Minggu, 27 Mei 2018

#BerawaldariZakat Berharap Hidup Lebih Berlimpah Rahmat


“Allah itu kalau mau ambil, minta, atau nagih memang dengan cara yang menyakitkan, Ika.” Nasihat guruku.

Membaca WA dari beliau dadaku makin terasa sesak. Aku ingin menangis tapi tak bisa. Begitu cepatnya harta orang lain yang dititipkan kepadaku raib begitu saja di hari ketujuh Ramadan tahun ini. Bagaimana caraku menggantinya?


Saat itu aku hanya bisa mengabari Abi lewat SMS. Kok bisa? Abi pun heran. Andai saja aku bisa meneleponnya, aku pasti sudah menangis histeris. Tapi, itu tak mungkin. Bisa-bisa bapak dan ibu tahu musibah ini dan jadi beban pikiran mereka. Aku tak mau hal itu terjadi.

“Allah sedang minta rapelan 2,5% kita, Ika. Mungkin ada harta orang lain yang masuk kantong atau rapelan 2,5% kita masih kurang di mata Allah. Melalui kejadian inilah cara Allah untuk membersihkan rezeki kita. Memang menyakitkan, tapi yakinlah, kuat kuat kuat dan Allah pasti akan kasih gantinya.” Tambah beliau.

Aku berkali-kali mengucap istighfar dengan bibir yang bergetar, mohon ampun sama Allah atas apa yang terjadi padaku. Aku benar-benar nggak tahu harus bagaimana? Di otakku hanya berputar-putar pertanyaan, bagaimana aku mengganti uang sebesar itu? Bagaimana?

Saat Abi pulang, aku tak langsung bisa menceritakan semua yang terjadi padaku. Aku menahannya dengan kuat-kuat. Sampai-sampai Abi tidak berangkat tarawih dan tadarus demi menemani dan menggantikanku menjaga Kak Ghifa.

“Tidurlah, biar sedikit tenang.” Pinta Abi.

Tak bisa. Semakin aku ngoyo memejamkan mata, maka kejadian siang itu terulang secara cepat di otakku. Apa-apa yang berhubungan dengan kejadian tadi siang bagaikan bayang-bayang yang siap menerkamku. Otakku benar-benar tak waras. Aku beristighfar semampuku. Sampai akhirnya saat tengah malam tiba, seisi rumah sudah tertidur pulas, aku mengaung-ngaung tanpa suara, menangis, mohon ampun sama Allah. Curhat bertubi-tubi kepadaNya.


“Kenapa saat aku butuh uang lebih banyak untuk lebaran ini, malah Kau ambil lebih banyak lagi? Rapelanku masih kurang banyak? Bukankah selama ini juga sudah bersedekah? Masih kurang?” aku terkulai lemas, menangis sejadi-jadinya sampai tak sadar tertidur dan dibangunkan oleh Abi saat hendak sahur, "Sabaaaar, Mi." Abi memelukku dengan penuh iba. Terima kasih tak terkira untuk imamku ini. Tak sedikitpun tampak wajah kecewa di sana. Padahal aku sudah menyebabkan harta itu lenyap begitu saja.


Hari ini adalah hari kelima setelah kejadian naas itu terjadi. Sudahkah aku ikhlas? Entahlah.

Setiap detik bayang-bayang kejadian itu masih bersliweran seenaknya. Aku bisa menangis kapanpun.

Di atas motor, saat aku sedang fokus memandangi jalan, ada sesuatu yang mengingatkanku atas kejadian itu, sekejap, aku langsung menangis. Istighfar berkali-kali, mohon ampun dan berharap ikhlas itu akan segera hadir. Kemudian menghela napas panjang.

"Sebenarnya itu ya uang kita, Ika. Mungkin nih ya, ada 2,5% yang lupa kita sisihkan di tahun-tahun lalu. Atau apa yang kita terima tidak sesuai dengan kinerja kita." nasihat guruku lagi.

Setiap kali ingat wejangan guruku di atas, aku selalu mengutuki diriku sendiri. Iya, ini salahku. Bukan orang itu, yang telah menipuku.

Roda kehidupan seakan kuputar lagi. Kejadian demi kejadian yang telah kulewati berusaha kuingat kembali. Mengoreksi diri, di mana letak kesalahanku sampai Allah menamparku begitu galakNya?
Bisa jadi aku makan uang anak-anak sekolah.

Bisa jadi aku ngajar setengah hati.

Bisa jadi uang yang kuterima tak sepadan dengan kinerjaku.

Bisa jadi ada uang orang yang ikut masuk perutku dan aku tak menyadari itu.

Bisa jadi ada riya' yang tak kusadari saat berbagi dengan sesama.

Bisa jadi saat aku berbagi 2,5% terselip rasa tak ikhlas meskipun secuil.


Kalau kupikir-pikir, sebenarnya dari awal ramadan tiba, kepalaku sudah carut marut. Aku tak fokus menyambut ramadan tahun ini. Aku lupa bersyukur bisa sampai di bulan yang penuh berkah ini. Yang kupikirkan hanya, bagaimana caranya di bulan ramadan ini aku bisa mendapatkan pemasukan yang banyak untuk memenuhi target uang untuk orangtua dan saudara, parsel, dan baju baru untuk Kak Ghifa? Terus seperti itu. Hatiku rasanya kemrungsung.

Tak sedikitpun benakku menyerempet soal Z.A.K.A.T.

Bukankah esensi dari bulan ramadan adalah kesederhanaan hidup, menahan lapar, dahaga, dan mencicipi betapa orang di luaran sana banyak yang tak seberuntung kita? Sampai di penghujung ramadan, selain melatih diri untuk mensyukuri atas rahmat Allah di bulan puasa, kita juga diajarkan untuk berbagi atas 2,5% diri dan harta yang kita miliki. Dengan harapan #BerawaldariZakat, hidup ke depannya (setelah lebaran) lebih berlimpah rahmat. Percuma juga ibadah kita bagus tapi kita nggak nengok kanan-kiri dan hanya memperkaya diri.

Astagfirullah. Aku lalai. Tak heran jika Allah begitu keras menamparku. Tentu dengan caraNya yang terbaik untukku. Karena akulah yang salah. Memikirkan duniawi, sedangkan yang inti dari ramadan tiba kuabaikan.


”Jika kalian menampakkan sedekah maka hal itu baik sekali. Dan jika kalian menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir maka hal itu lebih baik bagi kalian…” (QS: Al-Baqarah [2]: 271) 
Sedikit demi sedikit pikiranku mulai terbuka, apa mungkin selama ini terselip riya' dalam hatiku? Bukankah memang sia-sia saja kalau kita sering berbagi tapi riya' selalu mengekor? Semua pasti ada hikmahnya. Termasuk teguran dari Allah yang kualami ini. Adakah yang mau sepertiku, diingatkan Allah tentang berbagi dengan cara yang menyakitkan?

Dari kejadian ini, aku belajar beberapa hal penting, diantaranya:
  1. Jangan pernah merasa kalau kita sudah cukup banyak berbagi.
  2. Kita bisa berbagi kapan saja dan kepada siapapun.
  3. Berbagi bisa dalam bentuk apapun, misalnya dengan senyuman yang tulus.
  4. Semua harus benar-benar ikhlas, tanpa riya' yang menyertai. 
"Saat tangan kanan memberi, tangan kiri jangan sampai tahu."
Nasihat di atas pasti tak asing, bukan? Tapi mengartikan arti berbagi itulah yang sulit. Karena sebenar-benarnya berbagi adalah bukan apa yang kita bagi, tapi setulus apa kita berbagi tanpa merusaknya dengan riya' yang hinggap di hati.

Mumpung masih ada kesempatan, pun di bulan ramadan, aku ingin segera memperbaiki niatanku untuk menyongsong hari kemenangan nanti. Sudah cukup teguran Allah yang kualami ini. Meskipun belum bisa move on 100%, tapi teguran ini benar-benar menjadi pelajaran berharga untukku.

Satu PR besarku adalah menjauhi riya'. Tapi aku bersyukur, Allah seakan mengirim kemudahan setelah kesulitan ini. Aku bisa menikmati kemudahan teknologi sekarang ini untuk berbagi tanpa melibatkan riya'.

Situs  donasi.dompetdhuafa.org

Yaitu, Dompet Dhuafa memberikan kemudahan membayar zakat, infak, wakaf, dan kemanusiaan dengan layanan zakat online donasi.dompetdhuafa.org. Hanya bermodalkan smartphone dan uang di ATM, kini kita bisa berzakat, infak, wakaf, dan kemanusiaan dengan cara menjentikkan jari saja. Ini pas sekali bagi kita yang mobiltasnya tinggi dan tidak ada waktu untuk mendatangi masjid atau mushola untuk berzakat di bulan ramadan ini. Bagaimana, tertarik?

Di akhir tulisan ini, semoga apa yang kualami ini bisa jadi pelajaran penting bagi kita semua, bahwa yang namanya berbagi itu tidak ada batasannya. Dan sebaik-baiknya berbagi adalah yang setulus hati tanpa embel-embel riya'. Beruntung bagiku yang ditegur oleh Allah sekarang ini, dengan harapan untuk ke depannya bisa hidup bersama keluarga dengan berlimpah rahmat. Yuk, segera berzakat sebelum terlambat! Jangan ada kata riya' yang menghambat untuk hidup yang lebih berlimpah rahmat! Aamiin.

6 komentar:

  1. Percaya allah akan mengganti lebih apa yg tlah hilang dr kita. Aku pernah ky gitu, banyakin berpikir positif kpd allah rezeki tak akan tertukar 😊. Zakat via dd emang mudah aku juga udh coba 😊

    BalasHapus
  2. Semangat mbk. Smoga uang yg lenyap itu Allah ganti pula bertubi-tubi lbih banyak. Trimakasih sudah mengingatkan.

    BalasHapus
  3. Semangaaat mbaak ikaaa. . Allah pasti akan mengganti yg hilang dgn yang lebih baik, asalkan yakin dan ikhlas dengan apa yg telah hilang. Aamiin. , saya juga dapat ujian Ramadhan tahun ini mbak, tandanya Allah masih sayang sama kita. Mengingatkan kita begitu rindu Allah pada kita. Kita yang masih lupa bahwa dunia ini hanyalah sementara :( semangat yaa mbaak :D

    BalasHapus
  4. Turut berduka sm musibah yg dikau alami mbk. Semoga dilimpahkan rejeki sm Allah amiin. Dan makasih jg udh ngingetin lewat tulisan dikau ini.

    BalasHapus
  5. Semua ini ujian mba, semoga mba diberikan kesabaran dalam menghadapinya ya mba.. Yang penting juga kan sekarang sudah ada Dompet Dhuafa sekarang bisa jadi lebih mudah dalam membersihkan harta..

    BalasHapus
  6. sekarang bayarzakat, infaq lebih mudah yang biar hidup juga lebih berkah

    BalasHapus