Rabu, 01 Juli 2015

Kecelakaan!


Assalamualaikum.

(Minggu, 28/6/2015)
Sssrrrtttt.........!!!! terdengar sesuatu dari belakang. Ah, itu suara ban yang sedang direm. Kecelakaan! Motor itu akan menabrak saya. Bukan saya, tapi kami. Ya Allah...Ya Allah....lindungi kami. Tangan kiri saya memegang perut dan yang kiri berpegangan pada suami. Tak berani menoleh. Takut. Pasrah.

Braaaaakkk!!! Mobil dari arah depan datang dengan cepatnya. Braaakkk!!!!

“Allahuakbar! Allahuakbar!! Ya Allah...Ya Allah...”

Darah segar mengucur.

“Berhenti, Bi!”

Di depan kami sudah ada laki-laki muda yang terpental dari motornya. Saya memegangi perut saya yang agak mengencang. Mengelusnya dan memastikan semua baik-baik saja.

“Alhamdulilah...Kita selamat, Nak.” Bisik saya kepada jabang bayi dalam perut saya. Kami lolos lagi dari kecelakaan. Motor dari belakang saya meluncur ke arah kanan kami, bukan tepat di belakang kami.

*** 

Saat usia kehamilan saya masih tiga bulan, saya masih lincah beraktivitas. Ke mana-mana sendiri, naik motor. Seperti siang itu, saya mengantarkan sepupu ke bank. Sebelum berangkat, ibu selalu mengingatkan, “Jangan lupa bawa gunting (semacam ubo rampe ala orang Jawa untuk ibu hamil)! Bismillah juga.”

“Iya, Bu.”

Selesai dari bank, kami pun langsung pulang. Tak mampir ke mana-mana. Motor pun saya lajukan dengan santai sambil sesekali mengobrol ringan *yang terakhir jangan ditiru ya*.

Kira-kira 3 km sebelum sampai rumah, ada anak sekolah berbaju putih abu-abu menyalip saya dan pengendara depan saya. Tiba-tiba, anak sekolah tadi belok ke kiri tanpa menyalakan riting.

Braakk!!

Saya oleng, sebisa mungkin berusaha menghindari pengendara depan saya yang terjatuh. Banting stir ke kanan dan alhamdulillah saya dan sepupu selamat.

Anak sekolah tadi hanya melongo. Ingin rasanya saya turun dan memarahinya. Tapi merasakan ada sesuatu yang aneh di perut saya, keputusan untuk cepat sampai rumah menjadi prioritas.

Jabang bayi saya kaget. Perut saya rasanya kencang sekali. Ibu dengan sigap membuatkan sawanan dan mengoleskannya di beberapa bagian tubuh saya, termasuk bagian perut.

“Lain kali hati-hati. Kamu itu bawa nyawa dua. Kamu dan jabang bayimu.” Terang ibu.

“Iya, Bu.”

Saya lolos lagi dari kecelakaan.

*** 

Lagi-lagi saya mengalami kecelakaan! Pas usia kehamilan 4 bulan, tepatnya saat pulang dari kondangan pernikahan teman kuliah, di Kudus, suami melajukan motor dengan santai. Suami tahu dia membawa orang yang dicintainya. Apalagi bakal buah cintanya dengan saya. *Cieeeee*

Saat itu sekitar pukul 16.30 WIB. Sekitar 2 km dari rumah, ada bubaran rombongan anak-anak yang pulang dari sekolah TPQ.

“Pelan-pelan saja, Bi. Ada banyak anak-anak.” pesan saya ke suami.

Baru mulut saya menutup, tahu-tahu dari arah kanan (seberang jalan) ada anak perempuan yang menyeberang jalan tanpa melihat ke belakang ada motor atau tidak. Otomatis suami dengan sigap menginjak rem sangat dalam agar tidak menabrak anak tersebut. Tapi sayangnya, braaaak!!!!

Bokong sepeda anak itu tetap kena motor yang kami tumpangi. Saya yang kaget karena suami mengerem mendadak tiba-tiba merosot jatuh ke arah kanan. Untung saja saya masih bisa menyeimbangkan tubuh saya sehingga tidak tersungkur dan masih bisa setengah berdiri.

Orang sekitar yang melihat kejadian itu malah marah, “Oalah nduk...nduk, kalau nyebrang lihat-lihat dulu. Jangan langsung ngeloyor gitu. Untung saja nggak papa.”

“Ummi nggak papa?”

“Agak kaget. Kenceng perutnya.” jawab saya sambil memegangi perut.

Warga sekitar mendatangi saya menawari istirahat sejenak di rumahnya dan memberikan minum. Saya hanya mengucapkan terima kasih, saya sudah membawa minum sendiri di tas dan memilih melanjutkan perjalanan untuk pulang saja.

*** 

Dari beberapa kecelakaan yang saya alami, saya jadi heran. Apakah nyawa saya seperti nyawa kucing yang katanya tujuh kali lipat? Hihihi. Tak pernah terpikirkan oleh saya kalau seandainya saja sampai saya terluka atau malah terluka parah.  

Takdir Allah tetaplah yang utama. Kalau Allah berkehendak semua pasti terjadi. Tak kenal sudah atau belum membaca basmallah sebelum pergi. Tak kenal pula saya membawa uba rampe berupa gunting (mitosnya bisa ngusir setan-setan jahat) atau tidak.

Bersyukur adalah langkah yang tepat. Bersyukur atas kesempatan lebih yang diberikan Allah. Ya, benar kata orang-orang di luar sana, bahwa hidup di dunia yang penuh misteri ini hanyalah singkat. Kita tak akan pernah tahu apa yang akan terjadi kemudian.

12 komentar:

  1. Waduuhh, hati2 ya Mbak. Ngeri2 gimana gt kalo liat bumil motoran sendiri. Semoga selalu dalam lindungan Allah ya Mbak, aamiin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin, Iya Mbak, tapi mau bagaimana lagi masak mau nunggu suami dulu kalau mau pergi-pergi.

      Hapus
  2. Semoga selalu dalam lindungan Allah. Amiin.

    BalasHapus
  3. Alhamdulillah, berkat sang cabang bayi, Mbak Ika selalu dalam lindungannya. Salah satu rejeki yang patut disyukuri.

    BalasHapus
  4. Ya Allah mba, lecelakaan berkali2 pas hamil. Alhamdulillah gpp tapi kan yaa... Bojoku klo mbonceng aku malah suka lupa klo lg hamil, ttp aja grasak grusuk, tp ya Alhamdulillah jg gpp si. Cuma akunya pasti sewot2 :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Perempuan emang gitu Mbak ya di mana-mana, mulutnya selalu nomor satu. Hihihi

      Hapus
  5. Qodarulloh,alhamdulillah g sampe kenapa2 mbak...kadang kita udah hati2,orang lain yang kurang mawas diri..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul banget Mbak. Takdir Allah lah yang harus kita jadikan pedoman.

      Hapus
  6. Syukurlah mbak Ika, slalu dilindungi Tuhan yaa, ati2 yaaa dijaga debaynya.

    BalasHapus