kadang nggak nanya kabaarr :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya, tiap hari SMS itu sudah sangat cukup Mbak.
      Cup cup cup....jangan sedih.

      Hapus
  5. Jadi ingat Bapak yang sekarang tinggal sendiri di kampung...duh jadi sedih, nggak bisa sering2 nengokin beliau.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau ada kesempatan disempatin jenguk bapak yuk Mbak!

      Hapus
  6. aamiin.. bersyukurlah yang masih memiliki orang tua, karena masih diberi kesempatan oleh Allah untuk membahagiakan mereka..

    semoga ayah-ibu ku bahagia di sisiNYA.. aamiin ya Allah.. aamiin

    BalasHapus
  7. Terharu bacanya.. ingat ortu almarhum, beliau-beliau tidak mau merepotkan anaknya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak, orangtua selalu seperti itu ya Mbak.

      Hapus
  8. brebess mili deh* tau kalo ada kejadian miris gitu. Hampir sama disini, nenek renta jalan tersungkuk2 bawa kayu berat, kemana aja anak/menantunya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah kan ada juga peristiwa lain yang bisa buat kit tercengang.

      Hapus
  9. Heemm. Miris bacanya Mbak. Memang bener ya istilah ini, satu orang tua bisa menjaga 10 anak, tapi 10 anak belum tentu bisa menjaga satu orang tua. Mudah2n kita termasuk anak yg selalu ada buat orang tua ya Mbak ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin Mbak.
      Semoga selalu diberi kesehatan.

      Hapus