“Guru yang kadaluarsa adalah guru yang berbicara. Sedang guru yang sesungguhnya, adalah guru yang mampu mentransformasikan ilmunya. Akan tetapi, guru yang luar biasa dan dapat diharapkan untuk memaju-hebatkan negeri ini, adalah guru yang berhasil menebarkan inspirasi. Dengan karyanya, dengan keteladanannya.”
Lenang Manggala,
Founder Gerakan Menulis Buku Indonesia
Guru mana yang tidak ingin seperti pernyataan Lenang Manggala di atas? Membaca kata demi kata di atas saja sudah membuatku merinding. Aku ingin menjadi guru seperti itu. Sebenarnya banyak cara yang bisa kulakukan. Salah satunya adalah dengan menulis buku.
Sudah hampir delapan tahun aku terjun di dunia bloger. Kegiatan menulis sudah tidak asing lagi untukku. Menulis adalah makanan harianku. Tapi, kenapa belum menulis buku juga?
Sejujurnya, semenjak menjadi guru (empat tahun lalu) aku memiliki keinginan untuk menulis buku. Berkomunitas dengan bloger yang sekaligus berprofesi sebagai penulis sudah kulakukan. Tapi, tidak tahu kenapa, aku masih bingung harus mulai dari mana?
|
Insya Allah, bisa! |
Sampai akhirnya, Agustus lalu aku nekat untuk mengikuti semacam pelatihan menulis buku yang disebut sagusabu (satu guru satu buku). Di pelatihan ini aku bertemu dengan 200 guru se-kabupaten yang punya mimpi sama, yaitu menulis buku.
|
Suasana pelatihan sagusabu |
Aku merasa malu karena hampir 75% dari peserta sudah berusia di atas 40 tahun. Betapa mereka memiliki semangat yang tinggi untuk menjadi seorang guru yang tidak kadaluarsa. Dari situ, niatku untuk menulis buku seperti mendapat jalan.
Apa yang kulakukan setelah mengikuti pelatihan sagusabu? Action!
Semua kumulai dari...
Banyak Membaca
Senjata untuk menulis buku, yaitu menulis, menulis, dan menulis. Kegiatan itu sudah setiap hari kulakukan. Persoalan tidak ada mood untuk menulis tak pernah ada dalam kamusku. Karena aku percaya mood menulis itu kita sendiri yang menciptakan, bukan keadaan atau orang lain.
Masalah lain muncul dari diriku sendiri, yaitu penguasaan kosa kata. Aku merasa diksi yang kupilih dalam setiap artikelku kok itu-itu terus. Aku harus membaca banyak buku lagi.
Percayalah, saat kita memiliki niat yang kuat, semesta akan mendukung. Selama ini aku tak pernah memiliki rencana investasi buku untuk kubaca sendiri. Menulis ya menulis saja. Bacaan yang kubaca seringnya postingan teman sesama bloger atau press release dari klien.
Sampai akhirnya, aku menceletuk di dalam hati, “Mulai sekarang, kalau ada job atau menang lomba menulis, aku harus beli buku dari 10% uang yang kudapat. Otak selalu diajak bekerja tapi tidak pernah diberi makanan yang bergizi.”
Apa yang terjadi? Semenjak celetukan itu, Allah ingin aku membuktikan apa yang kuceletukkan. Aku menang beberapa lomba menulis dan job mengalir begitu saja. Subhanallah. Percayalah, celetuk saja Allah kabulkan, apalagi doa yang kita panjatkan dengan bersungguh-sungguh.
|
Aku dan buku Ubah Lelah jadi Lillah |
Kembali tentang buku. Sebagian uangku tadi kubelikan buku baik secara online maupun langsung datang ke toko buku. Buku baru atau bekas, semua kubeli asal masih bisa dibaca. Segala jenis buku kubaca, novel, cerita anak, sampai buku motivasi. Setiap hari kuluangkan waktu kisaran 30 menit untuk membaca baru kemudian menulis. Ternyata memang rasanya berbeda. Menulis seakan mengalir begitu saja.
Ada satu buku yang menurutku tepat sekali dengan keadaanku saat ini. Yaitu, aku sedang memperjuangkan sebuah mimpi, menulis buku. Dari buku yang berjudul Ubah Lelah jadi Lillah, kudapatkan langkah baru untuk lebih memudahkan mimpiku menulis buku bisa terwujud.
Membuat Goal yang Jelas; 30 Hari Menulis Buku
Ibarat orang yang sedang berpuasa ramadan, mereka rela untuk menahan lapar, haus, dan hawa nafsu untuk sebuah goal. Yaitu, mendapatkan rahmat sampai janji surga dari Allah.
Apa goalku? 30 hari menulis buku. Agar goalku itu bisa kucapai dengan lebih semangat, yakin, dan mantab, goal itu harus lebih kuperjelas dengan rumus SMART yang kudapatkan dari buku Ubah Lelah jadi Lillah.
Rumus goalku sudah jelas, kutempelkan di beberapa tempat yang mudah kulihat. Terutama di buku catatanku yang sering kubawa ke manapun pergi. Kamu juga bisa mempraktikkan apa yang kulakukan di atas. Bismillah, insya Allah bisa!
Kukumpulkan Ide dan Merumuskannya
Pilihlah tema yang kita suka dan kuasai. Apalagi kalau kita sudah mengalami sendiri dan sebagai pemeran utamanya. Insya Alah itu akan mempermudah kita dalam menulis. Misalnya, aku seorang guru honorer. Aku bisa ambil tema tentang pengorbanan waktu.
Setelah itu menetapkan mau membuat buku genre apa? Ada banyak sekali genre buku, mulai dari buku mata pelajaran, buku pengayaan, buku referensi, buku TTS, novel fiksi, novel faksi, cerita anak, cerita rakyat, memoar, buku
how to, dan sebagainya. Pilih salah satu dan sesuaikan dengan tema kita.
|
Kira-kira begini mind mapping bukuku |
Genre buku sudah dipilih, langkah selanjutnya adalah membuat mind mapping. Mau terdiri dari berapa bab, per bab bahas apa, ada berapa cerita dalam setiap bab, dan minimal berapa halaman setiap cerita.
Berkaitan dengan ide menulis bukuku, sebagian kudapatkan dari blog ini. Banyak sekali cerita keseharianku sebagai guru di label sekolah. Tinggal kupilah-pilah cerita mana yang tepat kemudian kuedit sedemikian rupa agar tidak terdeteksi sebagai karya plagiarisme.
Saat menyusun untuk tiap cerita, langkah awal yang kulakukan adalah membuat outline. Outline itu biasanya berisi rumus 5W + 1H yang harus selalu muncul, kemudian ditambahkan kalimat hikmah. Setiap kali selesai menulis satu cerita, kututup terlebih dahulu, kemudian menulis lagi. Kegiatan editing kulakukan esok hari. Karena setiap kali penulis selesai menulis, dia masih emosional dan merasa tulisannya sudah sempurna. Padahal sudah diedit dua kali juga sering ada yang kelewatan ya? Hihihi. Ini pengalaman banget.
Ku-uninstall Beberapa Sosial Media
Ada yang sering kelupaan selanjutnya mau nulis apa setelah tergoda buka notifikasi sosial media? Kamu, iya juga? Berarti banyak temannya ya?
Selama aku menulis buku sampai hari ini, hari ke enam belas, aku sudah meng-
uninstall aplikasi Twitter, Instagram, LinkedIn, Line dan Facebook. Awalnya seperti ada yang aneh. Kok HP ku sepi banget ya? Buka-buka HP nggak jelas padahal tidak ada notifikasi. Tapi, kalau ingat ada
deadline buku, berusaha untuk mengalahkan perasaan aneh itu. Ternyata, enam belas hari tanpa sosial media, bisa.
|
Maxmanroe.com |
Berhubung dapur harus tetap mengepul, salah satu sosial media harus kuaktifkan kembali karena kebutuhan job. Setelah selesai, ku-uninstall lagi. Hari-hariku terasa lebih produktif. Kamu mau coba juga?
Ceritakan dan Sampaikan Goal ini ke Orang lain
“Kalau kamu ingin segera selesai menulis buku, buatlah foto profil di sosial media, open order buku Jangan Mau Jadi Guru SD, hubungi nomor sekian-sekian,” kata salah satu narasumber di pelatihan sagusabu
Lucu? Awalnya aku juga tertawa terbahak-bahak bersama dengan peserta lain. Tapi, setelah mengalaminya sendiri, baru kutahu, ternyata cara itu sangat jitu.
Kuceritakan mimpiku untuk menulis buku ini kepada orang terdekatku, suami, beberapa teman sejawat, kenalan penulis, dan Bu Us (pembimbingku yang murah hati). Di saat aku jenuh, merasa lelah dan tidak sanggup untuk melanjutkan, mereka yang dengan senang hati mengejekku, “Cuma segini doang semangatmu? Malu-maluin.”
Percayalah, sadar tidak sadar, tangan-tangan Allah itu ada di mana-mana. Di saat menemui kesulitan, ada saja yang datang membantu dengan tangan terbuka. Terima kasih untuk Bu Us, Kak Kus, dan Kak Slam yang kurepotkan setiap kali menemui kendala dalam menulis buku ini.
|
Tak bisa bersua secara langsung, WA-pun jadi media konsultasi yang paling bermanfaat |
Tantangan itu Pasti Ada
Saat kita memiliki suatu goal, tentu ada hal yang harus dilalui dan itu jadi hal baru bagi kita. Misalnya, aku sedang menulis buku. Tentu awalnya aku belum tahu prosesnya seperti apa, aku harus cari tahu itu. Pertama kali langkah yang harus ditempuh apa. Bagaimana cara membuat sinopsis buku yang menarik? Bagaimana teknik membuat cerita yang hanya 1000 kata tapi padat, enak dibaca, dan memiliki unsur humor? Kata pengantar buku yang beda dari yang lain itu seperti apa?, dan sebagainya.
Anggap semua pertanyaan di atas itu adaah sebuah tantangan. Agar bisa mencapai goal itu, kita harus melewati tantangan tersebut. Karena tantangan itu sebenarnya berguna untuk menguji kesiapan kita. Apakah kita benar-benar siap mendapatkan impian kita?
Sejauh ini aku justru merasakan tantangan itu seperti mengubah diriku dengan kebiasaan baru. Misalnya, lebih menghargai waktu, pintar membagi waktu, bangun dini hari, rajin membaca buku, bersilaturahmi dengan banyak orang, selalu berpikir positif, dan semangat berkarya dengan keterbatasan.
Action dengan ASUS X555
Hampir sebulan ini sering terjadi pemadaman listrik. Aku cukup sedih. Karena notebook ini tidak bisa nyala kalau tidak dialiri listrik. Langkah paling tepat yang bisa kuambil adalah membuka mind mapping, kemudian membuat draft tulisan baru di buku catatanku. Aku tidak ingin membuang waktu menulisku untuk kegiatan lain. Nanti saat listrik sudah menyala, aku langsung salin di notebook.
Manusiawi kalau aku juga pernah berandai-andai punya laptop baru. Apalagi saat ini siapa yang tidak butuh gadget yang satu ini? Notebook adalah senjata utamaku untuk menulis buku. Nggak mungkin juga aku nulis di buku dengan pulpen. Duh duh duh, bisa-bisa langsung ditolak editor. Karena notebook, pekerjaan lebih mudah dan cepat diselesaikan dengan modal ketik, geser, dan sentuh.
Tak muluk-muluk, untuk produktif menulis buku aku butuh notebook yang memiliki baterai tahan lama, ringan, tidak cepat panas, dan tentunya nyaman dipakai. Kriteria itu ada semua di notebook merek ASUS dengan tipe X555 series.
Belajar dari pengalaman notebookku saat ini yang bisa nyala kalau dicolokkan ke sumber listrik, tidak ada salahnya kalau aku mengidamkan notebook yang memiliki baterai tahan lama, bukan? Agar saat asyik dengan aliran ide yang meluncur begitu saja, aku tidak perlu khawatir dengan posisiku. Tak perlu sibuk cari colokan. Karena tahu sendiri kan, sering kali ide datang begitu saja. Sayang kalau tidak langsung ditangkap (diketik), sibuk cari colokan, eh, idenya menguap begitu saja.
Seberapa tahannya sih baterai dari ASUS X555 ini? ASUS X555 ini diklaim memiliki ketahanan baterai sampai dengan 2.5 kali lebih kuat dibandingkan baterai Li-Ion silinder lho? Bukankah notebook ini patut dimasukkan ke dalam list incaran dan disebut dalam doa?
Empat tahun lamanya aku menggendong tas ransel berisi notebook, charger, dan beberapa buku penting setiap kali ke sekolah. Berat yang harus kupikul setiap hari kisaran 8 kg. Aku memang sudah terbiasa dengan berat tersebut. Tapi, ada yang kutakutkan, apa kabar dengan punggungku kelak di usia senja?
Andai saja kalau ASUS X555 yang ada di dalam tasku. Paling berat kisaran 3 kg saja yang harus kupikul di dalam tas ranselku. Selain itu, ada banyak lagi barang-barang lain yang bisa masuk dan tentunya punggungku lebih bermakna kegunaannya.
Waktu yang bisa kugunakan menulis adalah saat selesai mengajar (sambil menunggu waktu pulang) dan dini hari sampai subuh tiba. Nah, masalah yang sering kualami adalah aku hanya meng-hibernate notebookku saja dengan alasan biar lebih cepat saat membuka naskah buku yang kutulis. Tak tahunya, hal itu membuat notebookku lebih panas.
Aku penasaran, saat melihat detail informasi dari notebook ASUS X555 disebutkan bahwa gadget ini menggunakan teknologi IceCool. Inovasi yang menarik karena dengan teknologi tersebut, temperatur notebook hanya kisaran 28 sampai dengan 35 derajat. Temperatur itu jelas di bawah suhu tubuh manusia dan tentunya membuat tangan kita lebih nyaman saat memakainya.
Dalam sehari kamu bisa berapa jam di depan notebook? Tenggang waktu kita memakai notebook itu ternyata berpengaruh pada kinerja jari dan mata kita saat mengetik. Notebook yang sekarang ini, jarak antara tuts keyboard satu dengan yang lainnya dekat sekali. Saat aku lihat desain keyboard ASUS X555, kok beda ya?
Keyboard ASUS X555 ini ternyata dirancang secara ergonomis dan membuat keyboard lebih responsif dan bekerja secara maksimal. Bahkan, keyboard ini sudah diuji coba lho. Hasilnya keyboard tahan banting kegunaannya hingga 10 juta pengetikan. Wow!
Selain itu, berprosesor AMD®Quadcore A10, ASUS X555 memiliki performa yang halus dan responsif. Didukung juga dengan teknologi ASUS Splendid, notebook ini menyajikan warna yang nyata tapi tetap nyaman di mata minusku. Ini sangat penting banget karena semakin betah di depan notebook, maka semakin cepat bukuku kelar. Aamiin ya Allah.
Bagaimana, ASUS X555 ini memang cocok kan untukku yang sedang terjun ke dunia menulis buku? Kubayangkan notebook ini ada di hadapanku dan jari-jariku menari dengan begitu lincahnya. Ah, pengeeeeen.
Oya, kabar baiknya, belum 30 hari, aku sudah menghasilkan satu buku lho. Buku pertamaku ini berupa antologi cerita dongeng yang akan diterbitkan oleh Balai Bahasa Jawa Tengah dan akan disebar luaskan ke sekolah-sekolah se-Jawa Tengah secara gratis. Walaupun buku
kroyokan, tapi rasanya bahagia banget. Ini seperti pelecut semangatku untuk segera menyelesaikan buku kedua, buku soloku. Aamiin. Tolong bantu aamiinkan ya?
Bismillah, semoga 14 hari ke depan naskah bukuku sudah kelar. Dari 18 cerita sudah ada 10 cerita yang jadi dan semoga ada rezeki untuk punya ASUS X555. Apalagi sekarang
ASUS X555 juga dijual di Tokopedia. Nggak perlu jauh-jauh ke Semarang untuk berburu notebook ini. Kalau kamu, dalam waktu dekat atau punya mimpi beli notebook nggak? ASUS yang tipe apa?