Kamis, 13 Maret 2014

Sakit? Ke Puskesmas Saja

Hidung ini rasanya tak lelah memuntahkan cairan bening. Kepala pening, tenggorokan gatal, alhasil batuk melengkapi sakit ini. Obat warung yang saya minum tak bisa mengusir rasa sakit ini. Alamat harus segera periksa ke dokter.
Lap ingus ala Ika

“Nanti ke Puskesmas, nduk.” ajak Ibu yang juga sedang sakit, sama keluhannya dengan saya.

Ngomong-ngomong tentang Puskesmas, kapan terakhir Anda ke Puskesmas? Kalau ada yang punya dokter langganan, dokter pribadi mana pernah ke Puskesmas? Benar?

Puskesmas kependekkan dari pusat kesehatan masyarakat. Puskesmas menurut KBBI offline adalah poliklinik di tingkat kecamatan tempat rakyat menerima pelayanan kesehatan dan penyuluhan mengenai keluarga berencana. Puskesmas identik dengan tempat mampir 'penyakit ringan'. Adakah daerah di Indonesia yang belum tersentuh Puskesmas? Saya rasa masih banyak ya? Jika di daerah kita sudah ada Puskesmas dan balai pengobatan lainnya, mari bersyukur, alhamdulillah.

Pernah nggak dengar selentingan kalau Puskesmas itu milik orang miskin? Idih, rasanya kok sadis banget ya. Padahal siapapun boleh masuk Puskesmas. Apa mungkin karena pelayanannya yang gratis tis tis kemudian muncul selentingan seperti itu?



Saya sendiri tahu persis kalau pelayanan di Puskesmas itu garatis tis tis ya kemarin (Senin, 10 Maret 2014) saat periksa dengan Ibu. Hanya bermodalkan kartu berobat, pulang kita bisa membawa obat secara gratis.

Secara umum, prosedur ketika hendak periksa ke Puskesmas hampir sama ya? Ini adalah prosedur ala saya.

  1. Saya mengambil nomor antrian, 
  2. Menunggu sejenak sampai nomor antrian dipanggil.
  3. Saya menyerahkan kartu berobat (kalau belum punya, tinggal bilang kepada petugas. Satu kartu berobat bisa digunakan untuk satu keluarga) dan mengutarakan keluhan yang saya alami. Setelah itu saya menerima stopmap yang berisi kertas seukuran folio dan 2 kertas ukuran 10 cm X 10 cm yang berisi nama saya dan Ibu. 
  4. Kemudian masuk ke ruangan periksa, tapi jangan dibayangkan kalau bakal ada stetoskop nempel di dada ya? (apakah hanya di Puskesmas tempat saya, atau yang lainnya juga seperti ini?). Di ruangan ini petugas menanyakan keluhan apa yang saya alami dan resep pun jadi. Resep pun ditulis di kertas folio (arsip Puskesmas) dan kertas ukuran 10 cm x 10 cm.
  5. Kertas ukuran 10 cm x 10 cm itu diserahkan pada saya dan diberikan ke ruang apotek untuk tukar dengan obat.
  6. Selesai. Tanpa bayar apapun. Hanya bayar parkir Rp 1.000.

Mudah kan? Murah lagi. Saat ini juga sudah banyak sekali Puskesmas yang dilengkapi dengan rawat inap. Letaknya yang ada di setiap kecamatan ini sangat memudahkan warga yang ingin berobat. Semoga saja dengan adanya Puskesmas dan rawat inap, warga di setiap penjuru negeri ini bisa berobat secepatnya. 

Mengenai pelayanannya? Selama saya di Puskesmas, suasana tampak ramai. Tapi pelayanannya nggak terlalu lama kok. Paling 10 menit sudah selesai. Yuk, ke Puskesmas!

10 komentar:

  1. katanya kalo udah biasa pake obat dokter, obat puskesmas ga mempan. apa udah kebal ya :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Untuk saya mempan, Mbak :)
      Hihihi...
      Kalau Ibu sakit kemudian langsung dipriksa ke dokter malah sembuhnya agak lama, tapi kalau ke Puskesmas sehari langsung sembuh. Nah, lo.

      Hapus
    2. Skt ringan aja kyknya jeng yg mempan obat puskesmas, klw yg serius dirujuk ke rs besar jug kan ya ?

      Hapus
    3. Iya Mbak, untuk sakit ISPA aja.

      Hapus
  2. PUSKESMAS sering diremehkan masyarakat. Dikiranya kualitas "apa adanya" dan dokternya biasa biasa aja. Padahal di PUSKESMAS adalah dokte dokter yang berkualitas dan berdedikasi tinggi Sebelum saya melangkah ke yang lain, PUSKESMAS selalu menjadi rujukan yang pertama. I love PUSKESMAS

    BalasHapus
  3. Puskesmas di tempat saya mbak ruaaameee banget, kadang lebih baik ke dokter soalnya gak rame hehehhe. Tapi keberadaan puskesmas sangat berguna bagi mereka yg mempunyai penghasilan cukup.

    BalasHapus
  4. saya kok bawa fotokopian 6 lembar mak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oh ya? Wah sistemnya berbeda-beda kali ya Mbak?

      Hapus
  5. Saya sudah lupa kapan terakhir ke Puskesmas, mbak, sudah lama sekali. karena puji syukur jarang mengalami keluhan sakit, kalaupun ada, masih menggunakan resep turunan atau dari saran mbak saya (sebagai tenaga kesehatan). tapi karena sering konsumsi obat, sekarang sudah mengurangi, dulu sakit dikit, ke apotek (beli ini itu). sekarang sudah mengurangi, khuwatir tubuh kebal dengan dosis tinggi. terakhir ke RS, ke spesialis Gigi saja, sebelum itu ke dokter Gigi, tapi dirujuk ke RS. alhamdulillah, sejauh ini hanya sakit biasa, penanganan sederhana, kadang nunggu sembuh dengan sendirinya:) *wadu, kok curhat yak, hihi, maaf :D

    Tapi, sekarang mbak dan Ibu sudah sembuh, kan?, Amin, semoga sudah. intinya di manapun berobat, asal mensugestikan sembuh, insyaAllah sembuh, karena kadang obat gak mudah bereaksi lantaran tubuh kita menolak (kurang percaya akan kesembuhan dari obat itu sendiri)..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe, curhatnya puanjaaaang amat yak? Ini rumah siapa yak #eh
      Hihihi...
      Sugesti untuk sembuh memang obat yang paling manjur.

      Hapus