Sabtu, 03 Oktober 2015

Si Tomboy

Assalamualaikum.

Si Tomboy. Kalau ngomongin masa kecil, saya bisa katakan kalau masa kecil saya lebih berwarna dibandingkan pelangi. Saya ingat-ingat dulu ya warna-warni masa kecil saya yang hobi banget:
  1. Tidur siang,
  2. Memancing ikan dan belut di sawah,
  3. Mandi di sungai depan rumah,
  4. Bersepeda hanya berkostum celana dan kaos dalam,
  5. Main betengan dan petak umpet,
  6. Ikutan main bola plus nonton bola,
  7. Punya rambut pendek layaknya anak cowok,
  8. Beli mainan pistol-pistolan yang bisa bunyi dor dor dor dor dor. 

Dari sekian poin di atas, ada satu kenangan masa kecil saya yang sampai saat ini tidak bisa saya lupakan. Habisnya manis banget. So sweet gitu. Mau tahu apa?

Duh mentang-mentang foto jadul jadi nggak jelas semua wajahnya :(
Foto tersebut diambil saat acara perpisahan kelas 6. Bisa tebak saya yang mana? Iya, yang pakai topi putih. Bagaimana gaya saya? Laki banget kan? Makanya banyak orang yang bilang saya ini tomboy. Tapi sekarang sudah feminim banget kok. *nggak ada yang nanya*

Si Tomboy. Tomboy-tomboy begitu, siapa yang menyangka kalau saya lebih dini dibandingkan teman-teman dalam mengenal cinta-cintaan-suka-sukaan. Hii...malu. Kalau diingat-ingat, sejak kelas 3, eh bukan, sejak ada anak baru pindahan dari Solo-lah yang menjadi titik awal saya mengenal rasa suka.

Iya, saya jatuh cinta pada pandangan pertama dengan anak baru tersebut. Padahal ya kalau dipikir-pikir anak baru itu dulu pas awal masuk nggak ada ganteng-gantengnya. Lha wong rambutnya saja gundul. Masuk ke kelas selalu pakai topi dan menundukkan kepala. Entah-lah darimana menariknya? Tapi saya suka.

Hingga kejadian saat saya memberanikan diri untuk mengiriminya secarik kertas binder bergambar mickey mouse berwarna biru (idih masih ingat betul). Iya, itu surat cinta dari anak kelas 3 SD yang terkenal tomboy. Tapi apa balasannya? Tanpa membaca isinya, dia langsung menyobek kertas itu di depan saya dan tentunya di depan teman-teman. Otomatis, saya diledek. Malu. Pengen nangis di tempat.

Semenjak kejadian itu, apakah saya menyerah? Tidak. Saya berlagak jual mahal, cuek bebek dengan dia. Eh, malah dia yang terkintil-kintil (gantian suka) sama saya. Hahahaha. Saya kok dilawan.

Sampai di kelas 6, kami berdua sadar betul kalau sama-sama suka. Setiap kali berangkat sekolah dia selalu menghampiri saya. Pergi bersama saat menjenguk teman sakit di rumah sakit, sampai les di tempat yang sama. Oya, ada kejadian yang sampai sekarang masih diingat sama ibu (ibu tahu kami saling suka) tentang kami.

“Iya, pas ibu mau jemput di tempat les, eh di jalan ibu sudah lihat kamu dan dia jalan berdua. Sepayung berdua.” cerita ibu. So sweet banget kan. Dan ini bukan rekayasa.

Sayang, cerita Si Tombo ini berakhir begitu saja semenjak dia dikirim keluarganya ke Solo lagi untuk melanjutkan pendidikannya. Dan saya merasakan betapa sakitnya patah hati. Bertahun-tahun bersama. Bertahun-tahun pula berpisah.

Sempat berharap suatu hari saya bisa bertemu dengan dirinya lagi. Dan Alah menjawab harapan saya itu sebulan sebelum saya menikah. Kalau dulu saya pernah berharap dialah yang menjadi pendamping hidup saya, kini saya dengan tegas mengatakan bahwa dia hanya jadi pendamping di foto ini.

Hai Bro! Sukses selalu untukmu.

8 komentar:

  1. waduh, kelas 3 sudah lope-lopean :)

    hanya bisa tersenyum pas baca tulisan dibawah foto :
    'Tulisan Ini DiikutSertakan Dalam Pena Cinta First GiviAway

    Semoga sukses ya mbak GA nya :-)

    BalasHapus
  2. wah wah wah kelas 3 SD sudah main cinta monyet *tepuk jidat* :D

    BalasHapus
  3. Mbaa di foto jadul itu dikau yg mana mba.. ga bs mengenali hehehe

    BalasHapus
  4. Wahaaaa bole jg gayanya mb ika
    Btw umpan mancingnya pke apa, aku takut mancing klo umpane cacink

    BalasHapus
  5. wehehe, cinta monyet ya, mba. :D

    BalasHapus
  6. Seru banget ceritanya

    Terima kasih sudah ikutan

    BalasHapus