Sabtu, 26 Desember 2015

Belajar Ikhlas Menjadi Ibu Menyusui yang Bekerja

Assalamualaikum.

Saya pernah menulis sebuah postingan dengan judul “Mengapa Bumil Harus Bahagia?”. Benar adanya jika ibu hamil itu harus bahagia, akan tetapi harus kita ketahui pula bahwa tak hanya ibu hamil yang harus bahagia, pun ibu menyusui. Tidak sadarnya saya akan hal itu, hampir saja saya jejali Ghifa dengan susu formula. Ya, saya hampir menyerah untuk memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan pertama.
12 September 2015 lalu dia menghirup udara dunia ini

Cerita itu berawal saat saya hendak kembali bekerja setelah sebulan cuti pasca melahirkan. Kali pertama saya mengenakan seragam mengajar, rasanya hati saya sudah tak rela meninggalkan Ghifa di rumah dengan pengawasan neneknya saja. Maju-mundur-maju-mundur *tapi tak cantik ya* saya berkeingin resign dari mengajar. Saya ingin momong Ghifa saja di rumah. Akan tetapi, setelah diperhitungkan dari A sampai Z jatuh pada pilihan saya harus tetap bekerja. Anak didik saya menunggu di kelas.


Sebelumnya, semenjak dua hari melahirkan saya sudah memompa ASI untuk stok ASIP Ghifa saat saya bekerja. Freezer pun telah penuh. Tenang pikiran saya. Semenjak usia 8 hari pun, Ghifa sudah saya latih minum ASIP dengan media ternyaman baginya, yaitu dot. Paling tidak sehari sekali saya latih Ghifa untuk minum ASIP dengan dot agar saat saya tinggal tidak kaget.


Hari pertama kembali bekerja (26 Oktober 2015) pun tiba. Dengan berat hati saya berangkat ke sekolah. Di sana saya disambut oleh rekan kerja dan tentunya anak didik saya dengan mata yang berbinar-binar. Saya tahu mereka rindu kepada saya *PD banget*. Sayang, saat itu hati saya masih tertinggal di rumah bersama Ghifa.

Tak Ikhlas = ASIP Ghifa Ludes

Hari pertama mengajar terlewati. Badan rasanya remuk redam. Hati rasanya capeeek sekali. Ditambah lagi harus menghadapi anak-anak yang kembali ‘liar’ setelah saya tinggal cuti hamil dan melahirkan. Seakan mulai dari nol lagi untuk dapat mengendalikan mereka. Iya, saya sangat lelah. Keinginan untuk resign kembali muncul. Terlebih saat memandangi wajah Ghifa. Tak tega. Merasa bersalah. Tapi lagi-lagi keluarga menguatkan saya.

Saat itu tak ada ungkapan “pucuk dicinta ulam pun tiba”. Keluarga selalu menguatkan saya sedangkan saya sendiri menutup diri dan bersikukuh untuk resign kerja demi mengurus Ghifa sendiri.

Hari demi hari saya lalui dengan terpaksa. Setengah hari di sekolah, kemudian saat tiba di rumah saya langsung pompa ASI kemudian megang Ghifa. Sampai akhirnya, ibu saya, nenek Ghifa bercerita,

“Stok ASIP Ghifa makin menipis. Kira-kira cukup nggak ya nanti?”

Seperti tersambar petir disiang bolong. Nggak tahu kenapa hati saya saat itu sangat sensitif. Mendengar kata-kata ibu seperti itu layaknya diremehkan kalau saya tak sanggup memberikan ASI eksklusif untuk Ghifa. Saya tersinggung.

‘Salah siapa saya mau resign tak boleh?? Kalau saya resign pasti tak seperti itu keadaannya. ASI Ghifa akan cukup.’

Tak tahu apa yang ada dalam pikiran saya saat itu. Adanya hanya perasaan disalahkan. Telunjuk orang di sekitar saya seakan menuding tepat ke muka saya. Seakan saya ini tak sanggup memberikan ASI kepada Ghifa. Saya gagal, gagal, dan sangat gagal. Saya begitu marah. Kepada siapa? Pada diri saya sendiri. Kecewaa sekali. Kenapa ASI saya makin hari keluarnya makin sedikit?


Sebenarnya, sebelum ibu bercerita seperti itu, saya pun sudah menyadari kalau ASIP Ghifa semakin berkurang. Saya pikir itu karena jadwal pompa saya yang semakin berkurang. Dulu pas masih cuti kan setiap dua jam sekali memompa ASI, nah saat sudah kembali bekerja setengah hari saya di sekolah. Bisa pompa ASI saat sudah pulang sekolah. Itupun hanya dapat sebotol saja. Tak sedanding dengan kebutuhan Ghifa.

Sampai pada hari yang begitu saya benci hingga sekarang. Hari saat stok ASIP Ghifa ludes. Tak tersisa sedikitpun. Ghifa meraung sejadi-jadinya. Dia lapar.

Tak Ikhlas = Ghifa Tak Mau Nyusu

Ibu saya memberikan solusi, “ASI mu tak mau keluar, jalan satu-satunya Ghifa harus diberi susu formula. Kalau tidak anamu nanti tidak mau tidur.”

“Tidak!!!”

Saya menolak saran dari ibu. Saya tak mau Ghifa mencicipi susu formula sedikit pun. Tapi di lain sisi, Ghifa terus menangis minta nenen. Saat didekatkan ke payudara saya, dia hisap kemudian lepas lagi. Seperti tak ada ASI yang keluar. Atau mungkin dia merasa kalau saya, ibunya sedang stres! Mencoba lagi, lagi, dia semakin meronta. Saya ikutan menangis, tersedu. Menyalahkan keadaan, kenapa seperti ini? Astagfirullah. Saya berlari mengasingkan diri di kamar.

“Abi tahu, Ummi lelah bekerja. Maafkan Abi karena tak bisa meminta Ummi untuk resign bekerja (suami mencium tangan dan kening saya-saya menangis-suami memeluk saya erat). Tapi tahukah Ummi penyebab ASI Ummi makin hari makin berkurang? Sesungguhnya bukan karena Ummi bekerja, tapi karena rasa ikhlas, Mi.”

Ya, benar kata suami saya. Saya memang tidak ikhlas menjalani peran saya sebagai ibu menyusui yang bekerja. Saya terlalu egois. Saya terlalu sok ingin menjadi ibu yang perfect bagi Ghifa. Saya mengabaikan anak didik saya yang bergantung kepada saya.

“Percayalah, Mi. Ikhlaskan saja Ghifa di rumah bersama ibu. Ummi fokus di sekolah. Ingatlah selalu, saat Ummi memberikan yang terbaik untuk anak didik Ummi, maka percayalah Allah akan memberikan yang terbaik pula untuk Ghifa.”

Mendengar nasihat suami, tangis saya pecah sejadi-jadinya. Benar, benar, memang benar adanya. Saya harus ikhlas menitipkan Ghifa kepada ibu dan percaya bahwa Allah akan memberikan yang terbaik untuk Ghifa. Saya ini ibu yang spesial. Ibu bagi Ghifa dan juga ibu bagi anak didik saya di sekolah. Tak semua wanita memiliki kesempatan yang sama seperti saya.

Apa yang saya lakukan??


Hati saya sedikit tenang. Saya keluar kamar dan mengambil air wudhu. Bersujud kepada-Nya. Memohon jika memang Ghifa harus merasakan susu formula, saya ikhlas. Saya juga memohon masih ingin tetap memberikan ASI eksklusif untuk Ghifa. Jika Allah mengijinkan.

Lepas sholat, saya buatkan Ghifa susu formula kado dari ibu bidan saat melahirkan dulu. Tapi apa? Ternyata dia tak mau. Entah kekuatan dari mana, saya coba sodorkan payudara saya. Mulut mungilnya mulai menghisap puting saya yang merah jambu karena terlalu sering di pompa. Dilepas. Kemudian ia mencarilagi. Dan..air mata saya tumpah. ASI saya keluar lagi. Ghifa bisa merasakan kembali ASI saya. Bersyukur dan berkali menyebut Allahuakbar.

“Terima kasih ya Allah, Kau telah kabulkan doa saya begitu cepat.”

Ya Allah ternyata saya memang harus ikhlas agar ASI saya kembali. Saya ciumi Ghifa berkali-kali. Membisikkan kalimat cinta untuknya.

“Terima kasih sayang, karenamu Ummi belajar ikhlas.”

***

Ibu menyusui yang bekerja tak hanya saya. Di luar sana banyak. Mereka pun pasti memiliki perasaan yang sama seperti saya, merasa bersalah saat meninggalkan darah dagingnya sendiri. Tapi di lain sisi, saya juga harus tahu bahwa ibu menyusui wajib ikhlas atas segala profesi dan kegiatan yang dimiliki. Karena dengan ikhlas ibu menyusui akan bahagia. Kalau bahagia, hati nyaman, tenang, ASI pun akan keluar dengan derasnya. Terlebih lagi bayi kita juga akan merasa nyaman saat berada di pelukan kita.

Itulah cerita pengalaman saya berkaitan dengan ibu dan ASI. Saat ini Ghifa telah berusia 3 bulan 14 hari. Dia tumbuh menjadi anak yang aktif dan suka sekali berceloteh ah uh ah uh heeh oha ckckck. Jari tangannya mulai aktif memegang benda di sekitarnya, kakinya sudah kuat loncat-loncat. Dia pun jarang sekali rewel.

Semua itu salah satu faktor penunjangnya karena kebutuhan ASI-nya terpenuhi. Seperti kemarin, saat saya mengajak Ghifa ke acara pengajian dalam rangka memperingati hari Maulid Nabi Muhammad SAW, banyak ibu-ibu heran melihat Ghifa yang tak rewel sedikitpun sepanjang acara.

Ya pasti nggak rewel. Selain mengenali tanda-tanda Ghifa yang sudah lapar, saya pun tak segan untuk menyusui Ghifa di tempat umum. Kenapa? Karena saya mengenakan baju khusus baju ibu menyusui.

Ihh, kalau dulu pas masih lajang saat hunting baju ke toko-toko sampai puyeng cari model yang pas. Sekarang setelah punya Ghifa gimana? Hihihi....sama saja sih. Jadi, banyak buang waktu banget. Belum lagi kalau harus gendong Ghifa bisa gempor nih pundak. Hihihi...

Solusi cerdasnya biar tetap bisa belanja baju ibu menyusui tanpa harus gempor gendong Ghifa ya dengan online shop. Yang gerak cuma mata dan jari. Sejauh ini untuk baju ibu menyusui khusus yang berhijab saya suka sekali karya-karya desainer yang ada ditawarkan di HiJup.com.

sumber di SINI
Qiana Blouse breastfeeding by Jenahara
Alasannya simpel sih, saya itu anti banget kalau setelah nikah dibilang tua. Euy, saya masih 23 tahun! Jadi, saya perhatikan betul apa yang saya kenakan. Ya, meskipun sudah punya Ghifa, tetap dong tampil modis. Hihihi... Tapi tetap dong ASI nomor satu.

Kalau Anda punya cerita apa tentang menyusui?

14 komentar:

  1. Barakallah Mba Ika.. semoga berkah jd busui yg bekerja :)

    Semangaat!!

    BalasHapus
  2. Aq jg pernah mengalami dilema soal ibu menyusui yg bekerja di luar rumah ini mbs :) alhamdulillah semua berjalan lancar

    BalasHapus
  3. Mudah2an lancar terus asinya mbak. Sekalian coba dilatih minum dr media selain dot. Saya paham betapa sulit menggunakan media lain, cuma karena pernah pengalaman merasakan efek dot.

    BalasHapus
  4. Ghifa ndut dan sehat yaaa. Semangat Ika, mbakku juga menyusui dan bekerja. Tapi salut deh sebelum berangkat macem2 keperluan bayinya udah dia siapkan, biar ga terlalu merepotkan yg dititipi.

    BalasHapus
  5. Semangat ASI ya Mba'.. 🙌

    BalasHapus
  6. Semoga Asi nya lancar terus. Semangat Mba Ika.
    Pipi ade Ghifa tembem, gemas, pengin nowel.

    BalasHapus
  7. Memang melelahkan pastinya bekerja sambil menyusui. Dua adikku yg bekerja pun akhirnya gagal ngasih ASI sampai 6 bulan, hiks.. Semoga mbak Ika sukses menyusuinya yaa.. Tulisannya harus dibaca ibu2 bekerja yang menyusui.

    BalasHapus
  8. Pipinya Ghifa gembil, lucuuu. Jadin pengen towel2 hihihi!
    Semangat Mbak Ika, in shaa Allah semua bakal dimaudahkan dengan keikhlasan Mbak Ika. Gudluck kontesnya ya Mbak ^_^

    BalasHapus
  9. semangat terus memberikan ASInya ya

    BalasHapus
  10. Semoga semangat dan lancar ya menyusui hingga ASIX dan dlanjutkan dengan MPASI. Makin semangat juga menyusui hingga dua tahun. InsyaAllah manfaatnya luar biasa :)

    BalasHapus
  11. Pipinya itu looh, hehee yang penting ikhlas ya Mbak, TFS

    BalasHapus
  12. Duhhh gemes liat Ghifa. Semoga kalo udah menikah nanti,saya bisa seperti Mba ya.

    BalasHapus
  13. Subhanallah. Tidak mudah memang ya menjalankan 2 peran sekaligus. Tetap semangat menyusui mbak hingga saatnya menyapih.

    BalasHapus