Rabu, 26 Juli 2017

Buku Ini yang Membuatku Bertahan Menjadi Guru Hingga Sekarang


Bagiku, buku itu mahal. Tak dapat membelinya, perpustakaan kampus jadi tempat yang setiap hari ku jamah sebelum kembali ke kos. Berbagai macam buku kubaca. Paling favorit adalah buku berbau kisah inspiratif atau motivasi yang memenuhi daftar kartu anggotaku. 

Saat Mbak Vita dan Mbak Anita, member Gandjel Rel, melempar tema tentang buku favorit di arisan blog ke 7 ini, aku langsung teringat dengan satu buku berjudul "Indonesia Mengajar".

Sumber gambar: goodreads.com
Sekarang ini, pasti tak asing lagi ya dengan program Indonesia Mengajar ini? Eh, masih ada nggak sih? Atau diganti sama program Kelas Inspirasi itu ya? Dulu, pas tahun 2011, awal-awal buku ini terbit, buku ini laris banget. Sama halnya di perpustakaan kampusku.

Mau pinjam buku ini saja sampai harus nge-cup (pesan) dulu. Berhubung aku dekat dengan penjaga perpustakaan (karena keseringan apel sampai hapal, hihi), jadi bisa baca buku ini tanpa antre lama.

Pas, kebetulan atau ndelalahe, buku ini kok seperti obat untukku. Menenangkan dan menyembuhkan.

Saat itu aku sedang galau antara mau melanjutkan kuliahku yang baru dapat 2 semester ini atau berhenti dan mendaftar ulang untuk jurusan lain. Jurusan PGSD ini memang pilihan kedua orangtuaku. Bagi mereka menjadi guru itu adalah profesi yang terhormat. Tapi bagiku? Aku ingin jadi psikolog anak kalau tidak ya ambil jurusan Bahasa Indonesia atau sebangsanya karena aku ingin jadi jurnalis.


Bagai dapat guyuran air di tengah padang pasir, di buku Indonesia Mengajar ini aku dibikin melongo dan merasa jadi orang yang nggak punya rasa syukur.

Pertama, mereka (Pengajar Muda, mahasiswa lulusan S1 yang mengajar di SD pelosok negeri selama 1 tahun pembelajaran) yang bergelimpangan kemudahan hidup, baik materi ataupun teknologi, rela mengabdi di negeri Indonesia tercinta ini. Menjalani kehidupan yang asing, terpencil, serba sulit, ah, sangat mengharukan. Dua jempol untuk mereka.

Dengan apiknya mereka menceritakan kehidupannya di pelosok sana. Apa adanya. Hatiku terenyuh. Terlebih lagi mereka tak datang dengan pendidikan sebagai guru tapi mampu menggaet hati anak-anak. Bahkan sangat dinanti-nantikan kehadirannya.

Lha aku? Dididik dengan pasti untuk menjadi guru. Mempelajari dengan pasti ilmunya. Didukung penuh oleh orangtua. Malah...


Kedua, semua anak di negeri ini berhak mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya dan berhak dididik oleh guru-guru yang berkompeten. Tak ada yang ingin di-anak tirikan hanya karena keberadaanya di suatu tempat. Tak banyak orang yang tergerak ingin menjadi guru di daerah terpencil. Kalaupun ada, pasti 100 banding 1, dan apabila dijanjikan menjadi PNS, nanti setelah sekian tahun minta pindah ke kota. Masih seperti itukah? Bagaimana nasib mereka? Semoga ada titik terang soal ini.

Hatiku merasa berontak. Ingin melakukan sesuatu. Gemes dengan semua kenyataan yang ada.

Sejak membaca buku itu, aku berjanji dengan diriku sendiri nantinya ingin menjadi bagian dari Indonesia Mengajar, Pengajar Muda. Sayang, hal itu tak tercapai lantaran tak dapat restu lagi dari orangtuaku. Mereka tak sampai hati membiarkan anak semata wayangnya harus hidup di pelosok negeri tercinta ini.

Sumber: https://tsirakakhadze.wordpress.com
"Kalaupun aku tak bisa menjadi Pengajar Muda, ijinkan aku mengajar di desa saja, Ya Allah."

Ku pikir, dulu, menjadi guru di kota itu biasa. Banyak sekali kemudahan baik dari fasilitas dan perhatian orangtua murid. Semua orang maunya juga jadi guru di kota. Lha aku, yang masih unyu-unyu, tak punya pengalaman, ingin ngabdi di desa dengan segala kekurangannya.

Padahal sekarang setelah tahu dan punya sedikit pengalaman, jadi guru di kota dan di desa sama-sama punya kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Hihi.

Ya, kenyataannya, Allah mendengar doaku. Sudah 3 tahun aku menyandang status guru di SD yang terletak di desa jauh dari kecamatan. Ehm, jarak tempuh dari rumahku sih hanya 30 menit. Jalannya sudah bagus, meskipun yang masuk desanya masih becek kalau pas hujan turun. Motor yang awalnya kinclong habis dicuci, jadi kotor semua. Ha-ha-ha. Ini mah belum ada apa-apanya ya kalau dibandingkan dengan cerita Pengajar Muda yang harus menempuh jalanan penuh lumpur dan luasnya lautan dengan perahu ketinting.


Yah, aku jadi sadar betul sih kalau setiap guru, di pelosok negeri, desa, atau di kota punya cerita suka dukanya sendiri. Tak perlu lah iri dengan nasib guru lain. Mau mereka PNS/honorer, bersertifikasi/dapat honda (honorer daerah), bermobil/jalan kaki, itulah jalan hidup yang harus dipilih. Mau, ya lanjut, ngeluh? Ya jangan terus-terusan. Hihihi. *Kadang aku juga khilaf* Terpenting sekarang, aku hanya ingin menjadi guru yang dirindukan oleh murid-murid ku. Itu saja sudah cukup.

Namanya manusia ya, ada kalanya galau sama pilihan hidup. Seringnya kalau pas galau ini melanda, aku sering sharing sama Abi. Kalau pas lagi pengen menikmatinya sendiri ya dengan baca-baca buku, atau BW cari cerita-cerita inspiratif. Di rumah masih ada buku-buku semacam Indonesia Mengajar ini. Tapi, yang paling kena di hati ya buku tersebut.

Pas ada bazar buku di Ngasirah, Kudus, aku akhirnya beli buku Indonesia Mengajar itu lho. Padahal aku sudah katam membacanya. Karena sudah jatuh cinta ya tetap ku beli. Sayang, sekarang bukunya entah ke mana. Seingatku buku itu dipinjam sama adik kelasku. Lupa kali ya belum dikembalikan. Atau aku yang lupa nagih? Ha-ha-ha.


Kamu punya buku atau pernah baca buku tentang kisah guru juga? Mau dong dibisikin. Siapa tahu aku tertarik juga.

28 komentar:

  1. Sempat dulu mau daftar IM, tapi nggak dibolehin sama ibuk. Khawatir kalau dapat di pelosok banget nanti komunikasinya gimana. Belum keamanannya. Alhasil ga jadi. Hehe

    Salut sama teman-teman IM & orang tuanya yang memberikan ijin. Penasaran juga, sekarang masih ga ya IM?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ternyata masih, Mbak. Barusan aku lihat link pendaftarannya masih dibuka bulan ini.

      Hapus
  2. Wah tetap berbagi ilmu dengan anak anak mbak, guru mah sabar pisan, dan baik, bener pahlawan tanpa tanda jasa 👍😊

    BalasHapus
  3. Aku suka buku2nya Munif Chatib. Sekolahnya Manusia, Gurunya Manusia dan Orangtuanya Manusia. Bagus Mi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tak catat, Mbak. Moga ada rezeki untuk membelinya.

      Hapus
  4. Saluttt buat mbak Ika...👍👍 tetap semangattt yaaa...😘

    IM masih ada mbak....dan masih memberi kesempatan untuk anak2 negeri yang mau berbagi di pelosok negeri.

    Kelas Inspirasi juga masih ada, kalo KI memberi kesempatan kepada para profesional untuk mau berbagi ttg profesinya di SD/MI.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah, Mbak Inung, aku ini masih harus berjuang melawan kegalauan. Wkwkwk.

      Iya, semalem Nemu link pendaftaran IM di FB. Semoga sukses selalu nih program.

      Kalo KI, mau dong SD ku didatangi juga.

      Hapus
  5. Wah aku belum pernah baca bukunya Mbak. Buku tentang kisah guru? hemm.. kalo Laskar Pelangi itu ada guru yang sangat inspiratif ya Mbak.

    Yang bener2 kuingat malah kisah tentang guru Si Umar Bakrie nya Iwan Fals. Perjuangan guru memang luar biasa, paham sekali karena ibuku juga mantan guru SD selama 32 tahun Mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Laskar Pelangi, Anak Rantau, itu bagus2 juga, Mbak. Karya A. Fuadi kan ya.

      Kalo aku pernah juga baca buku tentang guru yang Bukan Umar Bakrie, Mbak. Jadi, isinya tentang bagaimana agar jadi guru yang tidak kekurangan secara finansial.

      Hapus
  6. Keren kutipan yg house without Windows, mampir k blog y

    BalasHapus
  7. Saya juga udah 3x ikutan KI, mbak. Sehari cuti, seumur hidup menginspirasi. Hidup KI!

    BalasHapus
  8. Sejak pindahan saya juga jadi ga tau buku2 koleksi pada kemana. Parahnya lupa buku saya apa aja ya... Hahaha.

    BalasHapus
  9. Buku yang baik, memang bisa memberi pencerahan begini ya Mbak. Aku juga punya sebuah buku yang jadi titik balik. Dan hebatnya, itu buku gratisan dalam bentuk ebook. Semoga oenulsnya beroleh rahmat dari Gusti Allah.

    Btw, akhirnya dapet dua-duanya, to? Jadi guru kelakon, eh jadi jurnalis juga meski dalam bentuk citizen journalist, as blogger.

    BalasHapus
  10. Guru profesi yang paling kukagumi. Ortu dan keempat kakakku juga guru. Terus semangat menjadi pendidik untuk anak Indonesia ya, Mbak. Meski belum pernah baca buku Indonesia Mengajar, saya sudah banyak baca dan nonton liputannya di media. Dan sangat salut dengan programnya. Trims ceritanya Mbak, salam kenal yaa:)

    BalasHapus
  11. Semangaaatt..selalu menjadi cahayaa bagi mereka yaaa...♥ tetap berbagi dengan kami-kami

    BalasHapus
  12. selalu salut dengan orang2 yang mengabdi di pelosok2.. ga semua orang bisa melakukan hal yang sama :)

    program IM ini emang bagus banget ya, kalau dikesehatan namanya nusantara sehat :)

    BalasHapus
  13. keren, jarang banget yang siap sedia menjadi guru di pedalaman. kecuali karena penempatan. bukunya juga bagus, seperti kisah lain dari laskar pelangi. bahwa masih banyak bu muslimah - bu muslimah lainnya di negeri ini

    BalasHapus
  14. Saluuut mba, ahh jadi guru SD itu memang warbyasak. Dan hampir smwa orang selalu inget sama guru SDny..

    BalasHapus
  15. wahhh keren, tetap semangat ya Mb Ika ^^ sama kayak kakak sepupu aku, di tempatkan di pedalaman juga (jepara) tapi semua berjalan dengan baik kalau sabar dan ikhlas

    BalasHapus
  16. Allah selalu punya cara yaa mbk buat nunjukkin jalan terbaikNya..

    Semoga cita2nya mb ika tercapai, menjadi guru yg selalu ada di hati murid2 nya..Aamiin

    BalasHapus
  17. Mbak Ika, semoga tetap sehat dan semangat menjadi jalan berkah buat murid-muridnya lewat ilmu. :)

    BalasHapus
  18. Jadi guru yg selalu dirindu.. Ah begitu sederhana tampaknya ya mba, tp butuh keikhlasan & komitmen yg luar biasa. Semoga ilmu yg dibagikan bs jd amal sholeh.. Semangat bu guru!

    Saya suka baca, tp dipikir2 kok malah jarang pilih buku dgn tema guru & mengajar ya..hihii. Kudu cari nih buat nambah koleksi :)

    BalasHapus
  19. indonesia mengajar yach.. aku baca itu di toko buku dan kepincut!!

    BalasHapus
  20. Aku slalu salut ama orang2 pengajar yg ikhlas banget ngajar di tempat2 terpencil seperti itu. Bayarannya ga seberapa, tp masih mau mengjarkan anak2 yg memang butuh pendidikan. Selalu berdoa, semoga infrastruktur di indonesia bisa cepet merata sampe pelosok, jd anak2 dan para pengajar bisa belajar dgn lbh tenang dan gampang seperti anak2 di kota.

    Cerita ttg guru yg aku paling suka ya laskar pelangi mba :p. Memang bukan sepenuhnya soal guru sih, tp kan diceritain sedikit gmn perjuangan ikal dkk belajar di sana :)

    BalasHapus
  21. Tetap semangat mengantar anak2 bangsa menuju pendidikan yg manusiawi ya Ika. Top banget lah jadi guru itu. Aku dulu pernah ngajar di SD juga, seneeeengg banget. Yg gak seneng pas bagian ...... *tau sendiri lah apa :))

    BalasHapus
  22. Adik sepupuku ada yang IM, mb. Angkatan ke 4. Penempatan waktu itu di Putussibau, Kalimantan Barat. Jalan kesana gak mudah, mb. Dari Pontianak naik bis 12 jam. Udah sampe sana mau ke desa tempat dia penempatan, naik ojek 3 jam. Ongkosnya 200 ribu

    Senengnya pas dia nikah ( sama alumni IM sebelumnya ), orangtua angkatnya sama 1 orang lagi datang loh mb ke Salatiga ( rumah saudaraku itu )������

    BalasHapus