Rabu, 04 Oktober 2017

Bapak, Ibu, Si Kakak Kalau di Rumah Kalem, Pas di Sekolah?


Masih musim ya marah-marah di sosial media? Tujuannya apa sih? Biar kelihatan oke? No. Kamu malah dinilai 'menjijikkan' oleh orang lain.

"Berpikir dulu baru posting. Jangan posting dulu, berpikir kemudian!"


Pembukanya kok nggak nyambung ya sama judulnya? Eits, tunggu dulu. Sini, bu guru sambungin dulu ya!

Postinganku ini sebenarnya untuk menyikapi sikap salah satu temanku, yang marah-marah nggak jelas di Facebook. Dia menulis sebuah status yang berbau kebencian. Parahnya, dia menyebut nama salah satu SD se-kecamatan dengan tempatku ngajar secara gamblang. Gila. Mateni pasaran.

Inti statusnya, dia kecewa dengan pelayanan SD favorit dengan berbasis islam terpadu itu. Dia merasa tidak adil kalau saudaranya diminta pindah sekolah dikarenakan 'bermasalah'.

"Katanya SD IT. Tapi, kenyataannya apa?" Begitu cuplikan status temanku tadi.

Kemudian di bawah status tersebut, banyak yang berkomentar. Isinya ya sama, menyarankan untuk datang langsung ke SD tanpa harus membuat status marah-marah seperti itu karena bisa kena pasal dan merugikan beberapa pihak.

***

Bukan lagi rahasia kalau banyak orangtua yang 'menyerahkan' anaknya kepada guru. Kalau ada apa-apa guru yang diseret. Padahal siapa saja yang harus ikut andil atas kesuksesan hidup setiap anak? Tak perlu kusebutkan satu per satu, hati nuranimu pasti sudah bisa menjawabnya.


***

Baru-baru ini ada WA masuk di HPku. Datangnya dari salah satu wali muridku. Mau ngapain?

"Bu, besok lagi kalau pindah tempat duduk, anak saya jangan duduk sebangku sama F. Semenjak sama dia, anak saya jadi susah dibilangin, dan endebra-endebra (pokoknya negatif semua yang disebutkan."

Waktunya istirahat, malah dapat WA demikian, tarik napas panjang.

"Ibu, putra ibu duduknya tidak dengan Mas F. Tapi, duduk dengan Mbak N lho. Memang dalam 1 kelompok dengan Mas F." Balasku.

Wali murid itu masih saja ngotot kalau F adalah penyebab anaknya susah diatur. Padahal, kalau di sekolah, menurut observasiku, anak beliau yang sering jadi provokator. Entah itu saat pembelajaran berlangsung atau waktu istirahat.

"Baik, Ibu, saya terima sarannya. Terima kasih, nggih." Ku akhiri WA beliau. Kalau dilanjutkan mah malah ngajak gulat. Hahaha.

Pas di sekolah? Ya, emang anak ibu yang WA itu provokator. Pas aku tanya jawab dengan beberapa muridku tentang F dan V (anak ibu yang WA), jawaban mereka pun sama kok, V lah tokoh utamanya.

***

Datang seorang ibu, tergopoh-gopoh masuk kelasku.

"Apa iya, Bu, anak saya suka nyuri uang temannya?" sambil menunjukkan tulisanku di buku penghubung antara guru dan orangtua berkaitan tingkah polah anak selama di sekolah.

Aku pun menjelaskan ini dan itu. Beruntungnya aku, saat itu masih ada beberapa murid yang masih di kelas untuk piket. Salah satunya adalah saksi yang melihat putra ibu di atas mengambil uang temannya.

"Padahal setiap hari sudah saya beri uang saku sendiri, Bu. Masak iya ngambil punya teman?"

"Maaf, Ibu. Kalau boleh tahu uang sakunya berapa?"

"Kadang 1.500, kadang ya 2.000." jawabnya sambil merendahkan nada suaranya.

"Nyuwun sewu, Ibu. Bukan bermaksud apa-apa, bisa jadi Mas W merasa kurang uang sakunya. Iri sama temannya, yang rata-rata uang sakunya sekitar 5.000an." Jelasku.


Ibu itu diam sejenak. Kemudian berbincang-bincang santai denganku. Wajahnya juga sudah mulai tak tegang.

***

Sudah sampai sini sebenarnya kamu mau ngomong apa sih?

Hahaha. Santai.

Sini, Bapak, Ibu, duduklah sejenak! Mari kita bicarakan anak-anak saat di sekolah.

Sebenarnya masih banyak lagi cerita lainnya. Mulai dari yang berpikir kalau aku sering menyita buku anaknya (padahal sepanjang pelajaran anaknya menggambar, terus bukunya dirobek, dibuang di tempat sampah), sampai yang anaknya kalau sampai rumah bilang kalau Bu Ika jahat. Hahaha. Inilah realita jadi guru.

Bapak, Ibu, banyak sekali lho anak yang kalau di rumah aktif, di sekolah pun juga.

Bapak, Ibu, tak sedikit pula anak yang kalau di rumah pendiam eh di sekolah jadi sangat aktif dalam artian yang positif.

Bapak Ibu, ada juga yang anaknya aktif di rumah tapi pas di sekolah jadi pendiam alias jago kandang.

Bapak, Ibu, banyak sekali anak yang di rumah pendiam, eh di sekolah jadi tempat pelampiasan. Di rumah tertekan dengan aturan ini dan ono, di sekolah, wah, bu guru sampai heran dan tak berhenti komat-kamit mulutnya. Hahaha.

"Kenapa sih, Bu Ika kok cerewet banget?" seloroh muridku.

Penting sekali untuk Bapak dan Ibu tahu akan hal ini. Eh, anakku itu kalau di rumah seperti ini dan di sekolah seperti ini. Bukankah memang kalau kita benar-benar mendidik anak kita, akan tahun ciri khas mereka seperti apa? Ya, ibaratnya seperti kita yang tahu kalau batik itu adalah kerajinan khas Indonesia.

Banyak caranya kok Bapak, Ibu, untuk tahu bagaimana anak kita di sekolah? Misalnya:
  1. Bertanya langsung kepada guru (bisa lewat WA atau bertemu langsung lebih enak)
  2. Menyempatkan diri datang ke sekolah saat pembelajaran berlangsung, ngintip-ngintip di jendela. Hahaha. Hayo, siapa yang sering begini?
  3. Bertanya kepada anak atau memancingnya untuk bercerita tentang seharian di sekolah. Paling tidak dari bercerita itu anak akan ketahuan perasaannya, senang atau tidak selama di sekolah.
Aku sendiri sebagai guru berusaha sekali untuk bisa berbagi cerita kepada wali murid tentang anak-anaknya di sekolah.
  1. Aku buat buku penghubung, jadi di buku ini aku tulis tingkah polah baik yang positif maupun kurang bagus dari muridku. Lengkap dengan tanggal kejadiannya. Satu anak satu buku. Biasanya aku bagikan dua minggu sekali. Kalau pas kumat malasnya ya sesempatnya. Hahaha. Maafkan bu guru.
  2. Mengkomunikasikan apapun kepada wali murid melalui SMS atau WA. Misalnya, besok ada kegiatan apa di sekolah, membawa alat apa saja (pas praktik), ada imunisasi atau penyuluhan, dll. Pokoknya orangtua harus tahu.
  3. Mengirim foto atau video pembelajaran kepada orangtua agar tahu anaknya di sekolah ngapain saja.

Sayangnya, karena aku ngajar di sekolah pinggiran, masih ada wali murid yang enggan berbagi nomor HP kepadaku. Jadi, masih ada yang susah tersentuh orangtuanya. Aku mau cerita ini dan itu tapi tak bisa. Paling tidak, mereka tahulah, oh anakku seperti ini kalau di sekolah.

***
Sampai sini sudah dapat sesuatu dari potinganku ini? Hihihi.

Bapak, Ibu, aku hanya berpesan, monggo, misalkan ada apa-apa datanglah ke sekolah! Kami tahu, Bapak, Ibu, adalah orang-orang yang paham tentang etika bermasyarakat. Tidak baik kalau menggunjing di luar sana. Apalagi di sosial media. Bahaya besar ini.

Ada masalah, kita bicarakan baik-baik.

Tak ada guru yang ingin anak didiknya gagal, Pak, Bu. Kami rela meninggalkan anak kami di rumah demi mendidik anak Bapak dan Ibu. Apa iya kami sampai hati merusak masa depan anak Bapak dan Ibu?

Kalau kita bisa bersatu padu untuk mensukseskan anak-anak, kenapa harus saling menghujat di luar sana?

*Semua foto dalam postingan ini diunduh dari www.pixabay.com

13 komentar:

  1. untung gurunya raffi itu komunikatif. di sekolah kalau di kelas sih kalem, baru kalau di luar ganas pada maen xD

    BalasHapus
  2. Ketika anak-anak saya masih SD, saya bahagia banget kalau guru-guru di sekolah pada ramah terhadap anak dan komunikatif dengan orang tua. Jadi kami bisa bekerjasama dengan baik yang tentunya untuk kebaikan anak. Bahkan saya sampai menangis ketika anak-anak saya lulus karena sedih harus berpisah dengan banyak guru yang baik. Sampai sekarang pun saya tetap menjaga silaturahmi dengan guru-guru di sana.

    Ketika salah seorang anak saya SMP, pandangan saya agak berubah. Ya mungkin benar kalau gak ada guru yang berniat gagal mendidik anak tepi kadang gak selalu caranya benar. Seperti pernah anak saya pernah mengalami masalah dengan salah seorang guru, akhirnya wakil kepala sekolah juga yang turun tangan.

    Dan tentang guru satu ini memang sudah bermasalah sejak lama bahkan sejak bertahun-tahun lalu saat adik saya masih di sekolah yang sama pernah mewanti-wanti tentang guru ini *sekarang adik saya sudah bekerja* Pernah juga guru ini ditegur kepsek setelah ada beberapa orang tua yang protes. Kami memutuskan untuk menyelesaikan lewat wakepsek saja. Pada saat hari guru, ketika guru favorit kebanjiran setangkai mawar dari murid-muridnya, guru satu ini termasuk yang gak dapat setangkai pun. Kalau menurut saya sih bila ada guru yang tidak menjadi favorit anak-anak selama bertahun-tahun bahkan berkali-kali diprotes otm dna ditegur kepsek itu artinya guru tersebut juga harus introspeksi.

    Tapi saya setuju juga untuk jangan mudah mengeluarkan emosi lewat socmed. Kan orang luar gak tau kejadian yang sebenarnya. Sebaiknya diselesaikan intern dulu. :)

    BalasHapus
  3. semoga guru-guru anak-anak saya komunikatif sebagaimana seharusnya. dan semoga komunikasi antara orang tua dengan guru di manapun terjalin baik.

    BalasHapus
  4. Anak2 memang unik, tinggal guru yg harus mengajarkan dan sedikit sabar

    BalasHapus
  5. Alhamdulillah, sampai sekarang ( mudah -mudahan seterusnya) saya sama suami termasuk lumayan rajin komunikasi dengan guru. Ya seperti cerita mb di atas. Kalo ada masalah lebih baik sharing dengan guru

    Efeknya anakpun juga makin dekat

    BalasHapus
  6. Sebel kalau ada ibu2 yang kaya gitu. Aku pernah komplain sama ibunya temen anakku, masalah perilakunya di rumah yang suka nyuruh anakku buat ngelakuin hal yang nggak bagus. Tapi si ibu gak percaya, malah marah2. :'D

    BalasHapus
  7. Salut sama Mbak. :D Sngat perhatian sama murid2nya.

    BalasHapus
  8. Setuju mbaaa.. Ga bgs lah marah2 ga jelas di sosmed. Selain nyampah, bisa mengarah ke fitnah, juga bikin sebel temen2 lain di sosmednya yg baca. Aku tuh sampe nge unfriend temen yg kerjaannya cm bikin status galau dan marah2 mba. Soalnya itu bikin kita jg jd males dan takut ketularan aura negatifnya :D. Mnding unfriend lah.. Apalagi kalo mau komplen ttg sekolah ato apapun. Gunanya apa coba marah di sosmed.

    Datangin lgs dong, biar dpt solusi.

    BalasHapus
  9. Kalo aku dulu sering disamperin sama wali murid di ruang BK,nggak sreg sama tindakan wali kelaslah dll, hehe...

    BalasHapus
  10. makasih sharingnya, penaglaman aku juga begitu

    BalasHapus
  11. Wah, mbak guru yang baik....
    jarang loh ada guru yang sangat memperhatikan seperti ini di zaman sekrang ini...
    salut saya mbak... salam kenal

    BalasHapus
  12. entah knp ortu jaman skrg srg nyalahin guru klo anak slh. Mudah2an klo Aisyah udh sekolah aki gk jd ortu kyk gt

    BalasHapus
  13. Hmmm, mengutip kata temanku katanya kalo ngamuk-ngamuk di sosmed itu ibarat orang lagi masturbasi di sebuah restoran. Dianya mungkin saja menikmati tapi orang lain yang ngeliat malah jijik. Ada baiknya kalo memang ada masalah lebih baik diselesaikan di dunia nyata atau offline daripada ngamuk di socmed malah nggak tepat sasaran, lebih sialnya lagi justru bisa salah sasaran.

    BalasHapus