Pendahuluan
Prestasi belajar adalah hasil
belajar yang dicapai siswa ketika mengikuti dan mengerjakan tugas serta
kegiatan pembelajaran di sekolah (Tu’u, 2004: 75).
Sedangkan menurut Bloom dalam
Arikunto merumuskan prestasi belajar sebagai perubahan tingakah laku, meliputi
tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif
adalah perilaku yang menyangkut masalah pengetahuan, informasi, dan masalah
kecakapan intelektual. Ranah afektif adalah perilaku yang berupa sikap,
nilai-nilai dan prestasi. Sedangkan ranah psikomitorik adalah perilaku yang
terutama berkaitan dengan ketrampilan atau kelincahan dan kondisinya. (Arikunto,
2002:117).
Guru adalah sutradara dalam
membantu siswa meraih prestasi belajar yang optimal. Dengan keempat kompetensi
yang dikuasainya, guru dipercaya mampu menciptakan proses pembelajaran yang
bermakna untuk siswa. Namun, untuk mencapai prestasi belajar yang maksimal ada banyak
faktor yang harus diperhatikan oleh guru. Salah satunya adalah bentuk atau
desain tempat duduk siswa ketika proses pembelajaran berlangsung.
Berdasarkan hasil observasi
Renaningtyas, dkk (2013: 61) di SD 1 Bae, Kudus, mengungkapkan bahwa siswa yang
duduk di belakang memiliki tingkat konsentrasi belajar, keaktifan dalam tanya
jawab yang rendah.
Berkaitan dengan temuan tersebut,
tulisan ini akan mengangkat mengenai pengaruh desain kelas, metode pembelajaran,
dan pembentukan kelompok yang heterogen terhadap prestasi belajar siswa dari
sudut pandang kompetensi yang dimiliki oleh guru.
Polemik Sertifikasi [4
Kompetensi Guru]
Dulu, bagi orang miskin, memiliki
menantu dari kalangan guru merupakan sebuah musibah. Hal itu dikarenakan gaji
guru yang tak seberapa. Makan seorang diri saja pas-pas-an. Hingga akhirnya
keadaan guru saat itu menggugah Iwan Fals untuk menciptakan sebuah lagu dengan
judul Umar Bakrie.
Angin segar mulai datang. Berdasarkan
analisa Zulaekha (2011:9) sejak kabinet Gus Dur, reformasi kebijakan mengenai
guru mulai tampak. Kini hal tersebut juga dikokohkan oleh keputusan-keputusan
pemerintahan SBY dalam Undang-Undang Guru dan Dosen serta peraturan lainnya.
Salah satu kebijakan tersebut
adalah berkaitan dengan sertifikasi guru. Di dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen pasal 8 dan 11 memberikan arti bahwa sertifikasi
guru memiliki arti suatu proses pemberin sertifikat pendidik kepada guru. Dalam
buku Panduan dari Diknas, salah satu tujuan diadakannya sertifikasi guru adalah
untuk meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan. Sayangnya, upaya
sertifikasi ini sering dimaknai guru hanya sebagai peningkatan kesejahteraan sang
guru semata tanpa meningkatkan kualitas pengajarannya di dalam kelas.
Seharusnya guru lebih kompeten, dan mampu membaca perkembangan IPTEK untuk menunjang materi pembelajaran yang akan disampaikan
kepada siswa.
Profesionalitas Guru
Menghapus Kelas yang Monoton
Salah satu cara untuk mengukur profesionalitas
seorang guru melalui dari kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan seorang guru.
Zulaekha (2011:12) menyebutkan salah satunya adalah berkaitan pada kegiatan
mengajar yang harus menggunakan pengetahuan yang mendalam, akurat, mutakhir, dan
metode yang partisipatif serta menguasai cara belajar efektif pada muridnya.
Rosmawati (2004:274) menyebutkan
terjadinya proses pembelajaran itu ditandai dengan dua hal yaitu : (1) siswa
menunjukkan keaktifan, seperti tampak dalam jumlah curahan waktunya untuk
melaksanakan tugas ajar, (2) terjadi perubahan perilaku yang selaras dengan
tujuan pengajaran yang diharapkan.
Dan untuk mencapai hal tersebut guru
harus mampu menciptakan suasana kelas yang tidak monoton. Dengan catatan guru
diberikan kekuasaan untuk mengubah kelasnya sesuai dengan karakteristik siswa,
mata pelajaran, dan metode dalam pembelajaran tersebut. Hal ini dipercaya dapat
menghapus kebosanan dan kejenuhan siswa dalam proses pembelajaran. Suparman
(2010:98) menyebutkan bahwa kebosanan dan kejenuhan menyebabkan anak didik
tidak antusias dalam belajar, suasana menjadi kaku dan tidak monoton, dan
hilangnya kehangatan emosional.
Inovasi Guru dalam
Mendesain Tempat Duduk
Desain tempat duduk di dalam kelas
yang konvensional menjadi salah satu penyebab terwujudnya kelas yang monoton.
Siswa yang duduk di barisan pertama adalah anak yang pintar karena selalu
memperhatikan guru. Sedangkan yang duduk di belakang adalah siswa yang kurang
pintar karena tidak pernah memperhatikan guru ketika sedang menerangkan. Paradigma
yang seperti ini harusnya dihapus oleh guru sebagai creator kelas. Guru hendaknya mengubah tradisinya dalam mendesain
tempat duduk agar mampu men-cover
seluruh siswa tanpa membedakan kemampuan siswa itu unggul ataupun kurang
unggul.
Sebagai guru yang profesional, memahami
karakteristik siswa yang berbeda-beda baik itu dari segi kemampuan maupun
tingkah laku di dalam kelas merupakan sebuah kewajiban. Kewajiban tersebut
dapat diimpementasikan melalui cara memfasilitasi siswa dengan adanya perubahan
posisi duduk dalam proses pembelajaran.
Adanya perubahan posisi duduk atau
desain tempat duduk ini diharapkan mampu meningkatkan konsentrasi dan daya
serap siswa terhadap materi pembelajaran dengan baik. Mengenai penerapan desain
tempat duduk dapat dilakukan secara fleksibel. Maksudnya adalah dapat
disesuaikan dengan metode dan materi pembelajaran yang akan digunakan dalam
proses pembelajaran.
Djamarah (2005: 176) menawarkan
beberapa desain posisi duduk dalam proses pembelajaran sebagai berikut:
1. Berbaris
berjajar
2. Pengelompokan
yang terdiri atas 8 sampai 10 orang
3. Setengah
lingkaran seperti dalam teater, dimana disamping guru bisa langsung bertatap
muka dengan peserta didik juga mudah bergerak untuk segera memberi bantuan
kepada peserta didik
4. Berbentuk
lingkaran
5. Individual
yang biasanya terlihat di ruang baca, di perpustakaan atau di ruang praktek
laboratorium.
6. Adanya
dan tersedianya ruang yang bersifat bebas dikelas di sampaing bangku tempat
duduk yang diatur
Sedangkan Hamid (2011:127-140)
menawarkan 11 desain posisi duduk dalam proses pembelajaran yang diyakini mampu
menciptakan konsep edutainment bagi
siswa.
1.
Formasi tradisional
Merupakan
formasi yang biasa kita temui dalam kelas-kelas tradisional yang memungkinkan
para siswa duduk berpasangan dalam satu meja dengan dua kursi.
Formasi tradisional |
2. Formasi auditorium
Merupakan salah satu formasi yang sering digunakan di
Barat. Formasi ini menyediakan lingkungan yang sangat terbatas untuk belajar
aktif, namun hal ini dapat dicoba untuk mengurangi kebosanan siswa yang
terbiasa dalam penataan kelas yang konvensional.
Formasi auditorium |
3.
Formasi chevron
Merupakan formasi yang mampu
membantu usaha dalam mengurangi jarak diantara siswa dengan siswa, guru dengan
siswa sehingga siswa dan guru mempunyai pandangan yang lebih baik terhadap
lingkungan kelas dan mampu aktif dalam pembelajaran
di kelas.
formasi chevron |
4.
Formasi kelas bentuk huruf U
Formasi kelas bentuk huruf U |
Merupakan formasi yang sangat menarik dan mampu mengaktifkan
para siswa, sehingga mampu membuat mereka antusias untuk mengikuti pelajaran.
5. Formasi meja pertemuan
Merupakan formasi yang sangat baik digunakan untuk
kerja kelompok di dalam kelas, di mana guru memberikan tugas kelompok untuk
diselesaikan secara bersama-sama.Formasi meja pertemuan |
6. Formasi konferensi
Merupakan
formasi yang dapat membuat siswa menjadi lebih aktif dalam kelas, karena mereka akan menguasai
jalannya pembelajaran. Sedangkan, peran guru hanya melontarkan tema yang harus
dibahas dan sesekali mengarahkan mereka untuk bisa menjalankan proses
pembelajaran.
Formasi konferensi |
7. Formasi pengelompokan terpisah
Jika ruangan kelas memungkinkan atau cukup besar, guru dapat meletakkan meja-meja dan kursi di mana
kelompok kecil dapat melakukan aktifitas belajar yang dipecah menjadi beberapa tim.
Guru dapat menempatkan susunan pecahan, pecahan kelompok tersebut berjauhan, sehingga tidak saling
mengganggu. Tetapi, hendaknya dihindari penempatan ruangan kelompok-kelompok kecil yang terlalu jauh
dari ruang kelas supaya mudah diawasi.
Formasi pengelompokan terpisah |
8. Formasi tempat kerja
Formasi ini tepat jika dilakukan dalam lingkungan tipe laboratorium, setiap siswa duduk pada satu tempat untuk mengerjakan tugas, tepat setelah didemonstrasikan.
9. Formasi kelompok untuk kelompok
Merupakan formasi di mana terdapat beberapa kelompok yang duduk dalam satu meja persegi berukuran
besar (bisa juga dengan membuat beberapa meja dijadikan satu menjadi meja besar), sehingga setiap
kelompok duduk saling berhadapan. Susunan ini memungkinkan guru untuk melakukan diskusi atau
menyusun permainan peran, berdebat atau observasi pada aktivitas kelompok.
Formasi kelompok untuk kelompok |
10. Formasi lingkaran
Merupakan formasi yang
disusun melingkar tanpa menggunakan meja dan kursi. Formasi ini digunakan untuk
melakukan pembelajaran dalam satu kelompok, dimana guru memiliki peran untuk
membimbing dan
11. Formasi peripheral
Jika guru menginginkan siswa memiliki
tempat untuk menulis, hendaknya digunakan susunan peripheral, yakni
meja
ditempatkan di belakang siswa. Guru dapat menyuruh siswa memutar kursi-kursinya
secara melingkar
ketika guru menginginkan diskusi kelompok
Formasi Peripheral |
Desain–desain posisi duduk di atas
merupakan sebuah tawaran bagi guru untuk meningkatkan keaktifan siswa di dalam
proses pembelajaran. Banyak memang sekolah-sekolah (dibaca: guru) yang belum menerapkan
desain di atas dikarenakan beberapa hal, diantaranya seperti yang disampaikan
Conny dalam Sudrajat (2008:3) berikut sangat mempengaruhi pelaksanaan desain
kelas, diantaranya adalah:
1.
Ukuran bentuk kelas
2.
Bentuk serta ukuran bangku dan meja
3.
Jumlah siswa dalam kelas
4.
Jumlah siswa dalam setiap kelompok
5.
Jumlah kelompok dalam kelas
6.
Komposisi siswa dalam kelompok (seperti siswa
yang pandai dan kurang pandai, pria dan wanita).
Namun, hal tersebut tentunya dapat
disiasati guru agar pembelajaran dengan desain posisi duduk ini dapat
terlaksana untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran. Karena
semakin siswa aktif dalam proses pembelajaran dapat dipastikan bahwa siswa
tersebut antusias dengan pembelajaran yang berlangsung. Dan ketika siswa
tersebut antusias, maka materi pembelajaran pun akan lebih mudah diterima oleh
siswa. Hal itu akan berimbas pada hasil belajar siswa yang baik.
Cerdas Memilih Metode
Pada proses belajar mengajar
hendaknya guru dapat mengarahkan dan membimbing siswa untuk aktif dalam
kegiatan belajar mengajar sehingga tercipta suatu interaksi yang baik antara
guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa. Keaktifan tersebut akan muncul ketika
guru secara tepat memilih metode belajar yang sesuai dengan materi pembelajaran
dan karakteristik siswa.
Metode di dalam bahasa Inggris
sering dikenal dengan kata method yang
berarti cara. Sedangkan Joni dalam W. Anitah (2009:1.24) mengartikan bahwa
metode kaitannya dengan metode mengajar adalah berbagai cara kerja yang
bersifat relatif umum untuk mencapai tujuan tertentu.
Selanjutnya dalam situs AnneAhira.com
disinggung mengenai metode pembelajaran yang menjadi langkah efektif yang
diterapkan oleh guru dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran agar didapatkan
hasil yang maksimal.
Berkaitan dengan tawaran desain
posisi duduk di atas, metode yang dapat dipilih oleh guru untuk mendapatkan
hasil yang maksimal adalah metode diskusi. Baik itu diskusi kelompok kecil
maupun kelompok besar. Metode diskusi adalah cara mengajar yang dalam pembahasan
dan penyajian materinya melalui suatu problem atau pertanyaan yang harus
diselesaikan berdasarkan pendapat atau keputusan bersama (W. Anitah, 2009:
5.20)
Metode diskusi ini dipilih sebagai
salah satu metode yang efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa
dikarenakan mampu:
1. Mengembangakna kemampuan siswa dalam bertanya,
berdialog, berkomunikasi dan mengambil kesimpulan.
2. Membentuk sosio-emosional siswa.
3. Mengajari siswa untuk mengembangkan kemampuan
berpikir sendiri dalam memecahkan masalah.
4. Mengajari siswa untuk saling menghargai pendapat
5. Mengajari siswa untuk berani mengeluarkan
pendapat.
6. Mengecek sejauh mana kemampuan siswa menguasai
materi pelajaran
7. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengajukan pertanyaan materi yang dipelajarinya.
8. Menumbuhkan kompetisi belajar siswa
9. Melatih siswa untuk bisa berpikir dan berbicara
dengan sistematis (AnneAhira.com)
Namun, di sisi lain tentunya
metode diskusi ini juga memiliki kelemahan. Salah satunya adalah siswa yang
aktif hanya itu-itu saja. Kelemahan ini seharusnya telah diantisipasi oleh guru
agar metode diskusi dapat berjalan dengan lancar, diantaranya dengan cara:
1. Pembagian kelompok yang heterogen
Di dalam satu kelompok dibagi
rata antara siswa yang unggul dengan kurang unggul. Kemudian berkaitan dengan
jenis kelamin juga harus dibagi rata, misalnya dalam 1 kelompok ada 3 laki-laki
maka semua kelompok dalam kelompoknya ada 3 laki-laki, begitu juga dengan
perempuan.
2. Penggunaan materi yang kontekstual
Siswa akan lebih tertarik dengan
pembelajaran yang materinya dekat dengan mereka. Karena apabila diberikan
materi yang siswa tersebut tidak memahaminya, maka siswa akan malas mengikuti
proses pembelajaran.
3. Media yang digunakan menarik
Banyak media yang dapat digunakan
guru dalam proses pembelajaran. Tidak harus yang mahal. Media bisa didapat dari
lingkungan sekitar. Dalam pembuatan media ini dituntut kreativitas seorang
guru. Alangkah lebih baiknya apabila guru mengikutsertakan siswa dalam
pengadaan media.
4. Pemberian reward berupa pujian
Kata-kata seperti ”pintar”,
”baik”, ”cerdas”, yang diucapkan guru kepada siswa apabila melakukan tugas
dengan baik akan meningkatkan motivasi bagi siswa tersebut dan akan berimbas pada
motivasi siswa yang lainnya
Penutup
Sertifikasi guru adalah suatu
proses yang akan dinikmati oleh semua guru dengan catatan memenuhi ketentuan-ketentuan
sebagai seorang pendidik yang profesional. Namun, yang dipermasalahkan sekarang
ini adalah tanggungjawab seorang guru terhadap tujuan pendidikan pada umumnya. Kesejaterannya
kini telah dijamin oleh negara, adakah timbal baliknya terhadap pendidikan di
Indonesia?
Banyak cara yang dapat dilakukan
guru untuk mengubah pendidikan Indonesia. Salah satunya adalah membekali diri
dengan IPTEK. Selalu meng-update
pengetahuannya untuk ditularkan kepada siswa melalui metode-metode pembelajaran
yang menimbulkan antusiasme pada siswa. Lengkap dengan berbagai inovasi dalam
pengelolaan kelas agar tidak muncul kata jenuh dan bosan dalam relung hati para
siswa. Ini adalah tugas guru. Guru yang bukan lagi Pahlawan Tanpa Tanda Jasa
melainkan Insan Cendekiawan.
DAFTAR PUSTAKA
AnneAhira.com.
Pengaruh Metode Pembelajaran Terhadap Prestasi Belajar. Terdapat di http://www.anneahira.com/pengaruh-metode-pembelajaran-terhadap-prestasi-belajar.html.
Diunduh pada 1 Mei 2013.
Arikunto,
Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Djamarah,
Syaiful Bahri. 2005. Guru dan Anak Didik
dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT Rineka Cipta
Hamid, Moh.
Sholeh. 2011. Metode Edutainment
(Menjadikan Siswa Kreatif dan Nyaman di Kelas). Yogyakarta: Diva Press.
Tim Redaksi
Nuansa Aulia. 2006. Himpunan
Perundang-Undangan Republik Indonesia tentang Guru dan Dosen. Bandung: CV.
Nuansa Aulia.
Tu’u,
Tulus. 2004. Peran Disiplin pada Perilaku
dan Prestasi Siswa . Jakarta: Gramedia Widiasarana.
Renaningtyas,
Himmah, dkk. 2013. Laporan Hasil
Observasi dan Wawancara Penerapan Metode Pembelajaran Ceramah Bervariasi dan
Diskusi pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Materi Lingkungan
Sehat Kelas 1 SD N 1 Bae Kudus. Tidak dipublikasikan.
Rosmawati, dan
Madri M. 2004. Pemahaman Guru Tentang
Strategi Pembelajaran Pendidikan Jasmani Di Sekolah Dasar. ( Jurnal
Pembelajaran, Desember 2004 ), Vol. 27, No. 03, h. 274.
Sudrajat,
Akhmad. 2008. Penataan Tempat Duduk Siswa
Sebagai Bentuk Pengelolaan Kelas. Terdapat di http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/28/penataan-tempat-duduk-siswa-sebagai-bentuk-pengelolaan-kelas/.
Diunduh pada 1 Mei 2013.
Suparman
S.2010. Gaya Mengajar yang Menyenangkan
Siswa. Yogyakarta: Pinus Book Publisher.
W. Anitah, Sri. 2009. Strategi
Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Zulaekha,
Nur. 2011. Panduan Sukses Lulus
Sertifikasi Guru. Yogyakarta: Pinus Book Publisher.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar