Kamis, 12 Juli 2012

MENURUT SAYA, KUALITAS PENDIDIKAN DI INDONESIA YANG BAIK


Manusia diciptakan di dunia ini dengan segala keunikannya. Memiliki kekurangan dan kelebihan. Sama halnya dengan seorang anak yang sedang menuntut ilmu di suatu sekolah. Masing – masing dari mereka memiliki kelebihan berdasarkan delapan macam kecerdasan yang ada serta kekurangan di bidang lainnya. Misalkan saja, si A pintar dalam bidang Matematika, tapi lemah pada bidang olahraga. Si B pintar dalam hal seni, tapi nilai mata pelajaran IPS di raportnya tidak pernah lebih dari 6. Dan sangat disayangkan, negara kita termasuk negara yang masih menganut sistem rangking, yang secara pasti hanya menilai pintar atau tidaknya seorang anak dari hasil belajar mereka yang dilambangkan melalui angka – angka bukan pada proses bagaimana anak memahami suatu materi.
Menurut saya, belajar adalah sebuah proses untuk memahami suatu ilmu atau materi bukan orientasi pada hasilnya apalagi angka. Di negara kita, sistem pemberian rangking digunakan untuk mengukur tingkat pencapaian tujuan belajar anak. Semakin tinggi nilai rangking seorang anak, maka dinilai tinggi pula pencapaian tujuan belajar dari anak tersebut, begitu juga sebaliknya. Namun kenyataannya, tidak semua nilai rangking bisa menunjukkan seberapa jauh tingkat pencapaian seorang anak terhadap tujuan belajar itu sendiri. Hal itu bisa saja dikarenakan dari berbagai pihak, misalkan saja dari pihak anak yang melakukan kecurangan ketika ujian atau juga di pihak guru yang kurang objektif dalam memberikan penilaian terhadap anak didiknya.
Salah satu faktor yang bisa meningkatkan kualitas pendidikan di negara kita adalah dengan adanya penghapusan sistem pemberian rangking. Karena dengan adanya sistem tersebut sama halnya mengabaikan prestasi – prestasi anak dibidang non-akademik. Dan belum tentu juga anak yang memiliki presatasi akademik yang bagus, maka prestasi non-akademiknya juga ikut bagus, dan sebaliknya. Selain itu, sistem pemberian ranking dapat memberikan dampak yang negatif yaitu anak bisa bertindak curang ketika ujian (karena takut dimarahi orangtua atau malu dengan teman – temannya kalau rangkingnya turun satu tingkat), anak stress dan merasa tertekan, serta akibat adanya pelabelan anak pintar dan tidak pintar justru akan menjadikan anak yang mendapat ranking itu sombong, sedangkan anak yang tidak mendapatkan ranking menjadi rendah diri. Sebenarnya sistem pemberian ranking juga bisa memberikan dampak positif bagi anak, yaitu memotivasi anak untuk lebih rajin kembali belajarnya. Namun, itu terjadi hanya untuk sebagian kecil saja.
Jika dibandingkan dengan siswa di Finlandia (sebagai negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia) tidak lagi mengejar angka dan peringkat selama menjalani pendidikan wajib dasar 9 tahun, namun mengejar pemahaman dan penerapan ilmu yang diberikan sesuai dengan kurikulum pendidikan dasar nasional. Sistem peringkat (ranking), baik peringkat siswa maupun peringkat sekolah (sekolah favorit atau non-favorit), serta sistem evaluasi ujian nasional untuk kenaikan kelas di tiap jenjang pendidikan wajib dasar nasional 9 tahun dihapus. Pendidikan dasar difokuskan pada upaya pembentukan karakter dan kapasitas dari setiap murid.
(http://www.deplu.go.id/helsinki/Pages/TipsOrIndonesiaGlanceDisplay.aspx?IDP=1&IDP2=4&l=id)
Oleh karena itu, apabila sistem pemberian ranking di negara kita dihapuskan secara keseluruhan dan kemudian ditunjang dengan adanya kerjasama pemerintah dan pihak guru untuk lebih mengembangkan anak didiknya ke arah belajar yang sesungguhnya, maka kualitas pendidikan yang baik akan berubah dari yang awalnya berorientasi pada nilai menjadi berorientasi pada ilmu. Karena sesungguhnya apabila kita belajar dengan orientasi dasar ilmu, maka nilai akan mengikuti kita.

*Esai ini saya kirimkan untuk Beasiswa DataPrint untuk yang ketiga kalinya dan lagi - lagi gagal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar