Kamis, 04 Juni 2020

Mengajak Kak Ghifa Gemar Membaca Iqro


Orangtua mana sih yang tidak senang kalau anaknya yang masih berusia di bawah lima tahun tapi sudah hafal huruf hijaiyah? Atau malah sudah hafal surat-surat pendek?

membaca iqro

Aku ingin. Ingin sekali. Namun, aku sadar diri juga sih. Aku bukanlah ibu yang pandai mengaji. Cukup tahu bacaan tajwid saja aku sudah sangat bersyukur. Karena memang basic-ku bukanlah ibu jebolan dari pondok pesantren.

Tapi, bolehkan kalau aku bermimpi memiliki anak yang pandai mengaji?

Boleh banget, kan? Kalau orangtuanya hanya gini-gini doang, kan anaknya jangan gini-gini doang juga kan?

Jangan sampai anakku bernasib sama sepertiku, yang mengaji hanya sekadar mengaji. Tak ada istimewa-istimewanya sama sekali.

Sebelumnya aku ingin cerita, kenapa aku semangat banget ngajarin Kak Ghifa untuk gemar membaca iqro? Satu, gara-gara cerita Gus Miftah yang mengambil keputusan untuk anaknya agar tidak dimasukkan ke TK terlebih dahulu sebelum bisa mengaji. Kedua, isi ceramah ustadz Hanan Attaki yang menyampaikan bahwa Alquran lah yang akan menolong kita saat hari kiamat. Ketiga, almarhumah ibuku. Beliau memang tidak bisa membaca huruf arab apabila disambung, tapi semangat mengajinya yang luar biasa membuatku malu kalau sampai kalah semangat buat ngajarin Kak Ghifa belajar membaca iqro. Katakanlah dulu ibuk tidak beruntung karena dilahirkan di lingkungan yang jauh dengan agama. Lha aku? Anakku? Lingkungan lebih baik, masak iya, mau nyerah gitu saja?! Harus lebih baik. Terakhir, karena pesan terakhir ibuku yang mengingatkanku agar Kak Ghifa kelak pandai mengaji.

Jujur, aku pernah memiliki anggapan, ah, nanti kalau pas waktunya, kak Ghifa juga bisa membaca iqro sendiri. Apalagi di sekolah PAUDnya juga ada kegiatan membaca iqro setiap hari Kamis. Iya, hanya sekali dalam seminggu aku kok pernah bangga. Hiks.

Kemudian diingatkan kembali oleh ibuk saat beliau sudah sakit, tapi belum sekarat. Iya, ya. Ini kan tugasku? Masak iya sih untuk mengenal huruf hijaiyah saja harus kuserahkan ke guru PAUD atau guru ngaji? Kalau ibunya bisa, kenapa harus orang lain? Bukankah di ilmu parenting pun seperti itu? 

Lengkap sudah kan alasannya?

Tapi, tidak semudah itu ternyata. Benar saja, ya, kalau ingin dapat ganjaran yang besar, tantangannya pun luar biasa.

Baiklah, akan kuceritakan beberapa tantangan yang kuhadapi selama mengajak Kak Ghifa gemar membaca iqro. Yang perlu digaris bawahi terlebih dahulu, Kak Ghifa saat ini usia 4 tahun 8 bulan dengan tipe belajar lebih condong ke kinestetik. Anakku ini aktif banget. Suka sekali main. Tapi, pemalu dan adaptasi dengan tempat plus orang baru cukup lama. Hahaha. Wis pokoke aku bangetlah.





Tantangan 1

Bantuin bapak untuk bungkus-bungkus dagangan. Bapakku seringkali pulang dari pasar waktu maghrib. Kalau sudah datang, selepas salat maghrib, rumah sudah penuh dengan orang. Otomatis aktivitas membaca iqro Kak Ghifa jadi terganggu. Malu lah dilihatin orang. bukan membaca iqro malah bikin aksi angkat kaki satu, atau malah nungging-nungging. Yo wis, mengajinya pending lagi.

Tantangan 2

Waktu memasakku. Namanya manusia kan sering banget berencana tapi Gusti Allah tetap yang menentukan, ya? Sudah mulai masak untuk makan malam sejak asar, tapi ada kegiatan dadakan. Misal ada rombongan menjenguk tetangga yang sakit, arisan yang ternyata aku lupa jadwalnya, ada tamu yang doyan banget ngobrol, dll.

Ujung-ujungnya belum selesai masak padahal waktu maghrib sudah tiba. Bapak juga bakalan pulang dan lapar. Misal mau beli lauk di luar, bapakku nggak doyan. Seringkali masak kulakukan setengah jalan, yang penting sudah ada yang dimakan untuk bapak. Aku, abi, dan Kak Ghifa mah nanti-nanti nggak papa. Terpenting Kakak bisa membaca iqro dulu.

Tantangan 3

Kak Ghiifa mengantuk. Halo mak, siapa yang pernah ngalamin, emaknya tidur, eh, anaknya malah kabur keluar rumah sendiri main ke rumah tetangga?

Ya Allah, akhirnya aku ngalamin, Mak. Hihi. Menurutku menggelikan. Lha wong pintu sudah kukunci lho. Ternyata Kak Ghifa bisa buka dengan cara naik ke kursi. Nah, kalau tidak tidur siang gitu, alhasil pas magrib dia rewel karena mengantuk atau kalau nggak katanya kepalanya pusing. Ujung-ujungnya nggak mau membaca iqra'. Hadeh.

Tantangan 4

Anak tetangga. Baru serius menemani Kak Ghifa membaca iqro, eh, tiba-tiba di depan pintu rumah, 

"Kakak...."

"Ghifaaaaaa....."

Ambyar. Nggak bisa konsentrasi lagi. Tapi, mau bagaimana lagi?

Inilah resiko yang harus aku tanggung karena hidup sederet dengan keluarga besar dari bapak. Kanan kiri rumahku ini semua adalah saudara. Namanya hidup bersama orang banyak, pola pikir dan prinsipnya berbeda-beda. Kalau sudah maghrib dan anaknya masih berkeliaran di rumah tetangga-saudara, ya, sini biasa.

Langkah yang seringkali aku ambil, ya, mengusir secara halus kalau ada anak saudara yang masih main saat maghrib datang. Kalau nggak gitu, ya, pintu rumah langsung kututup. Nanti kalau sudah selesai membaca iqro, Kak Ghifa juga langsung njrantal keluar, main lagi. Hahahaha.


Terpenting dari semua itu, contoh dariku dan abinya sangatlah penting.

Ya, paling tidak, itulah tantangan yang seringkali kualami. Banyak sih kerikil tantangan lainnya, seperti ada telepon, kak Ghifa minta jajan es krim dulu, dll. Nanti seiring bertambah usia Kak Ghifa pasti juga beragam lagi tantangannya.

Dari banyaknya tantangan itu kutemui kemudahan selama mengajak Kak Ghifa untuk membaca iqro. Apa itu? Alhamdulillah, selembar iqro itu kalau dibaca dua kali, Kakak langsung nyantol. Semoga saja kemudahan ini terus seperti itu. Biar aku yang ngajarin juga sedikit senang, eh, kok sedikit, senang sekali malah.

Aku juga berharap minat baca iqro Kak Ghifa semakin meningkat pula, tidak ogah-ogahan. Agar disaat waktu yang tepat, dia bisa mendoakan Mbah uti, ibuku yang sudah berpulang ke surga Allah. Syukur-syukur dia bisa menjadi jalan penerang kami sekeluarga di surga Allah.

Bismillah, pokoke jangan nglokro untuk mengajak anak untuk membaca iqro, ya. Percayalah selalu akan janji Allah bahwa bersama kesulitan, tantangan, akan ada kemudahan juga di sana. Bahkan kemudahan itu lebih dari kesulitan yang kita hadapi. Sekali lagi, mau dapat ganjaran yang gedhe itu cobaannya juga gedhe, bukankah begitu? Jangan mudah menyerah!

3 komentar:

  1. Barakallah, Mbak. Semoga dimudahkan semuanya, ya. Dan Ghifa cepet bisa baca iqronya ^-^
    Salam buat Ghifa.

    BalasHapus
  2. Alhamduillah, semoga dimudahkan yang belajar Iqranya dedek. Anakku juga belajar iqra di rumah bareng aku mbak, memang harus dijadikan rutinitas agar tidak bosan atau kadnag suka malas hehehe

    BalasHapus
  3. semoag bisa belajar dnegan baik dan tetap semangat anaknya

    BalasHapus