Kamis, 19 Oktober 2017

Dia dan Radio adalah Kenangan


Hari gini masih ada yang hobi mendengarkan radio? Punya chanel radio favorit? Atau malah naksir sama penyiarnya padahal belum pernah ketemu? Memang bisa naksir sama penyiar radio dari mendengar suaranya yang mengudara setiap hari? Bisa, aku mengalaminya.



Sejak SMA, aku memang gandrung mendengarkan radio. Sebelum keluar kamar, wajib hukumnya radio harus nyala. Chanel radio yang ku pilih ya itu mulu setiap harinya. Tak pernah ku geser.

Sebagai pendengar, aku termasuk yang aktif kirim-kirim SMS atau telepon. Biasanya setelah sholat subuh, aku langsung mengirim SMS untuk sekadar menyapa penyiar dan memesan lagu. Selain kirim SMS sapaan, aku juga sering banget ikutan beropini setiap kali penyiar melempar suatu tema. Kadang ada hadiahnya lho untuk pendengar yang aktif berpendapat. Alhamdulillah, aku sering dapat. Hihihi.

Oiya, tahukah kamu bagaimana rasanya saat SMSku dibacakan? Rasanya itu senang sekali. Ada perasaan deg-deg-an pula. Kalau belum dibaca, penasaran, ini kapan punyaku dibaca? Hihihi. Ada sensasinya tersendiri. Giliran dibaca, malu-malu kucing. Kalau dipikir-pikir malu sama siapa coba?


Sampai akhirnya ada kesempatan gathering di hari ulang tahun radio. Karena aku termasuk pendengar setia, dipilihlah aku sebagai salah satu tamu undangan mereka. Berdua bersama temanku kos zaman awal kuliah, dari Kudus, kami berangkat ke Semarang atas.

Pas sampai di tempat radio, sumpah, aku itu deg-deg-an banget. Nggak tahu kenapa. Padahal ya mau ketemu sama penyiar-penyiar favoritku yang selama ini hanya ku dengar suaranya saja lho ya.

Aku senang sekali, penyiar yang selama ini ku kenal dari suaranya saja, kebanyakan orangnya ramah-ramah. Meskipun ada juga yang rese, "Eh, ternyata Icha ini masih kecil banget ya." Woy, aku sudah kuliah, bukan anak SMP. Hahaha.

Berbeda cerita saat aku bertemu dengan salah satu penyiar yang menurutku tampangnya biasa saja tapi ya Allah, bikin aku meleleh. Dia itu care banget. Tatapan matanya hangat.

"Perkenalkan, saya Icha di Kebonagung (namaku setiap kali berkirim SMS atau telepon)" ucapku memperkenalkan diri saat ikutan kuis.

"Oh, ini Icha." Senyumnya merekah dan aku terpana.

Selesai acara, kami pun bercengkrama. Aku sempat minta tanda tangan ke beberapa penyiar favoritku. Salah satunya dia yang mengucapkan, "Oh, ini Icha."

Berada di dekatnya rasanya nyaman banget. Dia begitu ngemong. Lembut. Dan sepertinya saat itulah pertama kalinya aku jatuh cinta kepadanya. Pada pandangan pertama pula. *Kemudian ngintip foto berdua dengannya* Bwahahaha....pisss Abi.


"Mau ke mana?" Ucapnya saat aku hendak pamit. Dari sorot matanya menyiratkan seperti, jangan pergi dulu, aku masih ingin mengobrol. Duh, Kak, andai saja kamu menahanku sebentar, aku pun mau, dengan senang hati. Hahahaha.

Sejak hari itu, aku makin semangat mendengarkan radio. Apalagi saat pagi hari. Karena dia memang siarannya pagi hari. Duh, pokoknya nggak ada deh kata kelewatan saat dia siaran. Paling sedih rasanya kalau dia absen siaran. Rasanya pagiku terasa hambar. Sumpah.

Pas awal-awal kuliah, itu kan lagi booming-boomingnya facebook ya. Aku kirim pertemanan kepadanya. Saat diterima, rasanya senang sekali. Aku sering banget kepoin statusnya. Terus ada twitter, aku juga follow akunnya. Pokoknya aku harus tahu kabar dia sehari-hari. Kalau dalam sehari dia nggak ada kabar, duh rasanya.

Padahal, siapa aku?

Aku pun tak pernah komentar atau menyoleknya di sosial media. Sebut saja aku ini pengagumnya.

Sampai suatu hari saat dia resign. Ya Allah, aku nangis lho. Lagi-lagi, aku cuma mau bilang, siapa aku ini? Berlebihan banget bukan? Dan ini perasaan apa coba?

Seperti ada yang hilang.

Kosong.

Setiap pagi aku tetap mendengarkan radio. Ya, memang sudah tidak ada suaranya lagi. Aku hanya berusaha mengingkari apa yang aku rasakan. Bukan, ini bukan perasaan jatuh cinta yang kemudian patah hati. Ini hanya perasaan nge-fans sama idola.

Hari-hari ku lalui *ciah, apaan ini?* Mau nggak mau aku harus tetap melanjutkan hidupku. Seperti halnya abege lainnya, aku juga sempat berdoa lho, "Ya Allah, kalau dia memang jodohku dekatkanlah. Kalau bukan ya tolong dijodohkan, Ya Allah." Hahaha maksa banget ya.

Ya, aku juga pernah melewati masa-masa alay seperti itu.

Kecintaanku mendengarkan radio, ternyata menghantarkanku juga menjadi seorang penyiar radio kampus. Saat sesi wawancara, ada pertanyaan, "Punya penyiar favorit?"

Refleks, ku jawab nama dia. Dia, dia, dia, tlah mencuri hatiku. *nyanyi dulu ya*

Hahaha.

Aku masih ingat sekali bagaimana aku menjawab pertanyaan itu dengan menggebu-gebu. Bahkan, saat aku sudah diterima, seniorku bilang kalau alasanku diterima jadi penyiar di sana karena semangatku menceritakan penyiar favoritku itu.

Blaik.

Hahaha.

Sampai saat itu, aku masih saja ngepoin sosial medianya. Pas marak Instagram (aku kuliah semester 7), aku pun membuat akun instagram. Demi apa? Ya, ngepoin dia. Iya, aku ini sudah keterlaluan mengaguminya. Tapi, apa daya? Aku perempuan, masak iya, terang-terangan, "Hai, Mas penyiar, aku sukaaaaaaa banget sama kamu."

Gila.

*Nyanyi lagi ya*

Jika aku bukan jalanmu
Ku berhenti mengharapkanmu
Jika aku memang tercipta untukmu
Ku kan memilikimu, jodoh pasti bertemu


Sampai suatu hari, ada telepon masuk dan tak bernama. Siapa? Kuangkat.

"Hai, ini benar dengan Icha di Kebonagung."

Mak deg. Bukankah ini dia? Suaranya. Ya Allah, aku gemeteran.

Dia meneleponku. Bukan untuk menyatakan cinta kepadaku kok. Hahaha. Dia sedang mengerjakan tesisnya dan butuh responden untuk mendukung penelitiannya.

"Icha masih setia sama ......(nyebut nama radio) kan?"

"Aku kangen kamu, Kak." (ini ngomongnya dalam hati kok) Hahaha.

"Iya, masih, Kak. Tapi, nggak seaktif dulu. Karena nggak ada kamu (ini dalam hati)."

Singkat cerita, dia cerita kalau seminggu yang lalu berada di kampusku untuk event nasional.

Lah, kok nggak pernah ketemu. Aku tahu dia memang ikut bagian dari event itu juga. Tak tahu kalau ikut juga di kampusku.

Padahal saat ada event besar itu aku sering sekali berjumpa dengan teman-temannya saat jamaah di masjid. Dan aku berharap tiba-tiba ada dia di sana.

Tapi, tak sekalipun Allah mempertemukan kami.

Ku akui, hari-hariku selalu terbayangi olehnya. Aku susah sekali move on. Mudah baper-an.

Di minimarket, di swalayan, di dalam bus, setiap kali ada yang memutar chanel radio itu selalu bikin aku baper. Teringat olehnya. Kemudian stalking sosial medianya, eh, malah bikin baper.

Allah sayang denganku, diberiNya aku kesibukan yang super duper sampai aku lupa tentang dia dan tak pernah lagi mendengarkan radio. Aku pun berniat banget untuk tidak lagi mendengarkan radio. Terus, ku unfol semua sosial medianya juga. Aku ingin move on. Karena jelas, dia bukan jodohku.

Kini, aku telah berbahagia bersama Abi dan Kak Ghifa. Pun dia. Dari sosial media teman penyiarnya, ku tahu dia telah menikah.

Buat Mbak Ika, yang selalu buatku nyaman saat bertemu, dan Mbak Arina, yang sebentar lagi melahirkan, inilah cerita tentang hobiku yang dulu dan kini sudah ku tinggalkan.

Awalnya sulit untuk meninggalkan dunia radio. Karena itulah duniaku. QTapi, karena ku pikir ini yang terbaik bagiku dan masa depanku, bismillah, aku bisa.


Oiya, setahun jadi penyiar radio kampus, nggak nyangka kalau ada yang nge-fans sama aku. Aku masih ingat namanya, Aris. Setiap kali aku siaran, dia pasti selalu kirim SMS. Mau siang, sore, atau malam, dia tak pernah absen.

Sayang, saat ditantang teman siaranku untuk datang ke radio, dia tak menampakkan batang hidungnya. Hihihi.

Jadi, tak semua yang kita cintai, yang membuat kita nyaman, adalah yang terbaik untuk kita. Allah tahu kok yang terbaik untuk kita. Kita tak perlu mendiktenya.

Salahkah kalau kita mencintai seseorang? Ya tidak. Aku pernah berpikir kenapa aku harus mencintai orang yang salah? Kenapa tak dipertemukan langsung saja dengan jodohku? Ah, itu sangat menyakitkan. Akan tetapi, ku balik lagi ceritaku, kalau aku nggak bertemu dan mencintai penyiar radio itu terlebih dahulu, mungkin, aku tak akan pernah bisa bertemu dengan Abi, laki-laki yang begitu mencintaiku apa adanya.

*Semua foto diunduh dari pixabay.com dan diedit seperlunya

18 komentar:

  1. Hiks, aku kok jadi ikutan baper mba.. kaya baca novel niy 😢

    BalasHapus
  2. ini pasti nulisnya sambil senyum-senyum sendiri.. hihihi

    BalasHapus
  3. Baca tulisan ini ngingetin aku sama salah satu penyiar yang bikin aku ngefans sama suaranya. Pernah punya kesempatan berteman dengannya saling curhat, patah hati barengan, lost contact lama, ketemu lagi di fb. Ketemuan sekali, sama-sama udah bahagia dengan hidup masing-masing. Nggak nyangka lost contact lagi sama-sama masih nyimpen nomer telp. Alhamdulillah masih terjaga silaturahminya dengan baik.

    BalasHapus
  4. Aku juga cinta bgt sm radio dari smp, bahkan nama blogku itu dari nama penyiar radio favorit aku.

    BalasHapus
  5. Nulis postingan mengenai radio ini pasti sambil baper ya mbak, hihi ^^

    BalasHapus
  6. Gila ini cerita kok mbaper yo.
    Seru mba kisahnya ga ada sekalimatpun kelewat karena penasaran.

    BalasHapus
  7. Jadi ingat..dulu kerja PR pasti sambil ditemani radio. Terus sering sms kirim-kirim salam gitu. Hahahahah.

    BalasHapus
  8. seru ceritanya...aku juga waktu sma suka dengerin radio. cuman malu untuk ketemu penyiarnya. habba

    BalasHapus
  9. Waktu kuliah,radio 24 jam nyala..lagu hits hafal semua^^

    BalasHapus
  10. Yaampun mbak aku baper banget loh bacanya. Ini kayak cerita fiksi dlm dunia nyata

    BalasHapus
  11. Aku mulai dekat sama radio saat SMP. Tapi blom bisa request lewat SMS dulu, harus lewat telepon. Kadang masih suka nyari koin dulu buat neleponnya.... Aku jadi nostalgia

    BalasHapus
  12. Aku dulu jaman sma juga suka dengerin radio mba, dan memang suara penyiar itu kadang bikin hati berdebar, bayangin mukanya kayak gimana ya hehe. Tapi aku ga pernah yg sampe ngefans sama penyiar gitu ahhaha.
    Tulisannya menghibur dan cukup bikin aku senyum2 sendiri mba 😁

    BalasHapus
  13. Aah mbak Ika aku adalah penggemar setia radio sampai sekarangpun kalau kerja di kantor selalu streamingan radio biar nggak suwung...tapi ceritamu bikin mengharu biru ya...

    BalasHapus
  14. Mantep banget quotesnya "Tidak selalu yang kita cintai adalah yang terbaik dihadapan Allah". Makasih mbak, bikin meleleh ini hati.

    BalasHapus
  15. Ahh..jadi inget masa muda yang suka kirim2 salam sama doi lewat radio hahhaaa.

    BalasHapus
  16. Hihihi... aku dulu juga sukak banget tisam (titip salam) di radio. Belum lagi nyatat lirik lagu yang didikte penyiarnya, ah radio tak pernah lekang oleh waktu.

    BalasHapus
  17. Huweeeeeee Ariisss dimana dikau? hehe. Curiganya itu nama samaran dan dia tmn sekelasmu mungkin mbak #sotoy :D
    Jd keinget zaman salam2an di radio, saya neleponnya masih pakai telepon umum yg koin itu haha

    BalasHapus
  18. Ciyeeeeh....uhuuk, hihi
    Kalo cerita tentang radio, aku dulu juga sempat jadi penyiar radio utu segmen remaja, tapi cuma sebentar dong, pas kelas 3 SMA. Radionya juga radio RSPD, radio punyanya pemerintah daerah gitu deh.

    By the , makasiih ya udah berbagi cerita tentang hobimu

    BalasHapus