(Ika Hardiyan Aksari)
Lima belas menit
yang lalu hujan mulai reda. Bau tanah yang telah lama tak terguyur hujan kini berkawan
dengan hidung mancung Yasinta. Matanya masih menerawang jauh ke langit. Alisnya
pun tampak naik turun
“Yas, sudah
malam, tutup jendelanya!” Perintah ibu Yasinta.
“Bentar lagi, Bu.
Yas masih ingin melihat bulan.” Jawab Yasinta.
“Tapi jangan
lama-lama ya? Nanti nyamuknya pada masuk ke kamar kamu, Yas.”
“Iya.” Jawab
Yasinta singkat.
Tak berapa lama
Yasinta pun menutup jendela kamarnya. Merapikan tempat tidurnya sebentar dan keluar
kamar menemukan ibu yang sedang menyiapkan makan malam.
“Bu, Yasinta
boleh tanya?”
“Mau tanya apa
Yas?”
“Ibu pernah lihat
bulan kan?”
“Ya pasti lah,
Yas.” Kata Ibu Yasinta sambil membelai rambut Yasinta.
“Ibu tahu kan
kalau di dalam bulan itu seperti ada seorang ibu yang menggendong bayi?” tanya
Yasinta.
“Ya, terus....”
tanya ibu Yasinta semakin penasaran.
“Setiap hari
hanya ibu itu terus yang menggendong bayinya. Apa bayi itu juga tidak punya
bapak seperti Yasinta?” kata Yasinta sambil melirik ke arah ibu.
“Hush! Kamu itu
ngomong apa? Yasinta itu punya bapak.”
“Kalau Yas punya
bapak, pasti Sabtu kemarin Yas bisa ikut sepeda santai bareng teman-teman.”
Sumber gambar di sini |
***
Satu minggu yang
lalu . . .
“Nah, anak-anak,
bu guru mempunyai pengumuman bagus untuk kalian.” kata Bu Munifah kepada
seluruh siswa kelas lima.
“Apa Bu???” tanya
siswa secara serempak.
“Dalam rangka
menyambut hari ulang tahun sekolah kita, maka akan diadakan acara sepeda
santai. Oleh karena itu, Sabtu nanti kalian semuanya membawa sepeda ya? Jangan
lupa juga sepeda kalian dihias. Sepeda yang paling bagus hiasannya akan mendapat
hadiah dari ibu.”
“Horee.......!!!!”
Semua siswa
tampak gembira. Beberapa dari mereka sudah
memiliki rencana akan menghias sepedanya sepulang sekolah nanti. Namun,
tidak bagi Yasinta. Wajahnya tampak murung. Dia lebih memilih diam dan duduk di
bangkunya.
Sesampainya di
rumah, Yasinta ingin segera masuk kamar. Tak lupa ia meletakkan sepatu di rak
dan mencuci tangannya.
“Yas, salamnya
mana?”
“Assalamualaikum!”
kata Yasinta dengan cepat.
“Wallaikumsalam
Yas....”
Tidak ada lagi
percakapan selanjutnya. Yasinta segera menutup pintu kamar dan membuang dirinya
di atas ranjang. Yasinta kesal, marah.
Tok. . . tok . .
tok . .
“Boleh ibu masuk,
Yas?” tanya ibu di depan pintu kamar Yasinta.
“Ya.” jawab sang
pemilik kamar.
“Kamu kenapa Yas?
Pulang sekolah malah cemberut?” tanya ibu sambil mendekati Yasinta.
“Bu, kapan bapak
pulang?” jawab Yasinta sambil bangkit dari posisi berbaringnya.
“Memangnya
kenapa?”
“Yas tanya, kapan
bapak pulang?” tanya Yasinta dengan nada suara mulai meninggi.
“Yas kangen
bapak? Kalau Yas kangen bapak, ibu akan telpon bapak sekarang.” kata ibu dengan
suara lembutnya.
“Nggak, Yas
maunya bapak pulang sekarang! Yas, mau belajar naik sepeda sama bapak, Bu. Yas,
mau ikut sepeda santai. Yas, pengen bapak pulang, Bu! Bapak harus pulang
sekarang! Sekarang! Pokoknya sekarang!” akhirnya Yasinta pun menangis.
Menyadari hal itu, ibu segera menghamburkan pelukannya untuk Yasinta.
Ibu Yasinta benar-benar
menyadari keinginan Yasinta. Tapi apa daya, orang yang dinantikan kehadirannya
memang tidak bisa hadir dalam waktu sekejap.
“Yas, ibu yang
akan melatih Yas naik sepeda. Yas mau kan?”
“Nggak, Bu. Yas,
maunya bapak. Ibu pasti nggak kuat kalau megangin sepedanya. Yas sudah besar,
Bu. Pasti berat. Hanya bapak yang kuat.”
Berkali-kali ibu
selalu membujuk Yasinta untuk berlatih naik sepeda dengannya. Tetapi, Yasinta
tak bergeming.
Sampai pada hari
Sabtu, Yasinta memilih untuk tidak berangkat sekolah. Dia berdiam diri dekat
jendela kamar. Menantikan rombongan sepeda santai dari teman-temannya lewat di
depan rumah. Tampak jelas rasa iri menghinggapi diri Yasinta. Ibu yang melihat
Yasinta begitu murung, hatinya semakin gelisah. Apalagi, setiap malam Yasinta sering
mengigau memanggil-manggil bapaknya.
***
Yasinta tampak
lelap sekali tidurnya. Sebenarnya ibu tak tega membangunkan anak semata
wayangnya ini. “Yas, bangun sayang. Coba lihat siapa yang datang?” kata ibu
sambil menepuk pipi Yasinta lembut.
Yasinta mulai
membuka matanya pelan. Sedikit demi sedikit Yasinta mengumpulkan kesadarannya.
Dia mengucek-ngucek matanya. Ada sosok gagah yang sudah setahun ini tak pernah
ia temui karena harus menjalankan tugasnya sebagai nahkoda sebuah kapal pesiar
milik negara asing.
“Ba...pak.....”
suara Yasinta terdengar parau.
Bapak yang selama
ini ia rindukan kini sudah ada di depan mata. Dipeluknya dengan erat. Sangat erat.
Yasinta seakan-akan tak percaya. “Pak, kenapa baru pulang? Seandainya Bapak
pulang satu minggu yang lalu, pasti....” Yasinta tidak melanjutkan kalimatnya.
“Iya, bapak tahu.
Ibu sudah cerita dengan bapak. Oleh karena itu, sekarang bapak pulang untuk
mengajari anak bapak yang cantik ini untuk naik sepeda. Masak sih sudah kelas
lima belum naik sepeda? Hahahaha....”
“Bapak!” teriak
Yasinta seraya memeluk bapaknya kembali.
#Hak Cipta Milik Majalah BOBO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar