Manusia diciptakan di dunia ini
dengan segala keunikannya. Memiliki kekurangan dan kelebihan. Sama halnya
dengan seorang anak yang sedang menuntut ilmu di suatu sekolah. Masing – masing
dari mereka memiliki kelebihan berdasarkan delapan macam kecerdasan yang ada
serta kekurangan di bidang lainnya. Misalkan saja, si A pintar dalam bidang
Matematika, tapi lemah pada bidang olahraga. Si B pintar dalam hal seni, tapi nilai
mata pelajaran IPS di raportnya tidak pernah lebih dari 6. Dan sangat disayangkan,
negara kita termasuk negara yang masih menganut sistem rangking, yang secara
pasti hanya menilai pintar atau tidaknya seorang anak dari hasil belajar mereka
yang dilambangkan melalui angka – angka bukan pada proses bagaimana anak
memahami suatu materi.
Menurut saya, belajar adalah
sebuah proses untuk memahami suatu ilmu atau materi bukan orientasi pada
hasilnya apalagi angka. Di negara kita, sistem pemberian rangking digunakan untuk
mengukur tingkat pencapaian tujuan belajar anak. Semakin tinggi nilai rangking
seorang anak, maka dinilai tinggi pula pencapaian tujuan belajar dari anak
tersebut, begitu juga sebaliknya. Namun kenyataannya, tidak semua nilai
rangking bisa menunjukkan seberapa jauh tingkat pencapaian seorang anak
terhadap tujuan belajar itu sendiri. Hal itu bisa saja dikarenakan dari
berbagai pihak, misalkan saja dari pihak anak yang melakukan kecurangan ketika
ujian atau juga di pihak guru yang kurang objektif dalam memberikan penilaian
terhadap anak didiknya.
Salah satu faktor yang bisa
meningkatkan kualitas pendidikan di negara kita adalah dengan adanya penghapusan
sistem pemberian rangking. Karena dengan adanya sistem tersebut sama halnya mengabaikan
prestasi – prestasi anak dibidang non-akademik. Dan belum tentu juga anak yang
memiliki presatasi akademik yang bagus, maka prestasi non-akademiknya juga ikut
bagus, dan sebaliknya. Selain itu, sistem pemberian ranking dapat memberikan
dampak yang negatif yaitu anak bisa bertindak curang ketika ujian (karena takut
dimarahi orangtua atau malu dengan teman – temannya kalau rangkingnya turun
satu tingkat), anak stress dan merasa tertekan, serta akibat adanya pelabelan
anak pintar dan tidak pintar justru akan menjadikan anak yang mendapat ranking
itu sombong, sedangkan anak yang tidak mendapatkan ranking menjadi rendah diri.
Sebenarnya sistem pemberian ranking juga bisa memberikan dampak positif bagi
anak, yaitu memotivasi anak untuk lebih rajin kembali belajarnya. Namun, itu
terjadi hanya untuk sebagian kecil saja.
Jika dibandingkan dengan siswa di
Finlandia (sebagai negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia) tidak lagi
mengejar angka dan peringkat selama menjalani pendidikan wajib dasar 9 tahun,
namun mengejar pemahaman dan penerapan ilmu yang diberikan sesuai dengan
kurikulum pendidikan dasar nasional. Sistem peringkat (ranking), baik peringkat
siswa maupun peringkat sekolah (sekolah favorit atau non-favorit), serta sistem
evaluasi ujian nasional untuk kenaikan kelas di tiap jenjang pendidikan wajib
dasar nasional 9 tahun dihapus. Pendidikan dasar difokuskan pada upaya
pembentukan karakter dan kapasitas dari setiap murid.
(http://www.deplu.go.id/helsinki/Pages/TipsOrIndonesiaGlanceDisplay.aspx?IDP=1&IDP2=4&l=id)
Oleh karena itu, apabila sistem
pemberian ranking di negara kita dihapuskan secara keseluruhan dan kemudian ditunjang
dengan adanya kerjasama pemerintah dan pihak guru untuk lebih mengembangkan anak
didiknya ke arah belajar yang sesungguhnya, maka kualitas pendidikan yang baik
akan berubah dari yang awalnya berorientasi pada nilai menjadi berorientasi
pada ilmu. Karena sesungguhnya apabila kita belajar dengan orientasi dasar
ilmu, maka nilai akan mengikuti kita.
*Esai ini saya kirimkan untuk Beasiswa DataPrint untuk yang ketiga kalinya dan lagi - lagi gagal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar