Selasa, 21 Agustus 2018

Ayo Dukung Merokok Bukan Sebagai Lifestyle dan Kelompok Rentan Lebih Sehat dengan #RokokHarusMahal




Membaca kalimat di atas, tentu sangat mengerikan. Iya, bagi kita yang tidak merokok. Kalau yang sudah terbiasa merokok, ya, beda lagi. Tak peduli. Begitu kesan yang mereka tunjukkan.

Ada juga yang tidak merokok, perempuan, berpendidikan tinggi pula, tapi, kalau lihat campaign #RokokHarusMahal meragukan keberhasilannya. Ini terbukti dan kualami sendiri saat aku men-share link tulisanku tentang #rokok50ribu dalam rangka mendukung program radio Ruang Publik KBR beberapa bulan lalu di facebook (setelah kucek lagi komentarnya ternyata sudah dihapus)

Merokok Bukan Sebuah Lifestyle


Aku cukup kaget dengan tanggapan perempuan itu kalau rokok sudah jadi lifestyle. Dari segi mana? Kalau ngumpul nggak lengkap tanpa merokok? Apakah karena nggak merokok jiwa laki-laki dalam diri jadi sirna? Atau anggapan kalau sudah merokok tergolong orang berkelas? 

Lifestyle (gaya hidup) sendiri memiliki arti bagian dari kebutuhan sekunder manusia yang bisa berubah bergantung zaman atau keinginan seseorang untuk mengubah gaya hidupnya (Sumber: Wikipedia). Misalnya, cara berpakaian, kebiasaan, pola makan dan istirahat, berbicara dengan sopan santun, dll.

Kalau merokok, apakah termasuk kebutuhan? Dikatakan kebutuhan kalau itu tidak bisa tergantikan. Harus mengkonsumsinya. Nyatanya banyak orang yang tidak merokok juga tetap hidup sejahtera dan bahagia, bukan?

Dari kiri, Mbak Nina Samidi, dr. Fauziah M.Kes, dan Mbak Arin Swandari
Sumber foto: Facebook Kantor Berita Radio-KBR

Kemudian saat ada talkshow #RokokHarusMahal episode 1 dengan tema "Perempuan Dukung Rokok Harus Mahal", 11 Mei 2018 lalu, ada salah satu penanya yang mengungkapkan bahwa rokok kretek itu sudah jadi identitas Indonesia di mata dunia. Mencium bau kretek yang khas, itulah bau Indonesia.

Lantas Mbak Nina Samidi, Communication Manager Komisi Nasional Pengendalian Tembakau segera menyangkal dengan persamaan keadaan di Spanyol yang erat kaitannya dengan budaya matador. Kalau memang rokok dianggap sebagai identitas dan budaya Indonesia, bukankah rokok sangat berbahaya? Sama halnya dengan matador, Spanyol bisa menghilangkan budaya membahayakan tersebut, kenapa Indonesia tidak bisa mengurangi secara signifikan penggunaan rokok yang memang jelas-jelas berbahaya dengan #RokokHarusMahal?

Dari kiri Kak Don Brady, Dr. Arum Atmawikarta, MPH., dan Dr. Abdillah Ahsan.
Sumber foto dari @kbr.id

Bantahan itu terulang lagi di talkshow #RokokHarusMahal episode 8 dengan tema “Jauhkan Kelompok Rentan dari Rokok” pada Selasa 14 Agustus 2018 lalu, oleh Dr. Abdillah Ahsan, Wakil Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah FEB UI. Bantahan tersebut tak tergeserkan lagi karena kenyataan membuktikan bahwa tembakau itu sendiri sejarahnya tidak berawal dari Indonesia, melainkan Amerika. Apakah kita masih tetap bangga rokok jadi budaya Indonesia, padahal cikal bakalnya saja tidak dari negeri tercinta ini?

Sejarah Rokok dan Proses Masuknya di Indonesia




Jelas disebutkan bahwa tembakau tumbuh secara alami di bumi Amerika, tepatnya Amerika Selatan sekitar 6000 SM. Kok bisa sampai Indonesia? Merujuk sebuah buku dengan judul Petani Tembakau di Indonesia Sebuah Paradoks*, tembakau diperkenalkan ke Hindia Belanda saat datangnya penjajah Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman di Pantai Banten pada 1596.

Kemudian diceritakan kalau Raja Mataram Amangkurat I (1646—1677) menjadikan kegiatan mengisap tembakau sebagai suatu kebiasaan. Saat itu, banyak anggapan bahwa dengan memiliki kebiasaan mengisap tembakau, maka posisinya setara dengan orang-orang Belanda. Bisa jadi dari sinilah muncul anggapan kalau dengan merokok, maka kita akan tampak berkelas.

Anggapan kebiasan merokok menjadi berkelas itu mewabah di segala penjuru dunia.  Harga jual daun tembakau meroket. Sehingga Gubernur Jenderal Van den Bosch (1830), Pemerintah Kolonial Hindia Belanda menjadikan tembakau sebagai salah satu komoditas tanam paksa atau yang dikenal dengan kulturstelsel, di masa itu. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia telah mengenal tembakau sejak dahulu kala. Akan tetapi, jelas, bahwa cikal bakal tembakau bukanlah dari Indonesia.

Ibu, Engkaulah Kunci untuk Mendukung #RokokHarusMahal


  1. dr. Fauziah M.Kes yang dengan tegas menolak duduk di sebelah pak camat yang sedang merokok aktif saat kegiatan di masyarakat.
  2. Mbak Nina Samidi yang aktif mendukung seseorang yang ingin berhenti merokok dengan cara mengirim artikel atau video yang berisi bahaya rokok.
  3. Dita Sari Wootekh, seorang istri yang mendukung suaminya untuk berhenti merokok dengan membuat tabungan "Power of  20 ribu" dan setelah 1,5 tahun uang rokok suaminya itu bisa dipakai untuk membeli motor. **
  4. Seorang ibu yang tidak disebutkan namanya, pemilik beberapa ritel di Jawa Tengah dengan tegas memutuskan untuk tidak menjual rokok di ritelnya karena beban moral.
  5. Gerakan 1000 perempuan dukung #RokokHarusMahal yang diikuti juga oleh 50 tokoh perempuan Indonesia pada 21 April 2018 lalu di Kota Tua, Jakarta.
  6. Ibu Sumiati, salah satu dari tujuh penggerak Kampung Warna-warni Tanpa Rokok di bibir sungai Cipinang, Kampung Penas Tanggul, Jakarta Timur.

Sumber foto adalah IG Mbak Rahne @rahneputri
Masih banyak lagi ibu-ibu di luar sana yang dengan tegas menolak rokok. Mereka berbondong-bondong mengkampanyekan bahaya rokok bagi kesehatan. Bahkan baru-baru ini ada seorang perempuan, Rahne Putri, dengan bermodal niat dan keberaniaan yang luar biasa, dia memotret dirinya di sekeliling perokok baik yang ada di jalanan dan kendaraan umum dengan membawa tulisan #RokokHarusMahal.

Wajar kalau Mbak Rahne mengambil langkah seperti di atas. Sebagai seorang ibu, dia tak ingin anaknya menjadi perokok pasif karena terpapar udara di sekitar yang penuh dengan asap rokok. Ditambah lagi fakta-fakta yang mencengangkan berikut ini.


Kalau infografik di atas dibaca oleh perokok, tahu kan bagaimana ekspresinya? Mereka yang sudah kecanduan dengan rokok sulit diberitahu. Sulit diedukasi tentang bahaya rokok. Mereka itu sangat bebal. Setuju, kan? Kalau kita memberi satu fakta tentang bahaya rokok, dia akan memiliki seribu alasan untuk menyangkal.




Wajar saja kalau Dr. Abdillah Ahsan sampai mengeluarkan teori uang jajan untuk harga rokok per batang. Maksudnya bagaimana? Kita tahu lah ya kalau rokok di Indonesia itu secara bebas dijual ketengan atau eceran. Nah, Dr. Abdillah mencetuskan teori kalau harga rokok per batangnya mencapai sepuluh ribu. Kenapa? Karena uang jajan atau saku anak SD saat ini ya sepuluh ribu (lihat angka perokok anak). Bayangkan saja kalau saat ini rokok per batangnya seharga lima ratus rupiah, kemudian dekat sekolah ada yang jualan rokok. Betapa mudahnya mereka dapat menikmati rokok, bukan? Ini pekerjaan rumah pihak sekolah atau dinas pendidikan nih untuk lebih memperhatikan izin edar rokok di sekitar sekolah.

Sebenarnya, apa yang diungkapkan oleh Dr. Abdillah di atas tidaklah tanpa alasan. Menurut penelitian di berbagai negara, apabila cukai rokok dinaikkan sebesar 10% saja,  maka akan terjadi penurunan jumlah perokok di kalangan masyarakat miskin sebesar 16% sedangkan 6% untuk kalangan masyarakat kota. Selain itu, Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) pada Selasa (17/7/2018) merilis survei “Dukungan Publik terhadap Harga Rokok”. Temuan terbaru dari survey ini adalah warga negara Indonesia akan berhenti merokok apabila harga rokok naik menjadi tujuh puluh ribu.

Yuk, ikut tandatangani petisi #RokokHarusMahal #Rokok50ribu

Tentu itu kabar yang baik ya? Publik pun sangat mendukung kampanye #rokok50ribu yang saat ini sudah berjalan dan mendapat dukungan sekitar sembilan belas ribu orang dengan target dua puluh lima ribu. Yuk, kamu yang belum menandatangani petisi ini, segera berkunjung ke sini! Karena satu suara sangat mempengaruhi dukungan #RokokHarusMahal. Buktikan kepada pemerintah di atas sana, kalau publik, khususnya kelompok rentan sangat butuh udara yang sehat dan segar.



Jelas, masyarakat sangat mendukung #RokokHarusMahal. Sekarang tinggal nunggu action dari pemerintah. Akan tetapi, sebagai seorang ibu, kita tidak bisa hanya menunggu dan berpangku tangan. Kita juga harus bergerak untuk keselamatan keluarga kita, terutama anak-anak.

Aku sendiri pernah mengalami hal yang tidak mengenakan tentang rokok. Anakku, Kak Ghifa (2 tahun 11 bulan), pernah suatu ketika asyik sekali bermain di depan rumah. Saat kutanya dan dia membalikkan badannya, dengan bangga dia memamerkan puntung rokok yang ditemukannya di depan rumah dan memperagakan bagaimana kakeknya saat merokok.

Refleks aku langsung memekik dan merebut puntung rokok itu. Dia menangis, mungkin karena kaget. Tapi, karena kejadian itu, aku dan abi melakukan banyak koreksi demi menjauhkan Kak Ghifa dari rokok. Apa yang kami lakukan selanjutnya?

  1. Membuat peraturan tidak boleh merokok di rumah. Peraturan ini bisa terlaksana karena abi memang jarang sekali merokok. Mau merokok, harus di luar dan tidak boleh terlihat dari Kak Ghifa. Jangan meletakkan rokok di tempat yang bisa dijangkau atau terlihat anak. Masalah baru datang, kakeknya susah sekali diberitahu. Ujung-ujungnya aku yang harus sigap membawa dengan sopan Kak Ghifa menjauh saat kakek atau orang lain (tamu) yang merokok sembarangan. 
  2. Memberikan teladan kepada Kak Ghifa. Tidak hanya melarang, akan tetapi orangtua juga harus memberikan contoh untuk tidak merokok. Lucu kan ya kalau melarang anaknya merokok tapi orangtuanya malah asyik mengisap benda berbentuk silinder ini?
  3. Mengedukasi Kak Ghifa secara perlahan dan berkesinambungan tentang bahaya rokok. Jangan pernah menganggap kalau anak balita tak tahu apa-apa. Nyatanya setiap kali mau tidur atau sedang bermain, kusisipi cerita tentang bahaya rokok. Dia paham lho. Pernah saat ikut bersih-bersih rumah, di meja tamu ada rokok kakeknya. Di bungkusnya kan ada gambar mengerikan itu kan ya. Ternyata Kak Ghifa berekspresi ketakutan dan nggak mau lihat. Berarti edukasiku berhasil,. Tak lupa setelah itu kuberi reward berupa pujian karena Kakak paham kalau rokok itu berbahaya dan nggak boleh pegang-pegang rokok.
  4. Saat di luar rumah menjauhkan Kak Ghifa dari orang atau lingkungan yang banyak asap rokok.

Itulah pengalamanku bersinggungan dengan rokok. Cukup sekali saja Kak Ghifa main sama rokok. Saat ini pun aku masih berperang dengan rokok karena bapakku seorang perokok berat.

Pokoknya aku tidak setuju kalau merokok itu adalah gaya hidupnya orang Indonesia. Selain bahaya karena mengandung lebih dari empat ribu bahan beracun, tembakau juga asli Amerika. Yuk, perempuan di luar sana, kita dukung #RokokHarusMahal #rokok50ribu dengan menandatangani petisi di atas! Jangan biarkan kelompok rentan, khususnya keluarga kita teracuni oleh rokok!


Sumber Bacaan:
*Markus, Sudibyo, dkk. 2015. Petani Tembakau di Indonesia : Sebuah Paradoks Kehidupan. Indonesian Institute for Social Development
**https://www.liputan6.com/citizen6/read/2997317/kumpulkan-uang-rokok-selama-15-tahun-dita-beli-motor-tunai
https://www.idntimes.com/news/indonesia/indianamalia/bps-rokok-jadi-penyumbang-angka-kemiskinan/full
https://www.idntimes.com/news/indonesia/indianamalia/gawat-39-juta-anak-mengonsumsi-rokok/full
https://www.merdeka.com/uang/kurangi-perokok-usia-sekolah-bappenas-harap-harga-rokok-rp-10000-per-batang.html
https://id.wikihow.com/Melindungi-Anak-dari-Asap-Rokok-Orang-Lain

Selasa, 07 Agustus 2018

Mengembalikan Mood Saat Pekerjaan Menumpuk dengan Colour to Life dari Faber Castell



Itu statusku di WhatsApp Kamis lalu (2/8) dan kamu tahu apa komentar teman-teman yang melihat statusku itu?

“Sabar, Mbak.”
“Hahahaha……sabar.” 
“Sabar, Buuuukkkk.”

Bukan, bukan. Aku nggak ngeluh lho itu. Aku hanya menuliskan ‘noise’ yang ada dalam otakku agar aku tidak stres. Karena aku merasa terganggu banget dengan keadaan tersebut. Saat itu moodku porak-poranda dan aku ingin cepat move on agar bisa mengerjakan tugas yang sudah menunggu di depan mata. Nggak ada waktu untuk bermelow-melow ria. Lagian ya kalau aku nggak sabar, aku sudah resign jadi guru dari dulu. Hihihi. Tapi, ternyata, persepsi orang?

Berkali-kali kubaca ulang statusku di atas, nggak salah juga sih ya kalau mereka berpikiran kalau aku sedang ngeluh. Sedihku adalah ternyata aku ini menyebar tulisan yang bisa jadi memberikan aura negatif kepada orang lain. Duh, duh, duh. Maaf.

Kulupakan tentang status dan WA dari teman-temanku di atas. Kupandangi meja kerja yang penuh dengan buku tabungan anak-anak, buku tugas mereka yang menanti dinilai, administrasiku sebagai guru yang harus diselesaikan, belum lagi menyiapkan pembelajaran esok hari, padahal hari sudah lewat waktu dzuhur. Ditambah tugas sekolah yang akan akreditasi. Huh, hah. Hatiku rasanya kemrungsung banget.

Mejaku yang amburadul
Aku berdiam diri. Kuletakkan kepala di atas meja. Kuhembuskan napas panjang berkali-kali. Mataku memandang origami burung yang melayang-layang di atas langit-langit kelas. Pikiranku hanya satu, “Bagaimana caranya biar moodku bisa balik lagi?”

Tiba-tiba, “Krucuk…..krucuk.” suara perutku protes.

Hahaha. Oke, makan dulu, semoga setelah ini moodku bisa kembali lagi.

Kubuka tas ranselku. Kukeluarkan bekal yang sudah kusiapkan tadi pagi. Saat kuangkat, di bawahnya ada paket Colour to Life dari Faber Castell yang dari minggu lalu belum kusentuh saking banyaknya pekerjaan. Mungkin sekarang waktunya paket itu kubuka, pikirku saat itu.

Paket Colour to Life

Seraya mulut mengunyah makanan, tanganku membuka paket bergambar timbul pasukan berkuda itu. Di dalam paket Colour to Life ini ternyata berisi: satu buah Augmented Reality Colouring Book (Buku mewarnai), 20 warna Connector Pen, dan kertas petunjuk cara mewarnai plus memainkan Connector pen sebagai lego.

Connector pen yang empuk saat digunakan untuk mewarnai

Kuhabiskan makan siangku dengan cepat. Aku sudah nggak sabar membuka pembungkus dari Augmented Reality Colouring Book. Ternyata di dalamnya ada 15 gambar dengan 3 gambar pasukan berkuda, 3 gambar anak laki-laki, 3 gambar nona cantik, 3 gambar kucing pelukis, dan 3 gambar anak yang naik pesawat. Masing-masing gambar memiliki gaya dan ekspresi yang berbeda.

Yang membuatku penasaran dengan paket Colour to life dari Faber Castell ini adalah gambar yang kita warnai, apabila discan dengan gawai yang sudah ada aplikasi Colour to life-nya, akan jadi karakter tiga dimensi yang unik, sesuai dengan warna yang ada di buku. Jadi, begini prosesnya setelah kupraktikkan sendiri.

1. Warnai dulu gambar yang kita suka. Kalau aku pertama milih nona cantik. Warnai sesuka hati kita. Jangan pernah takut hasilnya kurang bagus! Kalau aku sih mewarnai ya mewarnai saja. Apalagi saat itu yang kucari adalah bagaimana caranya agar moodku bisa balik lagi. Banyak pakar yang mengungkapkan kalau dengan mewarnai, bisa mengurangi stres.

Mungkin bagi orang yang paham betul teknik mewarnai akan tahu kalau hasil mewarnaiku ini menggambarkan kalau moodku yang lagi nggak karuan. Perhatikan, saat mewarnai, jangan sampai bingkainya ikut diwarnai ya! Karena bingkai tersebut ada kode tertentu yang menentukan keberhasilan kita memindai gambar yang ada.

Begini wajah bu guru kalau sudah kelewat pukul 14.00, hihihi.
Bingkainya jangan diwarnai ya

2. Download aplikasi Colour to Life dengan langsung memindai barcode yang ada di kemasan luar Colour to Life. Atau bisa juga langsung unduh di Play Store atau App Store.

3. Buka aplikasi Colour to Life, ikuti petunjuknya yang muncul, kemudian pilih salah satu dari lima karakter yang ditawarkan. Scan. Karena aku milih nona cantik, kuklik Dress Up Challenge. Hal yang harus diperhatikan saat memindai adalah jarak gawai dengan buku mewarnai minimal 30 cm, pastikan pencahayaannya cukup (di dalam ruangan saat maghrib tiba tanpa lampu masih bisa memindai), saat gagal memindai segera alihkan dari buku mewarnai dan lakukan kembali. Tunggu sampai muncul warna hijau dan muncul karakter tiga dimensi dari gambar yang kita warnai.

4. Setelah muncul karakter tiga dimensinya, terserah kita mau selfie atau mau main game dengan karakter tersebut. Misalnya mau selfie, bisa langsung klik ikon kamera yang ada di layar. Pun bisa dengan menggunakan kamera depan atau belakang. Uniknya, karakter yang ada bisa kita ubah posisi dan ukurannya dengan jentikkan jari.

5. Bagaimana kalau main game? Klik saja “Play The Game”. Yang bikin gemas saat main game di aplikasi Colour to Life adalah kalau kalah main, atau waktunya sudah habis, harus kembali memindai gambar lagi untuk bisa main game. Padahal lagi gemas-gemasnya main lho. Hihihi. Andai saja kalau nggak perlu memindai lagi, jadi kalah ya langsung cus main lagi. Hahaha.

Agar lebih paham, berikut ini aku sertakan video unboxing dan cara menggunakan Colour to Life dari Faber Castell ya.



Terbawa Suasana Sampai Mood Kembali Hepi


Puas berselfie dan main game dengan karakter nona cantik, aku penasaran dengan karakter lainnya. Kuwarnai dan kumainkan semuanya. Akan tetapi, dari kelima games yang ada, aku paling suka dengan Giddy Up! Di game ini aku bisa mengasah konsentrasiku. Sesekali kalau aku menabrak penghalang kuda, tanpa sadar aku berteriak. Hahaha. Makanya, teman sejawatku yang ada di kelas sebelah, menengokku.

"Ada apa?"

Ketika kuceritakan tentang keunikan paket Colour to Life ini, dia ikutan nimbrung main game dan berselfie ria denganku.

Muka muka bantal, make up luntur karena gerak sana-sini. Hahaha. Sungguh kami malu tak secantik nona ini.
Sesungguhnya kami menahan tertawa karena ketagihan selfie mulu.

Hahaha.

Alhamdulillah, hari itu kami kuat lembur untuk persiapan akreditasi sekolah sampai pukul 16.00 WIB. Aku pribadi sangat tertolong, walau hanya sebentar bermain dengan Colour to Life, tapi memang beda. Perasaan lebih hepi. Wajah ketarik sana-sini karena tertawa. Otot rahang juga nggak kaku.

Pun, menjalani pekerjaan yang tak ada habisnya jadi lebih ringan, seperti tanpa beban. Apalagi setelah itu aku harus menempuh perjalan pulang dan bergelut dengan pengguna jalan lainnya. Mood yang terjaga dengan baik sangat kuharapkan. Jangan sampai saat tiba di rumah, anak dan suami yang sudah menanti di rumah jadi sasarannya.

Kak Ghifa Mencoba Colour to Life

Hendak menularkan kebahagiaan yang kurasakan, kupamerkan paket Colour to Life kepada Kak Ghifa. Pertama lihat sampulnya, "Kuda, Mi. Kudaaaaa." Langsung dibuka dan matanya berbinar-binar.

Usia Kak Ghifa saat ini baru menginjak tiga tahun. Dia memang belum mahir mewarnai. Akan tetapi, melihat gambar yang begitu menarik, dia langsung mewarnainya. Kutawarkan bantuan, "Kakak bisa, Mi."

Oke, kubiarkan saja dia mewarnai sebisanya. Sampai-sampai bajunya terkena Connector Pen. Akan tetapi, setelah kucuci bekas noda Connector Pen bisa hilang dan saat kucek di internet memang bahan yang digunakan aman untuk anak-anak.

Dengan penuh konsentrasi Kakak mewarnai gambar

Taraaaaaa, ini dia hasil mewarnai Kakak
Lumayan kan ya hasilnya? Itu yang bulat-bulat aku yang mewarnai. Nggak lama sih, berhenti dan tidak kulanjutkan karena Kakak marah kalau dibantu mewarnai. Hahaha. Padahal, lima menit kemudian langsung diletakkan dan Kak Ghifa lebih tertarik untuk membongkar pasang Connector Pen menjadi lingkaran besar. Hihihi.

Kak Ghifa menemukan lego unik. Hihihi.

Akhirnya, sore itu kuakhiri dengan mengajak Kak Ghifa untuk memindai gambar pasukan berkuda yang telah diwarnai dan berselfie. Betapa dia tampak sangat girang. Saat tahu kuda yang ada di kertas bisa berada di gawaiku, disentuh-sentuhlah kuda itu dengan jari mungilnya. Sesekali dia nyengir, karena melihat kaki kuda bisa bergerak. Aku yang melihatnya ikut bahagia.

Kakak masih heran dengan pasukan berkuda yang ada di sampingnya

Dengan paket Colour to Life seharga seratus ribuan dan bisa dibeli di tempat pembelian seperti Tokopedia, Gramedia atau toko buku terdekat ini, perasaan bersalahku karena meninggalkannya selama setengah hari lebih bisa sedikit terobati dengan kebahagiaan yang terpancar di wajah Kak Ghifa.

Aku hepi di tempat kerja, anakpun hepi di rumah. Alhamdulillah.


Kesimpulan,

Paket Color to Life dari Faber Castell ini merupakan terobosan kekinian yang memang dibutuhkan oleh anak-anak zaman now. Kenapa? Agar anak-anak tidak hanya terpaku dengan gawai saja. Dengan kegiatan mewarnai banyak sekali manfaat yang didapatkan, diantaranya bisa meningkatkan konsentrasi dan kemampuan motorik halusnya. Ditambah lagi dengan adanya lima jenis game yang memiliki manfaat yang berbeda-beda.

Menurutku, paket Colour to Life ini paling cocok digunakan untuk anak usia di atas enam tahun. Karena anak usia segitu, tingkat konsentrasinya lebih lama dan kemampuannya saat memegang pewarna juga sudah benar-benar kuat. Melihat pengalaman Kak Ghifa yang mewarnai gambar dengan kemampuan seadanya, karakter yang muncul jadi kurang menarik. Kan sayang.

Semoga saja inovasi dari Faber Castell ini bisa menjawab kebutuhan anak-anak di manapun mereka berada dan dapat menjadi solusi keresahan orangtua terhadap anaknya yang gila bermain gawai. Untukku pribadi, paket Colour to Life ini sangat menghibur. Ke manapun, paket ini ku bawa sebagai media yang bisa kugunakan untuk media terapi saat lelah dan penat menghampiri.