Minggu, 05 November 2017

Berinternet yang Sehat? Begini lho Caraku

Aku pernah apa-apa jadi status di facebook.

Aku  pernah membuat postingan di blog yang intinya malah menjatuhkan perasaan teman kuliahku.

Aku pernah beradu mulut dengan pengguna sosial media lainnya gara-gara dia tak sepaham dengan pendapatku.

Aku pernah jadi korban pencemaran nama baik di facebook.

Aku pernah jadi korban pelecehan seksual juga karena facebook.

Aku pernah berkali-kali naksir orang yang hanya kenal di facebook.

Sehari-hari hobi ngepoin TL laki-laki yang pernah aku suka di twitter dan instagram.

Akan tetapi, aku juga pernah menang lomba menulis sampai aku bertemu dengan abi dan menikah dengannya pun karena facebook.


***
Pertama kalinya aku kenal internet itu saat kelas 1 SMA (tahun 2007an). Wah, namanya dapat mainan baru, belum punya HP canggih, hobiku main ke warnet mulu pas pulang sekolah. Bela-belain motong uang jajan demi bisa ke warnet. Dulu se-jam-nya 7000. Lumayan mahal, soalnya uang sakuku hanya 5000. Jadi, aku sewa internetnya hanya bisa setengah jam.

Setengah jam doang? Kurang nggak sih? Kurang banget.

Sekarang, setelah 10 tahun berlalu, saat akses internet hanya di genggaman tangan, semua terasa berbeda.

“Si Anu tuh, Buk, apa-apa di upload. 10 foto anaknya di sekaligus. Padahal bedanya cuma pegang rambut, hidung, atau pipi. ”

"Masak sih kurang piknik dibikin status.?Terus mention suaminya. Apa nggak saru ya?"

Santai, ini aku omongin ke ibuku kok, nggak aku update sebagai status di facebook. Hihihi.

Bisa jadi aku dulu juga pernah seperti Si Anu. Berlebihan di sosial media.

Suka dukanya bersosial media sebagian sudah pernah kualami. Itulah yang membuatku, kini, jadi pengamat sejati. Aku merasakan gairahku untuk main facebook (khususnya), juga mulai lesu. Bisa dilihat, statusku isinya hanya update tulisan blog dan job saja. Ya, sesekali update status tanya apa gitu sama teman lainnya yang memang benar-benar penting. Kalau soal mengamati TL, masih sih, ya sesekali. Hihihi.

Makanya, pas Mbak Dedew dan Mbak Ningrum melempar tema arisan Gandjel Rel tentang internet sehat, aku langsung mikir ulang, sudahkah aku benar-benar melakukannya? Aku juga teringat acara Flash Blogging yang aku ikuti beberapa bulan yang lalu. Betapa pemerintah mengharapkan blogger juga ikut ‘menyehatkan’ internet dengan membuat konten-konten yang positif.


Aku sendiri memiliki kriteria tentang internet sehat itu yang seperti apa. Kriteria ini pun belum tentu sudah kulaksanakan dengan baik. Makanya aku tulis, agar bisa jadi pengingatku juga nantinya. Siapa tahu kamu juga terinspirasi kemudian mengaplikasikannya. Semoga.

Internet sehat itu,

1. Tidak menyita waktu
Sehari pegang HP berapa kali? Berapa jam per hari? Seberapa sering suami dan anak komplen, “Umi, jangan main HP terus!”

Sebenarnya ini bukan salah internetnya sih. Tapi kita yang harus pintar-pintar mengatur waktu. Kapan harus update tulisan di blog, ngecek grup WA, update instagram, hadeh, kapan habisnya ya? Tapi kalau ditelusuri, banyak lho kasus perceraian yang timbul karena masing-masing pada sibuk dengan HPnya. Ujung-ujungnya dapat selingkuhan, cerai. Amit-amit ya. Semoga kita semua terhindar dari godaan semacam itu.

Poin pertama ini juga PR banget untukku. Aku juga masih susah banget kalau nggak pegang HP pas lagi sama suami dan anak. Apalagi pas sama Kak Ghifa. Lihat aku pegang HP langsung deh merengek minta HP. Nggak dikasih, dia pasti nangis. Astagfirullah, dia selalu minta dibukain youtube. Bagaimana aku nggak naik pitam? Hahaha. Kuota Umi cepat habis dong.

2. Bisa menghasilkan
Santai dulu, menghasilkan ini tidak melulu soal duit lho ya. Bisa lah hasilnya dapat ide tulisan, hiburan, me time recehan, atau malah dapat saudara baru. Nggak mubazir gitu lho berjam-jam mantengin layar HP atau laptop. (Ngelirik yang suka mantengin online shop, hahaha, me time woy me time)

Aku malah pengen cerita pertama kalinya aku dapat penghasilan dari berinternet ria itu dari mengisi survey. Dulu i-pannel atau apa gitu namanya. Setelah beberapa kali mengisi survey aku dapat poin. Nah, poin itu bisa ditukar dengan voucher belanja di online shop. Walah, bahagianya diriku. Ada juga yang dapat pulsa 50 ribu. Anak sekolah zaman dulu bisa menghasilkan dari main internet, siapa yang nggak girang? Akhirnya ketagihan sampai sekarang. Kalau main internet harus ada hasilnya. Kalau kamu, bagaimana? Jangan mau rugi ah keluar uang mulu buat beli kuota.

3. Memberikan efek positif
Sejauh ini aku masih sering meng-unfriend teman-teman facebookku yang hobi membuat status alay dan berbau negatif. Pun teman yang sebenarnya tidak aku kenal. Alhasil yang dulunya jumlah temanku hampir 5 ribu kini tinggal 3 ribu sekian.


Aku berusaha menjaga TL facebookku. Pun di IG. Karena bagiku, pepatah Jawa bilang, ojo cedhak kebo gupak (jangan dekat kerbau kotor), itu benar. Kalau kita tetap berteman dengan mereka yang sering sekali membuat status yang negatif, kita pun akan merasakan auranya. Mau nggak mau kita yang awalnya bermaksud cari hiburan, ikutan mengernyitkan dahi. Apa yang dicari malah nggak dapat kan?

Dilemanya adalah kalau teman kita sendiri yang sering membuat status negatif itu. Mau negur nggak enak, nggak negur kita yang nggak enak bacanya. Hayo, kalau kamu, bagaimana? Pilih negur atau biarkan saja? Atau di-unfriend? Hahaha.

Menuntut orang lain tidak membuat konten yang negatif, aku sendiri berusaha untuk tidak melakukannya pula. Kalau khilaf, maafin aku ya. Ibaratnya, kalau nggak mau disakiti orang lain ya jangan menyakiti orang lain terlebih dahulu. Kamu sudah melakukan poin yang satu ini?

4. Kontennya nggak hanya job dan lomba
Pernah suatu kali ada teman blogger yang komentar di postingan IG-ku, “Lomba ya?” Sebenarnya aku kaget. Kenapa ya temanku ini berkomentar seperti itu? Padahal dia itu termasuk inspiratorku lho. Pun karena dia adalah blogger senior. Harusnya lebih tahu etikanya berkomentar di lapak orang. Akan tetapi, aku berusaha untuk berpikir positif, mungkin itu caranya care denganku, untuk mengingatkanku tidak sering bahkan selalu tulisan job atau lomba yang aku posting. Terima kasih ya.

*melototin tabung gas yang kosong dan perlu diisi*

Makanya, aku sedang berusaha banget untuk tetap konsisten buat nulis postingan di blogku ini dengan konten original. Kalau bulan kemarin banyak konten lomba dan job, semoga bulan ini bisa publish banyak konten original.


Aku sendiri punya target, paling tidak aku bisa update tulisan original per 5 hari sekali. Misalnya tanggal 1, 5, 10, dan seterusnya. Semoga bisa konsisten di tengah kesibukan mengajar dan menjadi ibu rumah tangga. Aamiin. Pun aku ingin menuliskan hal-hal yang ringan tanpa berpikir ini bakalan banyak dibaca atau dikomentari orang atau tidak. Terpenting kontennya positif dan punya value sendiri.

Kalau kamu, sebulan bisa update tulisan berapa? Sehari bikin status berapa kali?



Eh, sampai sini ternyata sudah 990 kata lebih. Padahal tadi maksudnya mau nulis 600an saja. Hihihi. Oke deh, aku sudahi dulu ya curhat tentang internet sehat ala aku. Kalau menurutmu sendiri, bagaimana? Harusnya kalau berinternet yang sehat seperti apa?

7 komentar:

  1. Aku pernah ngerasa stres banget gara-gara sosmed. Sekarang mah, internet buat kerja aja biar menghasilkan. :'D

    BalasHapus
  2. Belum tentu sehari sekali. :'D Kalau blog, insyaallah konsisten 3 hari sekali.

    BalasHapus
  3. Dikit2 buat status? Aaaahhh gue banget ituh. Wkwkwk. Memang harus bnr2 bijak y mba kalo berinternet itu

    BalasHapus
  4. setuju banget unfriend teman yang hobi nebar aura negatiiif...dan aku pun kudu lebih ngatur waktu online, huhuhu..

    BalasHapus
  5. Aku sempetbak merasakan jenuh sama sosmed dan lama jd pasif reader. Too many negative things

    BalasHapus
  6. Aku sempat merasakan jenuh dengan internet terutama sosmed dan jadi paaif reader

    BalasHapus
  7. kalau aku seminggu sekali itu udah keren ha ha mksh mbak

    BalasHapus