Kamis, 30 November 2017

Penghasilan Suami Tak Seberapa?


Penghasilan suami tak seberapa? Aku masih ingat betul, di atas becak, sesaat setelah akad nikah di KUA, abi memberikan uang 2 juta kepadaku. Uang itulah modal hidup kami setelah menikah di tahun 2014 lalu.

Saat itu aku tak pernah mikir, nanti mau makan apa? Apalagi mikir, nanti biaya melahirkan dan buat beli diaper anak pakai apa? Dalam pikiranku, sudah menikah dengan laki-laki yang selama ini jauh di mata tapi dekat di hati sudah sangat cukup. Sudah plong. Begitu saja. Ayem. Hihihi.

sumber foto: pixabay.com
Saat menikah dengan abi, aku sudah menjadi guru wiyata bakti dan guru les privat (sampai sekarang). Suami? Seorang tukang di bengkel las dengan gaji sebulan hanya 1 jutaan, itupun masih kotor. Belum dipotong buat uang bensin. Jadi, berapa?

Apakah kami bahagia dengan keadaan ekonomi yang pas-pas-an?

Ehm, gimana ya? Aku yang sering makan ati. Aku baru sadar, oh, begini ya hidup berumah tangga. Tak hanya butuh cinta. Tapi juga butuh duit.

Di pojokan ada yang bilang, "Makan tuh cinta!"

Hahaha.

Seringkali aku berandai-andai, "Kalau saja aku mau dijodohkan bapak dengan laki-laki abdi negara itu. Pasti hidupku nggak rekoso(susah) kayak gini. Mau apa-apa nggak harus ngempet (nahan) dulu."

Aku juga sering menyalahkan suami, kenapa penghasilannya cuma dikit? Apa nggak bisa cari kerjaan yang gajinya lebih besar? Giliran dikasih pilihan, dapat gaji besar tapi ditinggal ke luar kota/pulau nggak mau. Oalah, aku banyak maunya. Hahaha.

Iya, aku pernah di masa seperti itu. Sekarang, kalau ingat, istighfar berkali-kali. Betapa labilnya diriku kala itu. Betapa tak bersyukurnya diriku.

sumber foto: pixabay.com

Bisa nggak sih kalau semua yang kualami itu disebut lumrah? Tapi kok banyak temanku yang habis nikah, hepi-hepi saja. Atau semua ini ya sawang-sinawang?

Sekarang, setelah pernikahan kami sudah berusia hampir 3 tahun, alhamdulillah ada banyak sekali perubahan. Terutama dalam hal perekonomian.

Abi sekarang sudah kerja di rumah, buka bengkel sendiri. Walau tak setiap hari dapat job, tapi ya, sekalinya dapat job, fee nya lumayan banget. Pun aku juga ada job tambahan sebagai bloger yang pemasukannya tidak bisa dianggap remeh.

Jujur, melewati 3 tahun pernikahan ini rasanya nano-nano banget. Jungkir baliknya terasa banget karena memang semua kami mulai dari nol. Sebelum menikah kami benar-benar tak ada tabungan. Ya, berjalan saja gitu.

Kalau boleh memilih, untung saja penghasilan suami tak seberapa. Karena dengan kenyataan seperti itu aku jadi belajar banyak hal dari sosok suami.

1. Rezeki suami itu karena doa istri

Pokoknya jangan sampai keluar rumah dalam keadaan marah-marahan sama pasangan. Apalagi sama istri. Karena doa istri yang solehah itu sangat manjur.

Alhamdulillah, kami adalah pasangan yang tak pernah bisa tahan lama diem-dieman. Kalau ada apa-apa langsung diomongin. Aku yang proaktif. Karena abi memang tipe orang yang diam. Ada apa-apa ya diam. Aku yang harus cerewet.

Baca juga: Kurang Komunikasi? BUBAR JALAN

Demi impian bersama ke surga Allah, kami selalu berusaha mengkomunikasikan semua bersama-sama. Paling enak sih kalau ngobrolnya di sela-sela mendengarkan musik favorit kami di Joox vip murah dan mudah. Jadi, semua terasa rileks. Nggak pakai ngotot. Hahaha.

2. Banyak bersyukur

Banyak hal yang terjadi selama 3 tahun ini. Hidup kami bagaikan roda beneran lho. Sering di atas, tak jarang kami juga di bawah awet banget. Hihihi. Tapi inilah fase hidup. Ada suka dan duka. Kalau sukanya, wah, alhamdulillah, masih melekat di hati kami. Pun yang duka.

Salah satu di antaranya saat aku mengalami kerugian cukup banyak ketika jualan pulsa. Banyak dihutang orang dan aku paling nggak enak hati kalau menagih. Abi hanya bilang, "Alhamdulillah, itu masih belum seberapa. Nanti kalau ada rezeki usaha lagi."

sumber foto: pixabay.com
Aku trauma, abi malah semangat banget. Tak lain abi memang selalu begitu, berpikiran positif sama Allah, mensyukuri apa yang ada di depan mata. Percaya kalau yang sudah jadi milik orang ya berarti hak orang tersebut yang diberikan Allah melalui kami. Dan aku belajar banyak darinya. Meskipun, aku belum sepenuhnya bisa selalu berpikiran positif sama Allah dan mensyukuri apa yang ada.

3. Hidup Sederhana

Yang membuatku jatuh cinta sama abi itu ketegarannya selama hidup di rantau. Abi dulu kuliah selama 4 tahun di Jogja dengan keringatnya sendiri. Pagi sampai siang kuliah, sore sampai malam bekerja. Makan seadanya, berpakaian pun seadanya. Pertama kali ketemu sama abi, penampilan abi memang biasa banget. Sekarang ya agak berubah. Kan sudah ada yang ngurus.

Baca juga: Uang Jatah dari Suami Cepat Ludes?

Pernah suatu ketika kami mau kondangan, sandal abi mau jebol. Kutawari pakai sandal bapak yang masih baru. Abi berkali-kali menolak dan nggak papa kalau pakai sandalnya sendiri. Akhirnya, abi mau pakai sandal bapak setelah aku ngancem nggak mau berangkat kondangan kalau abi mau pakai sandalnya sendiri. Kesederhanaan abi itu kadang keterlaluan banget. Tapi itulah abi.

Soal makan pun abi tak pernah neko-neko. Lauk apa saja mau. Abi tak pernah komplen soal lauk. Sama masakanku yang nggak jelas rasanya pun abi tetap lahap makannya. Bagi abi, kalau sederhana itu membuat kita rendah di mata manusia, tidak di mata Allah.

4. Banyak berbagi

Satu hal lagi yang aku pelajari dari suamiku yang pengahasilannya tak seberapa adalah soal berbagi. Semakin banyak kita menerima rezeki dari Allah, semakin banyak pula kita harus berbagi kepada sesama. Semakin sedikit rezeki kita, tapi semakin banyak berbagi kita kepada sesama, itulah yang luar biasa di depan Allah.

sumber foto: pixabay.com

Pernah suatu ketika, aku punya voucher Tokopedia. Rencana awal, aku ingin membelikan sandal buat abi. Tapi ditolaknya. Justru abi lebih menyarankan kugunakan untuk membeli sepatu buatku mengajar. Abi memang selalu begitu, mementingkan orang lain terlebih dahulu dibandingkan dirinya sendiri. Hati istri mana coba yang nggak klepek-klepek. Mau marah-marah ya nggak jadi. Hahaha.


Wah, sudah panjang kali lebar ya ceritanya. Sebenarnya aku cuma mau cerita kalau sebenarnya setiap orang itu punya kelebihan dan kekurangan masing-masing ya. Tergantung kita bagaimana mengolahnya. Alangkah baiknya kalau kita fokus pada kelebihannya dan optimalkan itu.

Aku juga manusia biasa, belum tentu juga kalau aku ini istri yang solehah di mata Allah. Akan tetapi, apa sih yang bisa aku lakukan? Aku sudah memilih abi. Aku sudah memilihnya sebagai imam di keluarga kami. Aku punya kekurangan pun abi. Tapi selama ini ada saja alasan yang membuatku meleleh sama abi. Hahaha.

Di setiap kali ada kesempatan ngobrol berdua, kami selalu berjanji untuk saling menguatkan dan mengingatkan dalam hal apapun. Terakhir, penghasilan suamiku memang tak seberapa. Tapi abi kaya ilmu. Bahkan ilmu menuju surganya. Pun rezeki memang tak selalu berupa materi. Suami yang soleh, keluarga sehat, dapat pertolongan dari orang, dll.

Mari ah, peluk suami kita!

18 komentar:

  1. Hihi dulu saya juga gitu mak, suami resign karena saya ngajar di Bandung kemudian saya ikut beliau karena dpt kerjaan yang lebih top ;)

    BalasHapus
  2. Mbak saya dulu nikah suami pengangguran (sebelumnya jadi TKI malaysia tapi uangnya sudah habis), mau beli cincin kawin aja ga bisa. Tapi alhamdulillah sekarang tahun ke 9 udah jauh lebih baik dan bisa bikin rumah meskipun baru berdiri aja :)

    BalasHapus
  3. 😒😒 aku baca ini berasa melihat diriku sendiri.
    Alhamdulillah, hampir 5 tahun menikah kondisi ekonomi masih blm stabil, masih numpang di rumah mertua. tapi yakin insyaAllah selalu ada jalan Aamiin.. 😊😊
    Betul banget, rejeki ta selalu berupa materi tapi terkadang kita (eh aku mksdnya) kurang jeli memaknai 'rejeki' untunglah sering diingatkan suamiku.

    BalasHapus
  4. Alhamdulillah, aku juga gak henti bersyukur py suami kyk suamiku. Walo kdg ada nyebelin2nya (doi koleris, sedang aku melankolis, jd aku suka sakit ati sm omongannya yg ceplas ceplos, pdhl ya gak maksud nyakitin istrinya, haha), tp doi orgnya bertanggung jawab bgt. Jd aku tenang, walo kdg hrs berjauhan dari dia..

    BalasHapus
  5. Selalu ada pelajaran berharga y mbak. Barakallah 😊

    BalasHapus
  6. 5 tahun pertama nikah biasanya berat banget, kalo sudah melaluinya insyaAllah tahun2 berikutnya aman (ini aku sih)

    BalasHapus
  7. Yang penting bersyukur ya mbak, alhamdulillah sudah berbagi kisah inspiratif

    BalasHapus
  8. Kalau dilihat dari segi kurang pasti kurang melulu. Emang kudu rajin bersyukur biar ditambah nikmatNya.. gitu kata Pak Ustadz.. aku lo pernah punya penghasilan lebih besar dari suami Dan jadi semena2 sama suami, maafken ya paksu..huhu.. tapi kemudian aku sadar itu nggak membahagiakan. Sekarang malah jauh lebih happy meski banyakan nunggu dikasih suami.. hehe..

    BalasHapus
  9. Aku pernah di masa itu.. mau nangis udah gak bisa, mau marah juga marah ke siapa. Tapi sekarang malah bisa jadi cerita :D

    BalasHapus
  10. Aku juga udah mau jalan 5 tahun pernikahannya mba, semua dimulai dari nol hehe walaupun sulit alhamdulillah terlewati. Masalah penghasilan asal di omongin dan jujur satu sama lain insya allah ga akan ada masalah :)

    BalasHapus
  11. Semoga Allah semakin menambah rezeki kalian, ya Dek...pasangan yang hebat dan tabah😊

    BalasHapus
  12. Semoga selalu istiqomah, menjadi keluarga samawa selamanya. Hidup memang penuh perjuangan..😊

    BalasHapus
  13. Menginspirasi Mbak.
    Seberapapun penghasilan suami, yang penting bisa menuntun istri untuk lebih dekat ke Yang Maha Pemberi :)

    BalasHapus
  14. Makasihh sharingnyaaa mbaak :') bacanya jd baper, hehe semoga dipertemukan imam terbaik untuk bsa menuntun kita ke surga. Aamiin. .

    lama banget aku ndak mampir ke rumah kata mbak diyan, hehehe sehat" selalu mbak diyan sekeluarga. Aamiin. . :D

    BalasHapus
  15. Sebuah pembelajaran hidup bagi saya yang belum nikah

    BalasHapus
  16. Saya ikut bahagia bacanya, sangat terinspirasi. Semoga selalu istiqomah. Aamiiin

    BalasHapus
  17. Setiap pernikahan punya cerita indahnya masing-masing dan punya keistimewaan yg tak bisa diperbandingkan. Saya menikah dan langsung jd ibu utk 3 anak. Dari seseorang yg biasa hidup 'semau gue', gak pintar masak, suka mbolang, dst.

    And then, be a mom and no ART, mutasi kerja dan adaptasi dengan kerjaan baru yg totally beda, tinggal di Yogya dengan lingkungan yg serba baru, dsb.

    So far, di saat baper, saya me remind myself bhwa Allah memberikan semua yg kita butuhkan, bukan apa yg kita inginkan. Di setiap pernikahan tentu ada masa up and down, semua kembali pd bagaimana kita mensikapinya.

    BalasHapus