Sabtu, 10 Juni 2017

Aneh tapi Nyata: Lembar Soal UKK Hilang


"Ayo, baris dulu!" perintahku saat anak-anak hendak memasuki kelas untuk ujian jam kedua, bahasa Jawa.

Mereka sudah duduk di bangkunya. Alat tulis sudah siap diajak tempur.

"Sudah siap mengerjakan soal, Anak-anak?"

"Sudah."

"Kalau sudah, mulut dikunci yang bekerja tangannya."


Aku segera membagi lembar soal bahasa Jawa ke anak-anak. Pas sampai deretan bangku terakhir, "Lah kok kurang lagi?"

Mejaku yang penuh dengan koreksian UKK anak-anak.

Heran. Sangat heran. Padahal kemarin kan kurang 2 lembar, sudah ku fotokopi, eh, ini kok hilang lagi. Ada setan kali ya di kelas ku?

Senin lalu, awal UKK, pagiku sudah kacau. Biasanya, soal itu tak pernah hilang. Lah ini, tahu-tahu soal PKN hilang sebanyak 15 lembar. Alhasil, aku cari ide dong, bagaimana caranya agar anak-anak nggak heboh sendiri di kelas. Akhirnya, masalah terselesaikan dengan cara ku beri mereka lembar SBK (mewarnai) dan aku minta tolong sama tukang kebun untuk memfotokopi soal tersebut.

Kelar ujian PKn, aku langsung cek semua soal yang sudah ku bawa ke kelas. Hasilnya? Soal PKn fix hilang 15 lembar sedangkan soal mata pelajaran lain hilang 2.

Hayo, kira-kira siapa yang ngambil? Ngaku hayo ngaku!

Atau aku yang salah hitung? Lah memang nggak ada kok kertasnya. Atau pihak kabupaten yang siwer waktu ngitung. Tapi, kok kompak banget hilangnya, rata-rata 2. Terus anehnya, untuk mata pelajaran bahasa Indonesia, MTK, dan bahasa Indonesia kan ada lembar jawaban sendiri. Nah, itu jumlahnya pas kok sama jumlah siswa. Ke mana lembar soalnya?

Ah, kalau pun memang yang ngambil orang dalam, kenapa nggak ijin aja sih? Tak kasih kok kalau buat belajar keluarganya. Atau mau minta nilai 100? Tak kasih. Santai. Apa sih arti sebuah nilai? Nggak perlu kulakan mahal.

Daripada kucing-kucingan gitu? Itu namanya nyolong lho. Nyolong itu mencuri, apalagi ini bulan puasa. Dosanya berlipat-lipat kan.

Kesimpulan,
Nilai itu bukanlah segalanya. Kalau untuk mendapat nilai yang bagus kok jalannya sudah nggak benar, kan nggak barokah nilainya.

Aku selalu bilang gini sama muridku, "Cah, Bu Guru tidak butuh nilai 90, 100 tapi hasil dari nyontek. Mending dapat 65 asalkan kamu nggak buat dosa."

Pelajaran nih untuk ke depannya. Aku harus bawa pulang soal itu. Nggak ditinggal di kelas. Biar aman jaya. Hahahaha. Daripada pagi-pagi rusuh?

Misalnya, kamu jadi aku, terus tahu yang ngambil soal itu, kira-kira apa yang kamu lakukan?

4 komentar:

  1. Dari sisi ortu sering aku sedih krn spt itu pasti ide ortunya. Anak2 mah (tadinya) jujur.

    BalasHapus
  2. Ngelus dada bacanya.. Msh ada ya mba pencurian soal begini.. Tapi bener katamu. Dapat 100 tp dr jalan ga bener, utk apa yaa.. :(. Mending nilai biasa tp dr kerja keras kita. Ga bakal lupa itu ilmunya.

    BalasHapus
  3. Semoga anak-anak jujur ya mbak ika ke depannya, udah gak jujur dari kecil apa jadinya kelak dewasanya ya kan 😊

    BalasHapus
  4. walah mbak, ada2 aja ya kejadiannya. Mbok yang dicuri itu benda berharga emas berlian atau hp, lha ini soal ujian. Btw quotenya menyejukkan loh : "Cah, Bu Guru tidak butuh nilai 90, 100 tapi hasil dari nyontek. Mending dapat 65 asalkan kamu nggak buat dosa." Hhuhuhu mendadak terharu bacanya aku mbak

    BalasHapus