Minggu, 29 Maret 2020

Mampukah Aku Menjadi Sang Bintang?




Pernahkah mendengar atau membaca kalimat tersebut?

Pertama kali aku mendengar kalimat tersebut saat aku masih duduk di bangku kuliah, tepatnya sehari setelah proposalku untuk ikut program mengajar di pedalaman ditolak oleh ibu. 
"Tidak perlu jauh-jauh meninggalkan bapak dan ibu. Kalau mau mengabdi, di lingkungan kita juga banyak yang butuh guru." kurang lebih begitu kata ibuku.
Yaah, tahu sendiri lah, jiwa idealisme anak kuliahan kayak apa, menggebu-gebu. Ditolak mentah-mentah sama ibu, kemudian pas di kampus mendapat siraman kalbu bak air es di tengah gurun sahara, hooo~ langsung deh ya, nggak jadi nglokro semangatku.

Akhirnya, sejak saat itu aku berjanji, setelah lulus kuliah akan menjadi guru SD yang sebenar-benarnya. Nggak mau kalau hanya jadi guru yang biasa-biasa saja. Ya, di mana saja aku bisa mengabdikan diriku. Pokoke kudu maksimal.

Bukan kebetulan, Allah mengirimku menjadi guru honorer ke SD negeri di desa kecil yang jauh dari kecamatan. Waktu tempuh dari rumahku sekitar 30 menit, itupun motorku harus melaju dengan kecepatan 60 km/jam.

Bagaimanakah perjalananku menjadi guru honorer? Apakah aku tetap bertahan? Mudahkah aku melewati segala babak kehidupanku? Batu besar apa saja yang menyandung kaki njeberku? Dipertemukan dengan siapa saja aku selama mengabdi menjadi guru?

Bismillah, kumulai cerita perjuanganku untuk menjadi guru PNS. Semoga ada secuil hikmah yang bisa kamu ambil dari apa yang kulalui.

Aku ingin menjadi Sang Bintang-guru PNS, bukan hanya mutiara-guru honorer- yang terpendam di bawah lautan sana.


Lima tahun berjuang di SD negeri pelosok, akhirnya aku memilih pindah. Berat, rasanya berat banget. Tapi, kapan lagi ada tawaran yang lebih baik dan lebih dekat dengan rumahku?

Sudah saatnya aku juga memikirkan kebahagiaan anakku. Dia sudah mulai masuk sekolah. Kalau setiap hari ikut aku, kasihan. Ini semua terlalu melelahkan.

Entah kenapa, aku merasa akan ada sesuatu yang terjadi pada ibuku, yang saat itu sedang berjuang terapi di Semarang. Nanti akan aku ceritakan di postingan ini juga apa yang terjadi pada ibuku.

Jujur, ya.

Sebenarnya, aku sudah nyaman, bahkan sangat nyaman dengan lingkungan sekolah dan warga sekitar.

Padahal kepala sekolah sangat mempercayaiku untuk memegang beberapa program akademik.

Sekali lagi aku ingin bilang, ini berat. Sangat berat.

Tahukah kamu keputusanku untuk pindah banyak sekali membawa luka?

Banyak hal yang harus kutinggalkan.

Oh, ternyata begini, ya, rasanya, melipir saat karier sedang bagus-bagusnya.

Aku harus kehilangan karierku yang sudah kubangun selama lima tahun.

Aku harus berpisah dengan anak didikku.

Aku harus kehilangan honor daerahku.

Aku harus kehilangan kesempatan menjadi tim pembuat soal tingkat kabupaten.

Aku harus melewatkan kesempatan mendapat NUPTK.


Aku harus mengikhlaskan berkas pengajuan PPGku ditangguhkan oleh dinas karena pindah ke kabupaten lain.

Sedihnya lagi, kabar kepindahanku dibarengi dengan rumor kalau aku out karena kalah saing dengan guru CPNS baru di sekolahku.

Ya Allah. Sedihku makin bertumpuk-tumpuk. Aku seperti seorang tertuduh. Aku berpamitan dengan membawa duka, bukan suka cita. Aku masih ingat betul, kuterisak-isak saat pamit di rapat dinas sekolah.

Terlebih lagi, setiap kali ada teman yang bertanya kabarku di sekolah baru, kemudian berujar, "Kok sayang banget sih, Mbak, malah pindah."

Duh, rasanya ingin kubanting HPku. Aku merasa dunia ini tak berpihak kepadaku.

Apalagi saat ibu petugas bagian kepegawaian tiba-tiba menelepon di bulan Agustus tahun lalu, "Nok, kamu kalau mau pindah lagi ke SD yang lama, kami masih menerima lho. Sayang banget, kariermu lagi bagus-bagusnya. Sini juga merasa kehilangan kamu."

Aku hanya bisa menahan tangisku di depan kelas.

Belum berakhir di situ saja. Aku pindah ke sekolah baru ini malah dapat amukan dari kepala UPTD. Katanya aku tidak tahu bersyukur bisa lolos PPG malah dilepas. Kemudian data dapodikku tidak bisa dilanjutkan ke SD yang sekarang.

Ya Allah, begini banget jalan hidupku. Kelunta-lunta, itu yang kurasa.

Nggak, lah. Nggak. Aku harus kuat. Seperti pesan ibuku.

Pesan WA dari ibuku

Ya, aku harus siap menghadapi segala konsekuensi yang ada. Aku mantab harus pindah, walau terasa sangat berat.

Aku yakin lambat laun karierku di sini juga bersinar. Butuh waktu. Tapi, kembali lagi, bukankah aku menjadi guru agar hidupku lebih bermanfaat? Kenapa aku kini justru gila pengakuan dari orang lain?

Kukemanakan Allah? Harusnya aku tak takut karierku akan meredup jika aku bekerja karena Allah. Bukan karena orang lain, bukan?



Selamat datang sekolah baru. Sekolah di pusat kecamatan. Sekolah dengan jumlah murid bejibun plus karakter yang beragam.

Letaknya hanya 10 menit dari rumahku dengan jalan kaki. Dekat sekali. Inilah impian ibuku.

"Bapak Ibu biar ikut senang dan bangga tahu prestasimu di sini." Kata ibuku saat kami berbincang-bincang menjelang pengambilan keputusanku untuk pindah.

Orangtua mana yang tak ingin melihat anaknya bahagia? Tapi, anak mana yang tak ingin membahagiakan kedua orangtuanya? Apalagi aku ini anak tunggal.

Kuyakin, bapak ibuku bangga dan sangat bahagia aku pindah di sekolah baru ini.

Aku menghadirkan Kak Slam, pendongeng dari Semarang untuk mengisi kegiatan di sekolahku. Kegiatan ini bekerjasama dengan PAUD dan TK se-lingkunganku.

"Itu lho Bu Ika, anaknya Pak Supar, pinter, buat acara ini itu di sekolah, bla bla bla...."

"Anaknya, Mbak Har, pindah di SD sini. Kemarin pas acara agustusan re ngem-si barang. Sekolah ramai banget."

Di sekolah lama bagian MC, di sekolah baru jangan mau kalah dong.

Kalimat-kalimat itu kan simpel. Tapi, binar-binar kebahagiaan bapak dan ibu tampak begitu nyata. Kalau aku di sekolah lama, bisa sampai mengirim anak-anak ke kabupaten, kemudian juara, mana ada tetangga yang komentar demikian? Biasanya aku hanya cerita seadanya saja.

Beda. Kebahagiaan bapak ibuku kala aku pindah sangat berbeda.

Kenapa tak dari dulu, Ya Allah?

Meskipun aku harus kehilangan banyak hal dan kesempatan, tapi melihat bapak dan ibu lebih bahagia kok terasa sangat impas, terbayar semua dan tak ternilai harganya.

Terima kasih untuk keluarga besar SDku yang sekarang, karena telah menerimaku.

Satu prinsip besar dari ibu yang selalu kubawa di manapun aku berada adalah kebermanfaatan. Hidupku harus bermanfaat. Okelah, urusan adaptasi dengan guru dan karyawan sekolah baruku bisa ku-handle. Lah, anak-anak?

Satu hal yang kutakutkan saat aku pindah sekolah adalah mendapatkan cinta dari anak didikku yang baru. Akankah aku mendapatkan porsi cinta yang sama seperti yang kudapatkan dari anak didikku di sekolah lama?

Brandingku di sekolah lama sebagai guru muda, cerdas, energik, dan wangi akan selalu kubawa ke manapun. Termasuk di sekolah baruku ini.

Apa yang bisa kulakukan? Seperti biasa, berusaha untuk bekerja secara profesional, totalitas, dan mengajar dengan hati.

Eits, tunggu dulu, ternyata tidak bisa begitu saja. Di sekolah ini tantangannya jauh luar biasa. Sangat melelahkan.

Di awal-awal, aku sempat berkeluh kesah dengan ibu,

"Ya Allah, Buk, anak-anak sini ternyata pada bandel-bandel. Susah sekali diatur. Karena faktor keluarga juga kali, ya. Orangtuanya kan banyak yang kerja pabrik. Pengawasannya beda. Masak sih sama guru berani, malah nggak sopan. Aku ngajar kelas 1A muridnya 24 tapi berasa 40 anak. Padahal dulu di sekolah yang lama, aku terbiasa ngajar 35an anak, ya, santai-santai saja."

Ibuku hanya menjawab, "Masak kayak gitu saja nyerah?"

Kalau sudah keluar kalimat tersebut dari ibu, wah, aku bak ditantang nih. Aku harus bisa menaklukkan anak didikku yang sekarang.

Dan taraaaaa...

Dengan jurus balabala mereka kini terklepek-klepek denganku. Sehari saja aku izin, mereka akan ada yang ngambek, bahkan mogok tak mau sekolah.

Mereka yang selalu ingin dekat denganku

Terima kasih kesayangan Bu Ika, kalian sudah mencintai Bu Ika, tak jauh beda dengan anak didik Bu Ika yang dulu.

Oiya, di sekolah baruku ini aku diamanahi ngajar di kelas 1A nih. Lagi-lagi kelas satu. Hihi. Senangnya ngajar di kelas satu tuh kayak ngajar anakku sendiri. Mereka kan masih polos dan lucu-lucunya.

Aku sering lho dapat komentar yang unik-unik.

"Bu Ika kalau marah tuh jelek." Kata Agung.

"Bu Ika kalau nggak pakai kacamata kayak nggak pantas. Nggak cantik lagi." Kata Aisyah.

"Bu Ika minyak wanginya apa sih? Kok wangi terus sampai pulang." Tanya Mas Azka sambil mencium kerudungku saat antre berbaris.

Berbeda lagi saat aku harus berkumpul dengan anak-anak kelas enam. Jadi, karena beberapa kali menjadi pengawas try out, mereka berinisiatif ingin diajar olehku. Mereka minta les setiap kali pulang sekolah.

Foto bareng anak-anak kelas 6

Oh, ya, kenapa tidak? Selama ilmuku bisa bermanfaat, hajaaaar!

Tantanganku saat mengajar di kelas enam tentu berbeda dengan di kelas satu. Aku harus bisa jadi guru rasa teman bagi mereka. Dekat dengan mereka agar bisa lebih paham bagaimana menyelami masing-masing karakter anak. Ternyata memang benar, mereka merasa lebih dihargai saat didengarkan apa yang mereka sampaikan.

Berhubung aku ngajar les anak-anak kelas enam ini siang hari, tepatnya setelah murid-muridku kelas satu pulang, kemudian aku beres-beres kelas, jelas tinggal keringat doang kan?

Kalau pas cium tangan gini tanganku bau terasi kan aneh juga, ya.

Alhamdulillah, aku tertolong banget dengan produk dari Vitalis. Sehari-hari, aku menggunakan dua macam produk Vitalis, yaitu parfum dan sabun mandi cairnya.

Tiga varian vitalis body wash

Untuk sabun mandi, ada tiga varian rasa. Yaitu:

  1. White Glow (Skin brightening) dengan kandungan Licorice dan Susu membantu mencerahkan kulit. Kemasannya warna pink. Ini wanginya paling lembut.
  2. Fresh Dazzle (Skin refreshing) dengan kandungan Jeruk Yuzu dan Teh Hijau memberikan kesegaran saat mandi dan membuat mood lebih baik. Kemasan warna hijau ini aromanya segar. Cocok untukku yang energik.
  3. Soft Beauty (Skin nourishing) dengan kandungan Alpukat dan Vitamin E membantu menutrisi kulit dan menjadikannya lembap. Kemasannya ungu dengan wanginya yang elegan.

Alhamdulillah, aku sudah pernah pakai semua varian. Dari ketiganya aku paling suka wanginya yang kemasan warna hijau. Menurutku aroma Jeruk Yuzu yang dicampur dengan Teh Hijau tuh unik. Aromanya awet pula di kulit.

Warna cairan dari kanan ke kiri; putih, hijau, dan ungu. Warnanya pastel gitu. Pas difoto malah kelihatan putih semua, ya. Untuk teksturnya gak encer-encer bangetlah, lumayan kental.

Kalau Kak Ghifa, anakku, suka mandi dengan sabun cair ini karena baunya wangi, dan busanya banyak. Dia suka yang kemasan warna ungu.

Untuk yang pink, cocok banget untukmu yang kalem. Aromanya paling lembut dari ketiganya.

Menurutku, dari beberapa sabun mandi cair yang pernah kupakai, Vitalis Perfumed Moisturizing Body Wash ini kalau sudah dibilas tidak meninggalkan kesan berminyak. Terasa nyaman dan nggak keset-keset banget.

Setelah pemakaian secara teratur pun, kulit terasa lebih lembut dan halus. Ini karena di vitalis body wash ini mengandung skin moisturizer.


Soal kemasan, kesukaan emak-emak dengan balita super lincah dan aktif nih, tutupnya model yang ditekan/press. Jadi, jangan khawatir kalau bakalan dibuka sama si kecil, eh, tahu-tahu sudah habis karena buat mainan. Model botol kemasan vitalis body wash ini nyaman saat dipegang, pun tidak akan mengeluarkan cairan sabunnya kalau tidak dipencet. Alhamdulillah, aman jaya pokoknya.

Nah, agar setiap hari bisa mandi parfum dari vitalis body wash ini, aku biasa banget beli di toko serba ada dekat rumah. Kalau pas lagi berburu diskonan di Alfamart juga bisa banget, tersedia kok. Malah sekarang ini lagi ada diskonan tuh di Alfacart.com untuk kemasan isi ulang.

Harga vitalis body wash kemasan refill di Alfacart.com

Kemasan yang hijau, favorit aku, lagi diskon banyak. Kemasan 450 ml hanya dibandrol 12.500, Ya Allah, mau mau. Murah banget ini. Harga normalnya mah bisa dua kali lipatnya. Yuk, diborong!

Agar makin lengkap perawatanku, dari zaman dulu, aku selalu memakai parfum Vitalis Body Scent yang Bizzare, kemasan warna ungu. Wis pokoknya, kalau ke sekolah sudah modal mandi parfum Vitalis body wash dan disemprot pakai parfum Vitalis juga, aman jaya deh. Dijamin wangi selama bersama anak-anak. Aku nyaman, bisa tampil prima, tentu anak-anak akan semakin hepi belajar di sekolah.

Parfum andalan Bu Ika dari zaman dulu sampai now



Ternyata benar, sesuai firasatku, sejak September lalu kesehatan ibuku mulai tidak stabil. Enam bulan pertamaku di sekolah baru kuisi dengan penuh perjuangan.

Setiap kali anak-anak istirahat, aku pulang memandikan ibuku. Anak-anak pulang, setelah bersih-bersih kelas, aku izin pulang lebih dulu dibandingkan teman sejawat lainnya. Seminggu tiga kali aku harus mengantar ibuku terapi di rumah sakit, naik turun bus berdua dengan ibu.

Bapak saat menunggu ibu di depan ruang operasi

Bolehkah aku bilang kalau ini sangat melelahkan? Tapi, aku harus banyak bersyukur. Kalau saja aku masih di sekolah lama, aku nggak bakalan bisa merawat ibuku.

Terima kasih, ya, Allah.

Ingin menangis, tapi air mataku tak bisa keluar.

19 Februari aku mengantar muridku lomba tingkat Kabupaten

Kuberusaha semaksimal mungkin bisa profesional. Bahkan saat aku dipercaya kembali melatih anak-anak lomba, saat aku tak bisa lama-lama di sekolah, anak didikku mau latihan di rumahku.

Terima kasih, Anak-anak.

Tepatnya Sabtu, 8 Februari 2020, ibuku jatuh di depan kamar mandi. Keadaannya makin ngedrop setelah kemo 1. Senin, saat aku hendak mandi, ibuku memohon kepadaku.

"Kamu nggak usah sekolah, Nok. Ibu di rumah sama siapa?" Pintanya dengan raut muka memelas. Tatapannya kosong.

Aku langsung meletakkan handukku dan menemani ibuku. Malam harinya, tepat pukul 23.00 WIB, ibu kularikan ke IGD. Wajahnya tampak pucat. Kupikir karena efek diarenya, kalau dapat infus akan dapat cairan.

Sampai di IGD, tiga kali tusukan, infus tak mau masuk. Akhirnya, setelah minum teh hangat, infus bisa masuk dan ibu bisa masuk ruang rawat inap.

Ini saat kami berada di RS Tugurejo Semarang, menunggu kamar menjelang kemo 1 ibu

Sepanjang malam itu ibu mengeluh tidak bisa tidur. Gelisah ke sana-sini.

"Bapak telepon, Nok. Ibu pengen pulang. Ibu nyaman di rumah. Ibu pulang saja."

Begitu terus. Entah berapa kali ibu bilang seperti itu, tak terhitung.

Bapakku saat itu masih di pasar karena sudah telanjur belanja sayur banyak sekali.

Tepat pukul 10.00, setelah mungkin puluhan kali aku bolak-balik ke pintu depan sampai ruangan ibu untuk lihat mobil bapak sudah datang apa belum, ibu pulang dengan paksa. Aku sampai diharuskan membuat surat pernyataan.

Di rumah, ya, seperti biasa. Ngobrol ke sana ke mari dengan tetangga yang pada jenguk.

Entah apa yang terjadi, pukul 14.00 saat hujan turun begitu lebatnya, ibuku mengalami sesak napas. Segera ibuku dilarikan ke IGD lagi, tapi di rumah sakit yang lebih besar.

Sepanjang perjalanan, ibuku memegang erat tanganku. Sangat erat. Ibu masih sadar, tapi hanya diam menatapku.

Terus kutuntun untuk membaca ayat Alquran sebisa mungkin. Menyebut asma Allah, terus, dan terus. Beristighfar selalu.

Bapakku sudah kesetanan. Di luar sana hujannya begitu lebat. Sembari menyetir bapak mengelap kaca karena saking gelapnya di luar.

Setelah masuk IGD dan dipakaikan alat selang yang dihidung, kupamiti ibu untuk mengurus administrasi.

Saat semua beres, kukembali ke ruangan tapi ibuku sudah tak merespon. Kaki dan tangannya sudah seperti es.


"Ibu, Ibu, Ika di sini, Buk. Buk, tolong Buk, buka matanya. Bu, Ika belum bisa bahagiain ibu, ibu jangan gini, Buk. Bangun, Buk."


Akhirnya, air mataku pecah juga. Setelah berbulan-bulan lamanya mengering.

Inikah pertanda ibuku akan kembali ke Allah? Benarkah? Aku akan kehilangan ibu? Sanggupkah aku? Tapi, kasihan ibu kalau harus berjuang dengan kanker payudaranya yang sudah 3C (Belakangan kutahu kalau dokter merahasiakan bahwa kanker ibu sudah menyebar ke punggung demi ibu semangat berobat).

Bismillah, aku menandatangani surat pernyataan penolakan pemasangan alat selang pipis dan rujukan ke rumah sakit di Semarang.

Aku pasrah, saat itu adalah masa-masa terakhir ibu. Sampai hari itu perjuangan ibu.

Sehari sebelumnya aku merasa aneh saat ibu pasrah-pasrah kepadaku.

Aku, bapak, abi, dan terakhir ibu ingin ketemu Kak Ghifa.

"Uuuuhhh." Begitu respon ibu saat kutanya ingin bertemu dengan siapa.

"Ibu, kalau ibu mau pergi, insyaallah kami ikhlas, Buk. Ibu nggak usah khawatir, Ika bakal jaga bapak. Ibu kan tahu aku pinter cari uang, Buk. Aku bisa nulis terus kalau memang belum rezeki jadi PNS, Buk. Ibu yang tenang, ya. Nanti semua kumpul di rumah, ikhlas, Buk. Si Mbah Pati, Pak lek sudah perjalanan, Buk. Kita kumpul dan ketemu di rumah, ya."

Ibuku menghembuskan nafas terakhir dengan tiga tarikan napas yang halus dan indah banget. Alhamdulillah lengkap mengucapkan syahadat, aku dan bapak mendampingi ibu sampai benar-benar tenang.

Aku keluar ruangan. Saudaraku sudah menunggu dan berkumpul di depan pintu.

"Ibu sudah nggak ada."

Semua berteriak histeris. Nenekku jatuh pingsan, bulek gulung-gulung di depan pintu, keponakanku gembor-gembor nggak karuan.

Entahlah, harusnya aku yang paling sedih. Tapi, justru aku yang menenangkan keluargaku.

Alhamdulillah, maghrib ibuku sudah di jalan. Proses kepulangan ibu dipermudah Allah.

Di dalam mobil ambulans aku berujar dengan Pak Didik, sopir mobil ambulans, "Saya tidak pernah membayangkan bakal membawa pulang ibu saya dengan mobil jenazah, Pak."

Pak Didik hanya menjawab, "Sabar. Njenengan beruntung, semua keluarga pasti sudah ikhlas. Terutama ibu. Karena biasanya mobil mau dinyalakan ada-ada saja. Ini tadi langsung nyala. Nggak kepalang kereta juga. Insyaallah husnul khotimah, Mbak, ibu."

Mataku menghangat.

Ibu.

Kau pergi dengan sangat indah, Buk. Cantik, putih bersih, alismu begitu manis. Ibu seperti sedang tidur dan tersenyum kepada setiap orang yang hadir mendoakan ibu.

Bahkan, saat jenazah dimasukkan liang lahat, mereka yang mengantarkanmu begitu terkagum-kagum, Buk. Ibu sudah menginap semalam, tapi jenazah ibu masih seperti orang hidup. Tidak kaku sama sekali.

Insyaallah husnul khotimah, Buk.

Buk, di malam keempat ibu meninggal, kutemukan tulisan ini di aplikasi Notepad HP.


Aamiin, aamiin, semoga Allah mengabulkan, ya, Buk. Ika takut selama merawat ibuk, Ika tidak maksimal. Maafin Ika, Buk.


Buk, Kamis, 13 Februari 2020, ada pelangi yang indah banget di langit atas rumah kita, Buk. Semoga ini pertanda bahwa ibu benar-benar sudah tenang di sisi terbaik Allah, ya, Buk.

Buk, sampai sekarang, bunga di atas makam ibuk tak pernah absen. Banyak orang yang sayang sama ibuk sampai-sampai sering meluangkan waktu untuk menengok ibuk.

Ika, bapak, abi, Kak Ghifa, dan semua orang yang sayang ibuk akan selalu mendoakan ibuk. Tunggu kami di surga Allah, ya, Buk. Tunggu kami.


"Misal kamu keterima CPNS kan bisa bantu-bantu, Bapak. Lak yo ngunu to (Bukankah begitu)?"

"Kak Ghifa nanti ngaji di tempat Pak Mansyur, ya, Kak. Biar pinter ngaji."

"Nanti kalau pas tes, nggak usah ngoyo, kudu, kudu. Sing iso digarap, sing ora yo wis. Pasrah maring Gusti Allah, ya, Nduk. (Yang bisa dikerjakan, yang tidak bisa ya sudah. Pasrah kepada Allah)."

Setidaknya itulah pesan-pesan dari ibu selama aku merawat beliau. Awalnya aku tidak pernah mengira kalau itu seperti nasihat terakhir darinya. Karena memang kalimat-kalimat itu diucapkan saat kami mengobrol di sela-sela aku menyuapi ibu atau pas aku bermain dengan Kak Ghifa di kamar ibu.

Sebenarnya aku sudah merasa curiga, kok beda, lebih tepatnya yang kalimat terakhir tentang pesan ibu saat aku tes CPNS.

Aku tahu betul ibu. Beliau sosok yang cerdas dan ambisius. Apalagi kalau berhubungan tentang aku.

Dahulu, beliau selalu bilang, "Kamu kudu bisa ranking 1. Kamu kudu ini, ini, ini....(seperti yang pernah kutulis di blogku ini dengan judul Bu, Remehkan Saja Aku!)." Lha kok ini tiba-tiba ambisius ibu hilang dalam sekejap. Saat itu aku hanya diam saja, heran, mengangguk jadi pilihanku untuk meng-iyakan permintaan ibu.

Ibuku yang cantik. Ika kangen ibuk.

Ibuku meninggal tanggal 11 Februari 2020. Aku kembali ke sekolah hari Selasa, 18 Februari 2020. Saat itu yang kupikirkan adalah Allah itu baik, selesai 7 hari meninggalnya, ibuk, aku masih diberikan waktu untuk belajar materi SKD CPNS. Menurutku ini bukanlah suatu kebetulan. Ini adalah rencana Allah yang begitu indah dan rapi untukku.

Kubulatkan tekad, aku harus semangat, aku kudu bangkit. Setiap kali anak-anak sudah pulang, aku langsung bersih-bersih kelas, setelah itu belajar dari buku yang diberi oleh temanku yang sudah lolos CPNS tahun lalu.

Sampai di rumah, aku tidak bisa maksimal belajar karena harus mengurus semua anggota keluargaku; bapak, abi, dan Kak Ghifa. Waktuku belajar terbatas, paling saat menjelang subuh baru bisa pegang buku. Selebihnya aku bermodalkan youtube untuk belajar. Saat mencuci piring, cuci baju, bahkan saat memasak, youtube selalu menyala bak radio. Kudengar dan kadang-kadang melihat pembahasan soal yang disajikan.

"Insyaallah, aku yakin kamu bisa, Ka, untuk mencetak TOP SCORE. Bismillah. Ibuk mendampingi dengan cara-Nya. Kamu kudu semangat. Niatkan ini sebagai hadiah untuk ibuk."

Begitu pesan teman SMP-ku via DM Instagram sebelum dia menutup obrolan kami yang membahas tentang gambaran soal-soal SKD kepadaku. Aku hanya bisa meng-aamiin-kan. Di pelupuk mataku hanya ada ibu, ibu yang tersenyum kepadaku.

Hari H pun akhirnya tiba. Selasa Legi (hari weton ibuku), 25 Februari 2020, Bapak, abi, Kak Ghifa, ditambah nenek dan bulek mengantarkanku berangkat tes.

"Mbahe tak melu yo, ben atimu ayem ning kono. (Nenek ikut, ya, agar hatimu damai, nyaman, di sana)."

Terima kasih, terima kasih kepada semua orang yang telah mencintaiku. Ini tak lain karena semasa hidup ibu, beliau selalu mencurahkan cintanya kepada saudara dan sesamanya. Kini tinggal aku yang memetik dan meneruskan perjuangan ibu.

Saat itu aku mendapat jadwal ujian sesi 1, pukul 07.00 harus sudah mulai registrasi. Aku bangun pukul 03.00 kemudian menyiapkan bekal apa saja yang mau dibawa.

Semua makanan tinggal kuhangatkan, karena sudah kusiapkan malam harinya. Pukul 04.00 aku mandi. Tak lupa kugunakan sabun cair dari Vitalis yang Fresh Dazzle, warna hijau. Kunikmati aromanya, yang diperkaya dengan ekstrak Jeruk Yuzu dan Teh Hijau sebagai terapi menghilangkan rasa gugupku.

Tepat pukul 04.45, kami berangkat. Sampai di lokasi ujian sekitar pukul 06.00. Alhamdulillah, di perjalanan aku masih bisa tidur. Sambil menunggu pukul 07.00, aku langsung sarapan. Karena kupikir nggak bakalan deh sarapan banyak, sebelumnya aku makan buah pir sebutir, baru deh makan nasi 3 sendok. Kelar minum aku langsung mencari toilet.

Kurang 15 menit dari pukul 07.00, aku sudah bersiap menuju tempat registrasi. Semua yang mengantar kupamiti. Terutama bapak dan abi. Kupeluk erat, kuciumi tangan dan pipinya, "Doakan aku, ya, Pak, Abi."

Sumber foto dari facebook BKPP Demak

Aku melangkah meninggalkan mereka diiringi tangisan Kak Ghifa yang tak mau kutinggal. Saat itu dia masih syok dan berduka ditinggal pergi Mbah Uti-ibuku. Tapi, aku harus tetap pergi. Aku tak menoleh sedikitpun. Bismillah.

Registrasi lancar, saat menunggu waktu ujian, pukul 08.00, aku sempatkan untuk pipis lagi. Rasanya hatiku sudah campur aduk. Aku ingat pesan guruku, Pak Budi, untuk memperbanyak bacaan ayat kursi dan alfatihah. Kupatuhi itu sembari membaca bacaan Alquran sebisaku.

Deg deg an bangeeeeettt. Wis pokoke campur aduk. Sesekali kuusap-usapkan tangan kananku di dekat hidungku, ini kebiasaanku kalau gugup, tercium aroma Vitalis Perfumed Moisturizing Body Wash yang kugunakan tadi pagi. Menenangkan baunya.

Saatnya masuk ruangan. Mengingat cerita teman yang sudah ujian lebih dulu, tentang posisi duduk, kupilih yang agak jauh dari AC. Kududuk di sebelah peserta dari formasi guru bahasa inggris. Kami mengobrol sejenak untuk mencairkan suasana hatiku yang tak karuan. Kulantunkan ayat kursi dan al-fatihah terus menerus.

Mengerjakan 100 soal dalam waktu 90 menit. Kalimat soalnya panjang-panjang pula. Beberapa kali pikiranku ambyar, kayak orang ngalamun tapi masih mantengin layar PC, nggak fokus lah, sesering itu pula aku istighfar, nyebut sebisaku, mulutku komat-kamit, "Izinkan aku, Ya Allah, izinkan aku membahagiakan ibu dan keluargaku."

Kurang 10 menit, soal yang belum kukerjakan ada 3 soal hitung-hitungan. Pokoknya kukebut. Sampai akhirnya, sebelahku sudah keluar nilainya.

Aku makin deg-deg-an karena tinggal beberapa detik lagi waktuku juga akan habis.

Pasrah, pasrah, aku merasa bisa mengerjakan soal-soal tadi. Meskipun ada juga yang kurang yakin, Ya Allah.

"Lā haula wa lā quwwata illā billāhil 'aliyyil azhīmi."

Selesai.

"Allahu Akbar. Subhanallah."

Gemetar. Tubuhku seperti mau roboh.

"Allah, Allah, ibu."



Mendengar teriakan kagetku, tiba-tiba ibu pengawas dari BKN mendekatiku.

"Kenapa, Mbak?" Tanyanya seraya melihat layar PC di depanku.

"Ya Allah, selamat, Mbak, bagus nilainya. Semoga masuk SKB, ya." Ucapnya, kemudian memelukku. Aku malah terisak. Aku kangen pelukan ibuku dan kini aku dipeluk oleh ibu lain.

"Aku baru saja kehilangan ibuk saya, Buk."

Perempuan paruh baya itu malah memeluk erat seakan memberikan isyarat, sabar, sabar. Setelah mengucapkan terima kasih, aku ingin segera keluar ruangan.

Sayang, 399 peserta lain juga sedang mengantre untuk keluar. Aku mencoba mencari celah saat turun dari tangga lantai 2. Saat sampai di bawah, keluarga peserta tes sudah pada menanti.

Potret sebagian peserta SKD

Ah, nggak mungkin kalau bapak dan abi menunggu di sini. Mereka pasti masih di parkiran, nggak papa lah.

Kemudian aku berusaha mencari tahu terlebih dahulu peringkat nilaiku di layar yang dipajang panitia. Melihat layar menunjukkan nilai 300an, ah, kalau lihat di sini nanti kelamaan. Bapak kan harus pergi ke pasar juga. Akhirnya, aku memutuskan untuk balik saja ke parkiran untuk menemui keluargaku.

Aku harus jalan sekitar 100 meter-an untuk sampai di parkiran. Rasanya aku sudah tak sabar untuk segera bertemu dengan bapak dan abi.

Sepatu hak tinggiku, aaaah, hanya memperlambat langkahku saja. Ingin rasanya kupentalkan kemudian berlari secepat mungkin. Tapi, ya, urat maluku masih nempel. Terpaksa aku harus bersabar dan terus mempercepat langkahku.

"Mbah, bapak, bapak, mana?" Tanyaku ke nenekku.

"Lha piye? Bapak ning mobil." (Bagaimana? Bapak di mobil)

Aku langsung membelokkan langkahku menuju mobil bapak. Ternyata bapak menyadari kedatanganku. Langsung kupeluk, tangisku pecah.

"Alhamdulillah, Pak. Alhamdulillah, alhamdulillah Ya Allah. Bijiku apik (nilaiku bagus) banget, Pak."

"Alhamdulillah, Nduk."

Bapakku menengadahkan kedua tangannya. Kulihat bapak menangis. Kantung matanya terlihat bergerak-gerak, entah itu berkedut atau apa. Mungkin itu memang luapan kebahagiaannya.


"Ya Allah, terima kasih Kau izinkan aku memberikan kabar bahagia untuk bapak setelah beliau kehilangan belahan jiwanya."


Kurasakan Mbah dan bulek ikut nimbrung memelukku.

Abi tak ada di tempat, pasti sedang mengajak Kak Ghifa main agar tidak rewel. Setelah berganti memakai sandal, minum sejenak, kemudian aku pergi ke masjid. Allahu Akbar, Allahu Akbar, mulutku masih komat-kamit. Airmataku masih meleleh.

Baru setelah selesai salat, aku bisa mengendalikan diriku. Tak sengaja aku bertemu abi dan Kak Ghifa di persimpangan jalan. Sudah seperti film-film saja, aku langsung lari menghambur ke arah mereka. Kupeluk erat Kakak dan abi bingung. Sembari kubisikkan, alhamdulillah, alhamdulillah, abi ikut menyambut ucapanku dan kami malah berpelukan di jalan. Hahaha. Dilihatin orang-orang.

Yo wis ben.

Akhirnya, kami pun kembali ke parkiran. Kami langsung pulang dengan rasa syukur dan bahagia yang tak terkira. Sorot mata bapak tampak berbinar. Alhamdulillah, Ya Allah.

Pas masih di jalan, aku malah dapat kabar dari teman, kalau nilaiku masuk peringkat kedua dalam satu sesi.

Wah, alhamdulillah. Akan tetapi, aku tetap harus banyak berdoa. Karena aku tidak tahu nilai dari sainganku. Paling tidak, aku sudah agak ayem, karena kulihat yang dapat nilai di atas 400 hanya beberapa orang saja.

Hasil SKD sesiku

Kusampaikan kabar gembiraku itu ke beberapa grup keluargaku dan guru-guruku, yang selama ini tak lelah memberikan semangat dan memotivasiku baik aku dalam keadaan suka apalagi saat ditinggal ibu.

"Belajar lebih, berdoa lebih, minta maaf pada orangtua lebih, minta ampun lebih, sedekah lebih (tidak harus uang), & tawadhu' lebihhhhhh....

Semoga doa & harapan ibu diijabah Allah aamiin ya Robbal'aalamiin 🤲🏻🤲🏻🤲🏻🤲🏻🤲🏻"

Begitulah guru-guruku mendoakanku. Terima kasih.

Sampai hari ini, saat aku menulis postingan ini, rasa-rasanya aku masih seperti mimpi. Terlebih tentang kepergian ibu. Aku ingin sekali bisa jadi PNS, ini impian ibu. Tapi, saat sedikit lagi aku meraih semua ini, Allah punya rencana lain untukku dan ibu.


Ya, Allah-lah Sang Pemilik rencana ini.

Alhamdulillah, akhirnya hasil ujian SKD telah keluar. Aku berada di peringkat pertama dan harus bersaing dengan dua peserta lainnya untuk memperebutkan 1 formasi guru kelas.

Perjuanganku belum usai. Masih ada ujian tahap kedua, yaitu SKB, yang sampai saat ini jadwalnya belum keluar karena ada bencana virus Corona.

Bersama kesulitan ada kemudahan. Aku bisa menggunakan waktu ini untuk terus belajar. Aku tidak ingin lengah. Melihat selisih nilai yang banyak, pesaingku pasti tidak mau kalah semangat belajar.

Aku akan jauh lebih semangat dari pesaingku. Harus. Kudu semangat.

Akankah aku benar-benar akan menjadi bintang seperti yang kuinginkan?

Kata guruku, "Ketika kamu sudah kuat & siap, pasti Allah akan memberikan, Ka ☺🤲🏻."

Kini, kubalik, apakah aku sudah siap menjadi bintang? Menurutmu, apakah aku sudah kuat dan siap untuk jadi bintang?

TERAKHIR.

Untuk semua yang ada di sampingku, terima kasih. Meskipun aku anak tunggal, tapi aku tidak sendiri. Aku memiliki banyak bapak, ibu, dan saudara di mana saja aku berada.

Terima kasih juga untuk Vitalis yang telah hadir melengkapi hari-hariku. Nggak ada kamu, apalagi varian terbaru Vitalis Perfumed Moisturizing Body Wash, hidupku seperti ada yang kurang.

Kamis, 26 Maret 2020

Benarkah dengan Ngeblog Kita Bisa Dapat Uang?



Kalau kamu yang sudah menikmati hasil dari ngeblog, menjawab pertanyaan, benarkah dengan ngeblog kita bisa dapat uang?, pasti akan langsung, IYA.

Benarkah? Semudah itukah? Bagaimana caranya?


Aku akan bercerita tentang ngeblog yang menghasilkan uang ala versi aku. Kalau beda dengan bloger lain, jelas, itu wajar.

Awal ngeblog dulu, tahun 2010an, saat aku kuliah, jujur, alasanku karena ingin namaku bisa tercantum di daftar pustaka tugas sekolah bikinan orang. Keterusan, nulis curhat sana-sini, bahkan pernah menulis tentang teman sekelasku yang akhirnya malah bikin ramai dunia persilatan. Kuhapus deh tulisan tersebut.

Aku pernah juga melewati fase menggunjing orang lewat tulisan di blog ini. Tapi, nggak lagi-lagi deh. Kapok. Hahaha.

Dari sana aku merasakan bahwa ngeblogpun memiliki fase. Bak  pelajaran pertumbuhan dan perkembangan manusia, mulai dari bayi hingga dewasa. Dimulai saat cupu-cupunya sampai akhirnya paham untuk apa sih menulis?

Saya pernah masuk koran, eh, mana muat?


Awalnya Ikut Lomba Menulis Akhirnya Ketagihan


Pertama kalinya blog ini menghasilkan tuh saat aku kepedean ikutan lomba blog dari seorang bloger senior. Alhamdulillah, sekalinya ikut kok langsung nyantol. Zaman dulu hadiahnya bukan berupa uang. Hanya berupa baju dan buku yang dikirim ke rumah sudah membuat hatiku keheranan dan sangat girang. Ternyata hanya dengan menulis aku dapat gratisan baju dan buku. Begitu batinku dulu.

Maklum, saat itu, awal-awal kuliah, berangkat dari keluarga yang tak bergelimang harta, bisa beli baju dan buku sendiri hal yang sangat langka bagiku. Bisa sarapan nasi dan mendoan saja alhamdulillah. Terpenting bisa kuliah. Makanya, mulai muncul tekad untuk sering ikut lomba blog di tengah sibuknya kuliah pendidikan, yang harus berangkat pukul 07.00 bak anak SMA lagi.

Berbagai lomba blog kuikuti. Entah sampai berapa lomba yang kuikuti, ratusan mungkin ada. Tapi, yang nyantol paling hitungan puluhan saja.

Waktu itu ngarep laptopnya, alhamdulillah nyantol HPnya.

Apakah aku mutung alias ngambek karena sering kalah? Awalnya iya, tapi, karena keseringan kalah itulah yang membentuk diriku menjadi sedikit kuat mental. Yah, sedikit. Karena kalau pas kalah lomba blog pasti muncul rasa kecewa juga. Meskipun tak berlangsung lama.

Alhamdulillah, sampai sekarang bisa merasakan berkah dari ikut lomba blog, mulai dari baju, buku, uang, sampai 5 gadget kukantongi. Tapi, kuyakin, aku bisa dapat lebih dari itu kalau mau MAKSIMAL saat niat ikut lomba blog.

Hal yang kupelajari dari ikut lomba blog itu adalah tentang totalitas. Sekalinya lomba blog kalau tidak totalitas, jangan berharap menang deh. Apalagi sekarang banyak sekali bloger bermunculan dengan segala keahliannya. Hooo mengerikan. Tulisannya sudah keren, infografisnya dan video pelengkapnya ciamik. Kalau kita nggak bisa mengikuti itu semua, bakalan ketinggalan.

Aku sering merasa beruntung jadi seorang bloger, terutama yang hobi ikut lomba. Karena merasakan manfaat ngeblog itu justru membuatku makin cerdas. Ya, itu tadi, jadi bloger harus banyak dan mau belajar. Ada perkembangan apa, baca, praktik, kemudian dishare. Perkembangan selalu ada. Dulu yang awalnya nggak paham ilmu nulis sesuai PUEBI, sekarang mau gak mau jadi paham. Sedikit-sedikit paham cara ambil foto yang bagus. Kemudian tahu cara edit video dengan aplikasi ini dan itu.

Kamu tahu nggak? Semua ilmu yang kudapat dari ngeblog itu sangat-sangat berguna untuk profesiku sebagai guru. Eh, ada PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru), ilmu desainku pakai Canva kepakai untuk membuat poster sekolahku. Ada acara ngem-si di sekolah, karena terbiasa membuat tulisan yang runut, kepakai juga deh tuh di situ. Ada teman bikin PTK (Penelitian Tindakan Kelas), ilmu PUEBI-ku kepakai juga.

Wis lah, pokoke selain menghasilkan uang, ngeblog itu banyak keuntungannya.

Selain dari Ikut Lomba Blog, Dapat Uangnya Dari Mana Saja?


Pertanyaan itu sering muncul dari teman-teman yang kenal aku sebagai bloger. Kamu juga pengen tahu?


Sejauh ini, selain dari lomba blog, aku dapat uang dari:

Pertama, iklan adsense di blogku. Ini bukan asli milikku. Adsense di blogku ini titipan dari teman bloger. Kami bagi hasil. Lumayanlah, beberapa bulan kalau cair bisa dipakai beli paket internet.

Kenapa nggak daftar adsense sendiri? Dulu pernah daftar. Tapi, ditolak terus. Akhirnya, nggak pernah otak-atik lagi. Yo wis, sakmlakune ngene wae sik.

Kedua, dari job nulis artikel atau titipan artikel dari klien dan ngliput event. Sekarang ini kalau kita mau beli sesuatu kan sering kali mencari review di internet, ya. Nah, salah satu job aku ya itu, menuliskan review atau sekadar penjelasan suatu produk, layanan perusahaan, sampai pengalaman saat mengunjungi suatu tempat. Jadi, secara gampangnya, aku nyobain dulu, setelah itu diceritakan di blog. Ntar kalau kamu mau cari info, eh, siapa tahu ketemu sama tulisanku tadi atau dari bloger lainnya.

Nah, jobnya ini ada yang nulis asli dari pengalamanku sendiri, ada juga yang tinggal pasang saja artikelnya dari klien. Harganya juga bervariasi.

Kalau job yang datang ke event brand tertentu, kewajibannya beda lagi. Datang ke tempat, ngikutin acaranya -seringkali bertabur hadiah-, makan gratis (hahaha...ini penting banget ya?), ketemu bloger lain yang seringkali membuatku dapat energi lagi untuk semangat ngeblog, sampai rumah nulis artikel tentang event atau produk yang dikenalkan, baru deh dapat fee, kadang dapat produknya saja, atau malah ikutan lomba blognya. Enak, tapi capek juga kok. Ada usaha ada hasillah. Nggak enaknya doang yang dipamerin.

Kemudian dari mana bisa dapat job ini? Seringkali di grup facebook atau grup WhatsApp (khusus komunitas bloger) ada kok yang share google form atau semacam formulir dengan syarat tertentu dari klien yang mau ngasih job. Kalau blog kita memenuhi syarat, maka kita akan dihubungi lewat email atau kadang via WhatsApp.

Pernah dapat kesempatan berbagi tips menang lomba blog

Syarat? Emang apa saja syaratnya? Macam-macam sih. Ada yang DA sekian, usia bloger sekian, usia blognya sekian tahun, page view per bulan sekian, niche blognya apa, dll. Tentang syarat-syarat di atas itu apa saja pengertiannya, kamu bisa googling, ya.

Santai, kelihatannya memang rumit. Tapi, kalau kamu sudah nyemplung di dunia bloger, seperti yang kuceritakan di atas, mau nggak mau harus jadi cerdas. Belajar otodidak itu harus kalau nggak mau ketinggalan dapat job. Hahaha.

Tips Ngeblog dariku Bloger Guru yang Angot-angotan


Sering lho muncul keingianan untuk jadi bloger full time. Nggak usah jadi guru tapi fokus jadi bloger. Bisa ke sana-ke mari ikutan nge-event yang makin ramai saja di Semarang. Akan tetapi, nggak mungkinlah. Brandingku saja jadi guru bloger. Kemudian mengajar adalah passionku. Ditambah lagi ini adalah profesi yang diidamkan oleh almarhum ibuku. No no no, pokoke tetap jadi guru bloger. Perkara rezeki ben Allah yang atur.


Nah, bagaimana sih aku ngatur waktu biar tetap bisa menulis dan menghasilkan cring cring untuk blogku ini. Aku bikin poin-poin saja ya.

  1. Senjata utamaku adalah HP dan buku batik kerbau yang kubawa ke manapun aku pergi. Di HPku ada dua aplikasi penting, yaitu notepad dan google keep. Aku sering pakai yang kedua. Di situ aku menuliskan ide-ide yang sering muncul di otakku. Kalau ada waktu senggang agak lama, aku langsung corat-coret di buku batik kerbauku. Membuat mind mapping di sana. Bikin poin-poin pentingnya saja.
  2. Waktu nulisnya sampai kelar jadi artikel kapan? Kan sudah ngajar, sampai rumah paling tinggal teparnya doang, belum masak, mandiin anak, ngobrol sama anak, dkk-nya? Seringkali nulis pas dini hari. Ini karena aku tipe orang yang nggak bisa fokus banget pas suasana ramai Aku bisa maksimal nulisnya kalau bangun tidur, suasana sepi, langsung deh cus ketak ketik sana-sini. Aku nggak harus ngetik di laptop. Aku seringnya pakai HP kalau ngeblog. Nulis ini dan pasang foto pun pakai HP semua. Apalagi laptopku layarnya baru soak. Duh, doain ya bisa dapat hadiah laptop tahun ini. Aamiin Ya Allah. Jadi, apapun senjatamu untuk menulis, ya, gunakan secara maksimal. Jangan banyak alasan untuk tidak menulis!
  3. Kalau mau nulis postingan, pastikan dulu, mau nulis duhulu apa mau edit foto atau video. Karena, untukku nih ya, kalau nulis, edit foto, nulis lagi, edit foto lagi, nggak bakal kelar-kelar deh nulisnya. Entah ini berlaku juga nggak untukmu? Makanya, aku kalau mau bikin postingan, di HP atau di buku batik kebo-ku tadi langsung aku beri catatan (kasih gambar yang ini)/(sisipin gambar pas ke Saloka), dll. Baru deh nanti pas sudah selesai semua, lanjut ngurusin tentang foto atau video. Atau sebaliknya, edit foto atau ambil video dulu, kelar, baru nulis. Jangan dicampur aduk! Karena proses editing foti dan video kan gak hanya semenit dan dua menit. Takutnya ntar idenya ambyar kalau diselang-seling.
  4. Jangan malas editing. Ini sekaligus juga reminder untukku yang akhir-akhir ini agak loyo soal editing. Sebelum dipublish, bahkan setelah dipublish, kudu banget diedit lagi. Baca sambil bersuara, kira-kira enak nggak sih kalau dibaca. Alurnya sudah benar belum? Kira-kira bikin bosen pembaca apa nggak? Infonya lengkap nggak nih? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu wajib muncul dalam benak kita setiap kali memosting artikel di blog.



TERAKHIR

Sudah banyak yang bilang kalau menulis itu bukan bakat, bukan? Aku nih salah satu contohnya. Bukan lulusan dari sekolah bahasa juga. Aku belajar otodidak dari internet. Sering kalah lomba, aku jadi mau belajar dari tulisan pemenang. Dari sana kupelajari tentang teknik menulis yang baik. Bagaimana cara membuat desain grafis sederhana? Aplikasi yang bisa dipakai untuk desain infografis selain PicsArt tuh apa?

Yakin, kamu nggak mau jadi bloger? Belajar dunia menulis yang rasa rumit binti pemaksaan untuk mau belajar karena nggak mau ketinggalan? Syukur-syukur bisa menghasilkan uang juga? Yakin, nggak mau?

Jumat, 20 Maret 2020

Kanker Payudara dan Spondylosis yang Diidap Ibuku : Pola Makan Sehat untuk Pengidap Kanker Payudara


Sampai sekarang, setelah ibuku nggak ada, aku masih sering berpikir, apakah aku salah mengajak ibuku makan dengan pola makan yang sehat? Apakah ibuku tersiksa dengan pola makan yang aku terapkan? Tapi, kenyataannya, memang ada perbedaan saat ibu sudah menerapkan pola makan sehat dibandingkan dengan sebelumnya.

Selamat ulang tahun, Buk, 6 Juni 2019

Aku masih ingat betul ibuku pindah total ke pola hidup sehat, khususnya makan sehat tanggal 29 Desember 2019. Sebelumnya, aku menjelaskan terlebih dahulu ke ibu, kenapa harus mengubah pola makannya? Apa itu kanker?

Alhamdulillah, ibu adalah sosok yang cerdas. Dengan sadar diri ibu mau membaca artikel yang kushare ke ibu lewat WhatsApp. Setelah membaca dengan lengkap, cus lah pola makan sehat itu dimulai.

Saat memulai pola makan sehat ini, kanker payudara ibu sudah mulai keluar daging bak bunga kolnya walau kecil. Keadaan payudaranya sudah membesar seperti bola sepak ukuran kecil. Anggap saja sudah terlambat dan ini sudah takdir ibu dari Allah, jalan dariNya harus seperti ini.

Maaf, aku cerita tentang kanker payudara ibu loncat-loncat, ya. Hatiku rasanya masih amburadul nggak karuan. Tapi, aku janji akan menuliskannya pelan-pelan.

Sebelumnya, aku hendak berterima kasih ke Mbak Widi, yang sudah mengajakku untuk masuk ke grup Sehat Dengan Food Combining (SDFC). Tak lupa juga Bu Anung yang dengan sabar menjawab segala pertanyaan dan keluh kesahku selama merawat ibuk. Banyak tips sehat yang kudapatkan semenjak mengenal mereka.

Kangen ibuk 😍

Grup SDFC adalah grup tertutup. Kalau masuk grup tersebut harus diundang oleh anggota grup lama. Kalau kamu ingin gabung bisa colek aku atau Mbak Widi.

Di grup SDFC kamu bisa baca-baca berbagai artikel tentang Food Combining, kenapa harus buah, buah dan sayur harus dipisah, kanker, GERD, tumor, program hamil, dan masih banyak lagi.

Berikut kutuliskan pola makan sehat yang ibuk jalani.

Bangun tidur, setengah enam, segelas air hangat yang diberi perasan 1 buah jeruk nipis.

Pukul 05.45 jus buah.

pukul 07.30 sepiring kecil buah potong campuran (maksimal 3 macam buah, disarankan yang banyak mengandung air dan manis)

pukul 09.00 buah lagi.

pukul 10.30 buah lagi, akan lebih baik kalau makan pisang.

Jangan lupa diselingi air putih. Kebutuhan air putih tetap 10 gels sehari

Pukul 12.00 jus wortel

Makan siang:

Menu karbohidrat: jagung, ubi, kentang, nasi merah. Lauknya tahu, tempe, jamur. Sayurnya kalau mentah akan lebih baik.

Pukul 15.00 jus sayur, bisa dengan campuran 2-3 macam sayuran.

Pukul 16.00 kudapan dengan segenggam kacang-kacangan (tidak boleh kacang tanah), atau satu buah alpukat. Kudapan ini wajib, ya. Beri jeda minimal 15 menit baru kemudian minum teh rempah.

Cara membuat teh rempah; didihkan air, tuang dalam gelas. Masukkan salah satu rempah-rempah, tunggu hingga suam-suam kuku baru kemudian diminum.

Pukul 17.30 jus sayur lagi

Pukul 18.30 makan malam, menunya sama dengan makan siang.

Pukul 20.30 sebelum tidur minum jus wortel.



Setidaknya, itulah jadwal pola makan sehat ibu. Jadwal itu kudapatkan dari grup SDFC.

Kok nggak makan daging?

Yes, intinya, nggak makan daging agar tidak memberi makan sel kankernya. Kapan-kapan akan aku jelaskan lebih lanjut. Kalau kamu penasaran, bisa deh coba masuk ke grup SDFC. Gratis. Bu Anung juga baik banget.

Banyak pertanyaan pas ibu menerapkan pola makan sehat seperti di atas. Apa kenyang? Kenyang, asal patuh sama jadwal. Awal-awal memang merasa lapar terus. Ya, makan sesuai jadwal saja. Kalau belum waktunya makan karbohidrat, ya, makan buah lagi. Minum air putih.

Perhatikan juga teknik mengunyanya, ya.

Ibu dan Kak Ghifa makan mie ayam, Ibuk masih tampak sehat. Padahal sel kanker diam-diam menggerogotinya.

Terus BABnya gimana? Ya, kayak orang normal. Oiya, selama menerapkan pola makan sehat ini tentu ada efeknya ditubuh, ya. Ibuku makin kurus, pernah BAB sehari 5 kali dan berlangsung selama semingguan. Untuk masing-masing orang, efeknya tentu beda-beda, ya.

Kamu perlu tahu nih, Teman. Selama ibu kmenerapkan pola makan sehat ini, ibuk kelihat segar wajahnya. Nggak pucat kayak orang sakit. Aku punya Bulek yang sama-sama sakit, Bulekku malah kelihatan pucat banget bak mayat hidup.

Segitu dulu, ya, aku cerita tentang pola makan sehat yang diterapkan ibukku. Hari ini aku baru saja melaksanakan 40 hari meninggalnya ibuk. Kapan-kapan aku akan ceritakan lebih detail lagi. Atau mungkin kalau kamu ada pertanyaan bisa tanya-tanya di komentar atau japri aku langsung.

Kalau boleh jujur, seperti paragraf pertama, aku takut kalau ternyata ibuku tersiksa dengan pola makan sehat ini. Aku takut banget. Tapi, aku nggak ada maksud apa-apa. Karena memang banyak tetangga dan saudara yang pada bilang ini dan itu, sudah sakit malah dibatasi makannya. Ya Allah, kalau ingat ini malah sedih.

Aku hanya ingin ibuk sembuh. Itu saja. Kini Allah memang sudah menyembuhkan ibuk, selamanya.

Buk, maafin Ika, ya, Buk. Maaf, kalau Ika pernah ngeluh pas merawat Ibuk. Ika kangen ibuk.

Selasa, 10 Maret 2020

Jajan Murah dengan Cara yang Mudah


"Maya dari mana, Mak?" tanyaku kepada bulek.


"Biasa to, jajan sama Akbar. Wong tadi bilang nggak cocok sama lauk di rumah. Padahal, ya, ada sayur lodeh, bakwan, telur bacem, sama kerupuk lho."

Tersenyum. Itulah ekspresi yang bisa kutunjukkan. Terkadang aku juga heran, memangnya semua anak zaman now tuh gitu ya? Sering tidak cocok dengan masakan tempo dulu atau masakan rumahan?


Kenapa aku bertanya begitu? Karena kejadian seperti itu tidak hanya terjadi kepada satu keponakanku, melainkan yang lain juga. Mereka lebih sering jajan di luar dibandingkan makan masakan ibunya sendiri.

Wajar kan kalau aku heran? Soalnya, aku yang dulu (bukanlah yang sekarang-ihiiirr) memang tidak seperti itu. Pas zaman kuliah jarang banget jajan di luar. Selain karena keadaan keuangan yang serba mepet, ya, kuperhatikan kafe atau kedai yang menjajakan jajanan memang belum menjamur di mana-mana. Malah kesannya kafe itu tempat yang 'mahal dan elit'. Hanya orang-orang berduit yang bisa ke sana.

Berbeda dengan sekarang. Kafe dengan interior yang unik ada di setiap sudut kecamatan, malah. Tren makanan dan minuman pun banyak bermunculan. Harga miring ditawarkan untuk menarik banyak pembeli. Lengkap sudah kemudahan yang ditawarkan, bukan? Gitu kok Maya, keponakanku, nggak makin malas makan di rumah?

Oh iya, satu lagi, mungkin karena adanya keinginan untuk diakui "nih gue juga nongkrong lho di sini" oleh teman di sosial media kah yang jadi faktor anak muda zaman now pada berlomba-lomba jajan ke sana-ke mari?

Wajar, kok, wajar, bukankah salah satu kebutuhan manusia adalah diakui keberadaannya oleh manusia lain? Makanya, pemilik usaha kuliner di luar sana juga membaca peluang yang menggiurkan. Kafe berjejer di mana-mana. Contoh nyata yang kutemui sendiri adalah sekitar kampusku, dua tahun setelah aku diwisuda, duh, semua sudah berubah. Depan kampus penuh dengan kafe atau tempat tongkrongan yang eye cathing. Sesekali kulihat pengunjungnya berselfie ria. Kuyakin pasti fotonya akan diunggah lewat sosial media. Orang yang lihat pada kepo, di manakah itu? Kalau sudah ketemu, besok pada datang juga, dan seterusnya.

Coba deh kamu lihat beberapa foto sudut tempat nongkrong yang satu ini, namanya #NikosBarandKitchen, terletak di jalan Singotoro nomor 14, Semarang.





Bagaimana? Tempat tongkrongan yang satu ini memberikan kesan yang berbeda dari Semarang 'panas' bukan? Siapkan saja uang mulai 15 ribuan, kamu sudah bisa duduk cantik di salah satu sudut Nikos. Mau? Cus buka aplikasi Traveloka Eats dan temukan kalau di Semarang dan sekitarnya banyak banget tempat jajan yang murah tapi yang ditawarkan dengan segala keunikannya.

#PengalamanMenyenangkan-ku Jajan Kebab Rafi dengan Traveloka Eats

Kamu merasa heran kah, kok, Traveloka? Bukannya itu aplikasi untuk booking hotel atau beli tiket pesawat dan transportasi lainnya? Eits, kamu sudah update aplikasi Traveloka yang terbaru apa belum atau kapan terakhir buka aplikasi tersebut? Karena kalau kamu buka aplikasi berlogo burung berwarna biru ini, sebelah kanan atas akan ada menu baru, yaitu menu Eats.


Apakah kamu sudah menemukannya? Nah, kalau sudah ketemu, sini, sini, aku ceritakan bagaimana pengalamanku jajan lewat aplikasi Traveloka Eats.

Jujur nih, ya, sampai punya anak pun, aku termasuk yang jarang banget jajan di luar. Paling mentok jajan bakso atau mie ayam. Lainnya, babar blas. Karena prinsip keluargaku, ya, masak sendiri itu juara banget, pun lebih hemat.

Berbeda setelah banyak kejadian yang kulewati dalam sebulan terakhir ini. Apalagi ucapan ibuku sebelum beliau meninggal, "Nduk, nek capek mbok ya o jajan wae! (Nak, kalau capek, jajan sajalah!). Jaga kesehatanmu. Kalau kamu sakit, semua jadi repot."

Seminggu setelah ibuku meninggal, bapak mengajak keluarga besar kami makan di luar. Aku tahu bapak kasihan kepadaku yang sudah lelah mengurus semua proses tujuh hari ibuk. Makanya daripada masak lagi, semua anggota diangkut ke tempat makan.

Belum genap empat puluh hari ibuku meninggal, suamiku harus bekerja di luar kota. Hatiku sudah berduka, eh, ini ditambah kesepian. Entahlah, hawanya jadi melow mulu.

Aku berusaha menikmatinya. Sesekali aku cerita dengan keluarga besarku yang lain. Mereka mengajukan saran, "Sudah makan es krim? Bakso yang pedas?"

Semua sudah kulahap, tapi yang namanya kehilangan seorang ibu, begitulah. Makanan selezat apapun tidak akan bisa mengobatinya.

"Kamu butuh piknik tuh, Mbak." Komentar Maya, keponakanku.

Tanggal 4 Maret kemarin aku akhirnya ikut piknik bersama Kak Ghifa, anakku. Toh, rasanya, ya, sama saja. Hampa.

Sampai akhirnya aku punya keinginan pas abi pulang, pengen banget motoran bertiga, aku, abi, dan Kak Ghifa, ke mana gitu. Yang penting bertiga menikmati ramainya jalanan kemudian berhenti untuk jajan apa gitu.

Sembari menunggu abi pulang, aku ingat dengan aplikasi Traveloka bagian Eats. Kucoba cari jajanan yang masuk penawaran spesial. Alias cari yang diskonan. Maklumlah, kami kudu berhemat untuk biaya empat puluh hari kepergian ibuk juga. Kupikir, yang penting bisa jajan bersama-samalah, sekalian jalan bertiga.



Dari banyaknya pilihan, aku tertarik dengan Kebab Turki Baba Rafi yang sedang didiskon 21%. Harga normalnya sekitar 51 ribu, setelah didiskon jadi 40 ribu sudah termasuk pajak.

Lumayan, bukan? Emak-emak, yes, beda 500 aja dikejar, apalagi ini 10 ribu, Gaes! Dapat bawang merah setengah kilo deh. Hahaha.

Kalau yanga ada di Jakarta dan sekitarnya malah enak lagi. Soalnya sudah ada menu Treats by Traveloka Eats. Kenapa kok enak? Karena kalau kita pergi ke suatu tempat makan, kita bisa menyimpan atau bookmark tempat tersebut di aplikasi Traveloka kita agar nanti kalau ada promo dan diskon di tempat tersebut kita dapat pemberitahuan dan dapat tambahan diskon pastinya. Hooo, ini mah kesukaan emak-emak banget, ya. Sudah makan enak, eh, harganya banyak diskon pula. Bahkan, bisa ikutan undian berhadiah juga ke luar negeri. Siapa sih yang mau nolak? Jajan murah dengan cara yang mudah. Bisa berkesempatan jalan-jalan ke luar negeri gratis pula.

Senin, 09 Maret 2020

Traveling Impian 2020-ku Alhamdulillah Sudah Terwujud, Begini Ceritaku


Manusia hanya bisa berencana, Allah yang memutuskan.

Ceritaku ini kumulai dari kalimat tersebut.

Pertama kali ada kabar kalau sekolah Kak Ghifa akan ada piknik, aku sudah pesimis tidak bisa ikut mendampingi Kakak.

Apa mungkin Kakak aku titipkan ke bulek yang selama ini mengantarnya sekolah? Hatiku sebagai umminya kok nelangsa banget.

Bismillah, kami berangkat dulu, ya.

Selama ini sekolah tidak pernah kutunggui, ini piknik, kok, ya, aku nggak bisa dampingi. Tapi, bagaimana dengan ibuku?

Aku tidak pernah membahas soal piknik ini ke ibuk. Saat itu niatku tidak ingin meninggalkan ibuk di rumah bersama bapak saja. Aku hanya ingin menemani ibuk. Merawat ibuk sepenuh hati. Aku pasrah, entah apa yang terjadi nanti pokoknya. Meskipun seringkali saat Kak Ghifa merajuk, "Kakak piknik sama Ummi, ya?" Ku-iya-in saja agar dia senang dan segera meninggalkanku yang saat itu sedang mengurus ibuk.

Ternyata, Allah punya rencana lain. Sebelas Februari ibu meninggal dan tanggal empat Maret lalu aku pergi menemani Kak Ghifa piknik ke Cimory On The Valley Semarang dan Saloka Park.

Allahuakbar.

Allah Sang Maha Pencipta alam semesta ini benar-benar pemilik rencana terbaik untuk hambaNya. Alhamdulillah.

Inilah yang diinginkan ibukku.
"Mangkato Nduk, sakne Kakak. Kancane do diterke ibune, mosok Kakak ora." (Berangkatlah, Nak. Kasihan Kakak. Teman-temannya diantar ibunya, masak Kakak tidak?), begitu ucap ibuk setiap mendengar rajukan Kakak.

Oleh karena itu, sore sebelum aku dan Kakak berangkat piknik, saat ziarah sore ke makam, aku pamit ke ibuk,

"Buk, besok aku  jadi nganter Kakak piknik, sesuai keinginan ibuk. Aku izin ke Bu Warni (kepsekku), Buk, alhamdulillah boleh, padahal anak-anak sedang PTS."

Terus airmataku ngambang deh di ujung mata. Aku merasa jalan cerita manusia memang tidak pernah ada yang tahu, ya? Kuyakini semua inilah yang terbaik untukku dan keluarga.

Bismillah, akhirnya, aku dan Kak Ghifa berangkat piknik.



Nah, apa saja yang terjadi selama kami piknik? Ceritaku akan kurangkum dalam beberapa poin ya, agar lebih mudah dan tidak membosankan membacanya.

Oke, sebelum kulanjut cerita traveling impian 2020-ku, perlu kamu tahu, ini adalah piknik pertamaku hanya bersama Kak Ghifa (4,5 tahun). Kejadian konyol dan menyebalkan apa saja yang kualami? Tips apa saja yang bisa kubagi? Cekidot.

Kumulai dari persiapan

Pertama yang kulakukan jelas membuat list barang-barang yang akan kubawa. Diantaranya:

  • baju gantiku dan Kak Ghifa (khusus Kakak, aku bawa 3)
  • mukena
  • handuk
  • tas kecil berisi kosmetik dan seperangkat alat lenong kakak
  • powerbank
  • minuman dan makanan kecil yang kutaruh di tas yang berbeda
  • bantal kecil
  • tisu dan tisu basah
  • plastik bersih untuk baju kotor
  • topi kakak

Semua itu kumasukkan dalam tas ransel, khusus makanan dan minuman kupisahkan di tas tenteng yang lain.

Nah, dari persiapanku ini ada satu barang yang terlewatkan, lebih tepatnya ketinggalan, yaitu sandal kakak. Ternyata, destinasi wisata yang kami tuju itu kebanyakan jalaaaaan terus. Apalagi untuk Cimory, medannya naik turun bikin ngos-ngosan. Akan lebih nyaman kalau pakai sandal atau sepatu yang benar-benar ringan. Jangan sampai kaki lecet.

Oiya, satu lagi, payung. Ya Allah, pastikan kalau piknik jangan pas musim hujanlah. Menyedihkan. Meskipun ada payung yang disediakan petugas di tempat wisata, tapi, Ya Allah, hujan membuat kita nggak bisa menikmati wahana yang ada.

Saat perjalanan dan di tempat wisata


Apa saja yang terjadi?

  • Saat perjalanan Kakak terlihat senang sekali. Dia sembari main dengan teman yang duduk di bangku depan dan belakang kami. Tapi, ada satu kejadian yang bisa jadi tidak akan terlupakan oleh Kak Ghifa sampai kapanpun. Apa itu? Dia ngompol di celana. Sebenarnya sebelum berangkat dia sudah kutawari untuk pipis. Pun saat aku melihat dia sering memegang tititnya, dia menggeleng dan menolak untuk diajak pipis. Pas masuk tol dan hampir sampai di rest area, eh, dia sudah gak tahan dan ngompol deh di celana. Basah semua deh termasuk kaos kaki dan celananya. Dia sempat histeris karena malu. Kuyakinkan dia dengan kupeluk dan bilang, "Ummi nggak papa. Ummi nggak marah, Kak. Kakak nggak usah nangis." Dia baru bisa tenang dan mau turun untuk ganti baju. Wajar sih kalau Kakak sampai histeris. Wong mulut dan mata-mata bunda yang lain pada membunuhnya. Ada yang berkomentar sinis, "Kok nggak dipakaikan pempes." Lah, anakku sudah nggak pakai pempes kok ini malah pakai pempes lagi, bukannya malah aneh? Kemunduran menurutku. Aku saja yang kurang sigap mengatasi keinginan pipis Kak Ghifa. Dia memang kalau pas hawa dingin sering banget pipis. Pas dia bilang pengen pipis kok ya aku nggak kepikiran pakai botol dulu untuk menampung pipisnya (hihihi...ide konyol tapi cukup bermanfaat pas kondisi mepet). Yaaahh, saking panik dan inilah pengalaman pertama. Berharga bangetlah.
    Biasanya lihat komodo di Youtube, ini bisa lihat secara langsung. Heboh dia.
  • Urusan pipis kelar dan Kakak lanjut menikmati perjalanan. Karena sepatunya basah dan aku nggak bawa sandal ganti, akhirnya pas di Cimory, Kakak nyeker alias nggak pakai alas kaki. Dia jalan ke sana ke mari sesukanya. Apalagi pas lihat hewan-hewan. Hepi banget dia. Kubiarkan dia memilih apa yang ingin dia lihat. Namanya pergi rombongan kan gitu, ya, A ke sana terus pada ikutan ke sana. Aku nggak, hihi, kuturuti apa yang ingin Kakak kunjungi. Menurutku kemarin itu kurang lama pas di Cimory. Banyak tempat yang belum kami eksplor. Padahal Kakak senang sekali kalau ketemu sama hewan-hewan. Akhirnya, perjalanan di sana kami tutup dengan membeli oleh-oleh khas Cimory. Apalagi kalau bukan yoghurt. Oiya, entah ini aku aja yang kurang sigap atau malas mengeluarkan HP, dokumentasi di Cimory ini nggak banyak. Aku sibuk ngintilin Kak Ghifa ke sana kemari. Kalau nggak gitu ya sibuk gendong dia pas melewati jalanan yang terlalu kotor atau menanjak naik. Kalau pergi sama Abi sih enak, Abi yang jagain Kakak, aku bisa tuh dokumentasiin kegiatan yang kami lakukan. Tapi, sisi positifnya, aku bisa pol-pol an dampingi Kak Ghifa. Ehm, bukankah memang itu, ya, tujuan awalku?
    Mau milih yang mana?
  • Oiya, di Cimory itu ada 3 macam harga tiket, ya. Ada yang 15 ribu, 25 ribu, dan 35 ribu. Setiap tiket dapat gratis yoghurt, diskon 20% saat beli es krim dan lemon tea. Kalau misal awalnya beli yang 15 ribu dan ingin masuk ke wahana yang seharga 25 ribu, kita bisa dapat diskon 20% juga.
  • Belum puas bermain, sekitar pukul 12.00 rombongan langsung capcus ke Saloka Park. Oiya, sebelumnya kami makan bekal dulu di dalam bus. Alhamdulillah, Kakak gampang banget urusan makan. Jadi, nggak ada tuh drama-drama kayak anak lain yang ogah makan terus jadi masuk angin.
  • Baru jalan 5 menit dari Cimory, hujan gerimis menyambut kami. Duh, alamat nih, sampai Saloka nggak bisa maksimal eksplor wahana yang ada. Benar saja. Baru masuk Saloka, kemudian dijemput shuttle bus, hujan gerimis makin rapat. Wis pokoke udan terus. Baru nyobain bianglala, hujan makin deras. Bajuku basah semua. Alhamdulillah Kakak nggak terlalu basah. Dia ngumpet di dalam kerudungku. Karena nggak pakai alas kaki, ya, mau bagaimana lagi, depan gendong Kakak, belakang gendong ransel. Ya Allah, luar biasa nikmat Allah. Hahahaha.
    Dari parkiran bus kita dijemput pakai shuttle bus
  • Banyak sekali wahana di Saloka, bisa semua usia. Tapi, kalau mengajak anak seusia Kak Ghifa menurutku nggak bisa maksimal apalagi kok ditambah dengan hujan. Lengkap sudah. Berasa sedikit menyesal. Tapi, kalau ke sana lagi bareng Abi terus pas cuaca bagus, ehm, nagih pastinya.
  • Pas masuk Saloka Park tuh nggak boleh bawa makanan dan minuman yang berlabel. Kalau bawa minuman dengan wadah botol kita sendiri boleh kok. Ada pemeriksaan di depan. Tapi, menurutku pemeriksaannya nggak terlalu ketat. Nyatanya ada teman satu rombongan yang bisa membawa snacknya masuk. Terus, bagaimana kalau lapar? Ada yang jualan kok. Tapi, harganya lumayan mahal. Kalau di toko-toko biasanya harga 8000an, di Saloka bisa dua kali lipatnya. Lha kalau lapar kan ya mau nggak mau tetap beli kan ya? Pintar-pintar saja pilih menu atau memanfaatkan diskon. Aku kemarin bisa beli minuman isotonik seharga 10 ribu/2 botol. Kalau beli 1 harganya 8 ribu. Saranku sih ya, sebelum masuk Saloka makan saja yang kenyang di luar. Baik itu makan bekal yang kita bawa atau jajan di tempat parkir bus. Banyak kok warga yang jualan. Harganya masih banyak yang masuk akal. Kayak mie ayam semangkuk 10 ribu, pop mie besar 8 ribu, kopi 3 ribu, dan kalau beli mainan jangan lupa ditawar. Hihi, emak-emak banget deh ya. Habisnya banyak bunda-bunda yang pada ngiri pas aku beli balon busa 25 ribu/2 botol sedangkan mereka beli sebotolnya 15 ribu. Ramai deh dalam busa.
    Yeay, sampai Saloka Park yang nggak ada kolam renangnya.
  • Dari beberapa wahana yang bisa kami kunjungi, paling berkesan tuh pas masuk museum atau apa ya aku lupa namanya, pokoknya di depan pintu masuk. Di sana Kak Ghifa hepi banget lihat patung tiruan dinosaurus yang bisa mengeluarkan suara dan bergerak geleng-geleng. Alhamdulillah pas di sini, aku bisa mengabadikan kegiatan Kakak dalam bentuk video. Jadi, sampai rumah bisa diputar terus-menerus.
  • Peristiwa ngompol Kakak menjadikanku untuk sigap setiap saat tanya apakah dia ingin pipis atau tidak. Nyatanya dari pukul 07.00 sampai 21.00 Kakak pipis lebih dari 10 kali lho. Alhamdulillah, konsumsi minum Kak Ghifa tetap bagus. Setiap saat minta minum air putih.
  • Apa kabar dengan oleh-oleh? Kalau di Cimory kebanyakan ya makanan ringan, puding, jus, yoghurt, susu, boneka sapi, kaos Cimory, tas, dan mainan. Kisaran harganya di atas 10 ribuan. Untuk kaos khas Cimory harganya 75 ribuan untuk ukuran anak-anak. Bagaimana di Saloka? Khusus di Saloka kebanyakan barang sih oleh-olehnya. Kemarin Kak Ghifa beli topi yang bertuliskan Saloka dengan harga 50 ribu (semua ukuran harganya segitu) dan kaos (atasan dan celana) bergambar dinosaurus dengan harga 90 ribu. Pokoknya siapkan kocek yang lumayan deh ya kalau ke sini.

Segitu dulu cerita tentang traveling impian 2020-ku bersama Kak Ghifa. Perjalanan selama 19 jam itu banyak memberikanku pelajaran penting. Terutama tentang memahami dan penerimaan atas keadaan yang terjadi dalam hidupku. Nikmati. Sekalipun itu terasa berat. Kalau dipikir-pikir, dalam keadaan hujan, gendong ransel dan Kak Ghifa itu sangat melelahkan. Tapi, kenyataanya, ya, semua baik-baik saja.

Maaf, ya, Kak, kalau Ummi sesekali ngeluh capek pas gendong Kakak. Melihatmu duduk di atas kloset dalam keadaan terkantuk-kantuk membuat ummi merasa bersalah, belum bisa sepenuhnya memberikan cinta kasih ke Kakak. Semoga pergi berdua saja dengan Ummi bisa jadi kenangan yang indah untukmu. Ummi sayang Kakak 💗

Kamu sudah pernah ke Cimory On The Valley Semarang dan Saloka Park?