Senin, 27 Agustus 2012.
Hari pertama kembali sekolah lagi. Saya
kembali mengajar. Tapi hari ini anak – anak tidak langsung mendapatkan
pelajaran. Alasannya yang pertama karena ada ‘selametan’ untuk menaikkan atap gedung
TK yang baru. Selain itu, karena tsayatnya anak - anak akan kaget karena sudah
2 minggu libur sekolah. Maka hari ini di kelas hanya bernyanyi dan bercerita
pengalaman selama liburan serta pembagian makanan ‘selametan’ tersebut.
Yang pasti, dari saya sendiri merasa
kalau hari pertama ini sangat kacau. Karena memang saya sendiri lupa beberapa
nama murid saya, dan kadang terlalu lama untuk menyebutkan nama mereka dan
lebih parah lagi sering keliru menyebut nama anak A dengan nama anak B.
Dari anak – anak sendiri hari ini
banyak yang mogok sekolah. Contohnya saja adalah Akbar. Akbar yang biasanya
diantar Ibunya, dan hari ini harus berangkat bersama kakaknya yang sekolah di
SD akhirnya ia mogok sekolah. Dia hanya duduk di depan balai desa (karena
gedung belum selesai). Saya hampiri dan saya bujuk ia pun tidak bergeming.
Sampai Bapaknya datang, ia baru mau masuk kelas. Tapi tak lama setelah membeli
es ia pun mogok kembali dan akhirnya dibawa pulang.
Ketika acara puncak pembagian
makanan ‘selametan’ itu akan berjalan, saya teringat dengan salah satu murid
saya. Ya, Sinta. Dia menghilang. Anak yang selama ini paling tidak tanggap dan
paling susah diatur. Saya cari. Ternyata ia membeli jajan ke kantin SD. Saya
tunggu. Akhirnya dia muncul juga. Akhirnya kubariskan ia di barisan bersama
teman – temannya. Yang sangat saya sayangkan, selama ini orang termasuk guru
yang selama ini mengajarnya sering memandang dari kekurangan Sinta. Secara
psikologis ia memang bermasalah. Meskipun ini hanya praduga saya saja. Tapi
ketika saya analisa berdasarkan ilmu yang saya dapatkan selama kuliah, dia
memang butuh perlsayaan tersendiri. Tapi orang yang ada di sekitarnya terlalu
cepat menge-judge ia dengan sebutan anak IDIOT. Bukan. Ia tak idiot karena ia
bisa menghasilkan karya, mewarnai gambar dengan gradasi warna yang luar biasa.
Dia ISTIMEWA.
Saya hanya berharap ia bisa bertemu
dengan orang yang tepat. Bahkan harapan besar berada di tangan orangtuanya. Saya
ingin sekali meyakinkan kepada orangtuanya kalau dia istimewa. Secepatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar