Sabtu, 29 September 2018

10 Hal yang Kupelajari dari Pelatihan Guru Menulis Bertema Sagu Sabu


Awal Agustus lalu, aku seperti mendapat angin segar. Akhirnya, di Grobogan ada pelatihan menulis untuk guru yang didukung penuh oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Grobogan. Walaupun biayanya senilai gajiku sebulan, malah tombok lima puluh ribu, hihi, kubulatkan tekad untuk izin dua hari tidak mengajar.

suasana pelatihan 

Pelatihan ini dilaksanakan selama dua hari dan diikuti hampir dua ratus guru. Bahkan beberapa peserta datang dari luar Kabupaten Grobogan. Luar biasa semangat guru-guru ini.

Bertempat di Hotel Kyriad Grand Master Purwodadi, apa yang kudapatkan dari pelatihan menulis sagu sabu (satu guru satu buku) ini?

1. Guru berprestasi itu harus punya buku. Apapun genre bukunya asal menggunakan nama asli sesuai KTP dan ber-ISBN. Tentu ini konteksnya untuk guru PNS. Saat ini aku memang masih guru honorer. Paling tidak, setelah ikut pelatihan ini aku sudah punya modal pengetahuan dulu. Siapa tahu rezekiku? Eh, diangkat jadi PNS dan suatu hari jadi guru berprestasi. Akan tetapi, poin penting saat ini adalah aku harus punya buku solo dulu. Perkara jadi PNS atau tidak, itu urusan Allah.

2. Buku jadi salah satu senjata ampuh bagi guru PNS untuk kenaikan pangkat. Setiap kali mengusulkan kenaikan pangkat, ada poin tertentu yang harus dilampaui seorang guru. Nah, buku ini jadi salah satu penyumbang poin tersebut.

3. Banyak guru berprestasi yang sering gagal di kancah lomba guru berprestasi nasional karena tidak punya karya, yaitu buku.

4. Sebelum mau menulis tentang apa, kenali dulu 33 jenis buku. Diantaranya: buku mata pelajaran, buku pengayaan, buku referensi, kamus, ensiklopedia, buku TTS, autobiografi, biografi, memoar, novelet, novel fiksi, novel faksi, buku kumpulan puisi, buku kumpulan cerpen, buku kuliner, buku cerita rakyat, asal usul daerah, buku cerita anak, buku media pembelajaran, buku how to, komik pembelajaran, buku catatan harian, buku religi, buku sejarah, buku fotografi, kumpulan status media sosial, buku pprofil sekolah, buku tentang pendidikan inklusi, buku sekolah vokasi, buku saduran, buku kumpulan soal, buku saku, buku parenting, kumpulan opini, dan buku politik.

5. Buatlah mind mapping dari buku yang akan kita tulis agar lebih terarah.

6. Menulislah. Pokoknya tulis saja, jangan mikir salah dulu. Karena nanti akan ada tim editor. Saat proses menulis ini, saranku, modali diri dengan pengetahuan EBI walau sangat minim.

7. Setelah selesai menulis, baca ulang, lakukan editing semaksimal mungkin.

8. Sebelum mengirim ke penerbit, lengkapi naskah buku kita dengan beberapa poin di bawah ini dan jangan lupa digabung dalam satu file
  • Halaman judul
  • Sekapur sirih/prakata
  • Kata pengantar(optional)
  • Daftar isi
  • Isi buku
  • Daftar pustaka (optional)
  • Profil penulis )berbetuk narasi/paragraf dan disertai foto)
  • Sinopsis


9. Pilih penerbit yang melayani self publising. Saranku, sesuaikan biayanya dengan kantong kita. Karena untuk guru yang penting buku itu terbit, ber-ISBN, maka sudah bisa dijadikan sebagai poin kenaikan pangkat.

10. Promosikan bukumu sendiri. Baik itu ke sesama guru penulis, teman sejawat, keluarga, wali murid, atau bisa disumbangkan ke almamater.

Dari sembilan hal di atas, alhamdulillah sudah kupahami selama ini. Poin terpenting dari pelatihan sagu sabu ini adalah soal niat, tekad yang kuat, dan konsistensi dalam menulis buku.

Jujur, godaan saat mau memulai itu begitu dahsyat. Inilah tantangan yang harus dilewati. Karena untuk naik tingkat sebagai guru penulis kita harus benar-benar siap.



Nah, kalau di daerahmu ada pelatihan serupa, jangan ragu untuk ikutan! Pastikan kamu mendapat pengetahuan, pengalaman, dan teman baru.

Yuk, guru-guru di Indonesia, kita menulis! Aku juga sedang berjuang nih menyelesaikan buku soloku. Biar nggak terasa berat, yuk, berjuang bersama-sama!

Jumat, 28 September 2018

Cegah Stunting dengan Kebiasaan CTPS di Sekolah


Menurut dr Atmarita, MPH, cuci tangan pakai sabun dapat mengurangi risiko stunting hingga 15%*


Setelah kamu membaca judul dan kutipan di atas? Apa yang muncul dalam benakmu? Apakah pertanyaan berikut?

Apa kaitan antara CTPS (Cuci Tangan Pakai Sabun) dengan stunting?

Infografis ini kubuat dengan canva.com

Dari infografis di atas dapat dijelaskan kaitan antara stunting dan CTPS adalah apabila seorang anak rajin mencuci tangan, maka dia bisa menurunkan risiko diare. Apabila dia tidak diare, maka gizi yang dikonsumsinya dapat diserap dengan baik oleh tubuh sehingga menurunkan risiko stunting.

***

Orang awam sering mengartikan stunting adalah keadaan kerdil atau lebih pendek dibandingkan orang lain yang seumurannya. Secara rinci, stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi**.

Stunting bisa terjadi saat janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun. Akan tetapi, intervensi gizi saja belum cukup untuk mengatasi masalah stunting. Karena faktor sanitasi dan kebersihan lingkungan juga berpengaruh untuk kesehatan ibu hamil dan tumbuh kembang anak.

Aku sudah CTPS, tanganku bersih, aku bebas dari stunting

Dari sisi faktor sanitasi, cuci tangan pakai sabun (CTPS) menjadi salah satu solusi paling sepele yang bisa dilakukan setiap orang untuk pencegahan stunting. Mengapa dianggap sepele? Karena mudah dilakukan, masyarakat tahu akan pentingnya cuci tangan, tapi sering diabaikan.

Riset Kesehatan Dasar 2013 mencatat prevalensi stunting nasional mencapai 37,2 persen, meningkat dari tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%). Artinya, pertumbuhan tak maksimal diderita oleh sekitar 8,9 juta anak Indonesia, atau satu dari tiga anak Indonesia. Prevalensi stunting di Indonesia lebih tinggi daripada negara-negara lain di Asia Tenggara, seperti Myanmar (35%), Vietnam (23%), dan Thailand (16%).***

Membaca hasil riset di atas, bukankah keadaan Indonesia sangat memprihatinkan? Saat ini memang belum terasa. Akan tetapi, apabila anak-anak Indonesia mengalami stunting, otomatis memiliki kemampuan kognitif yang rendah, dan tentu ke depannya akan mengakibatkan kerugian ekonomi jangka panjang bagi Indonesia. Oleh karena itu, kenapa tidak kita biasakan CTPS di lingkungan kita untuk membantu kemajuan Indonesia Sehat dengan cara yang paling mudah?


Terima kasih PAMSIMAS

Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) adalah salah satu program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia dengan dukungan Bank Dunia, program ini dilaksanakan di wilayah perdesaan dan pinggiran kota sejak tahun 2008. Karena menuai kesuksesan, PAMSIMAS menjadi salah satu program andalan nasional (Pemerintah dan Pemerintah Daerah) untuk meningkatkan akses penduduk perdesaan terhadap fasilitas air minum dan sanitasi yang layak dengan pendekatan berbasis masyarakat.

Dua kamar kecil dari PAMSIMAS

"Selamat, Bu Ika, harapan njenengan untuk punya wastafel di kelas akan terkabulkan." 

Aku bahagia sekali saat guru senior memberitahu kalau sekolah kami akan mendapat sumbangan dua kamar kecil dan enam wastafel dari PAMSIMAS. Selama ini aku memang sering mengeluh kepada teman sejawat ataupun pimpinan untuk dibuatkan kran di beberapa titik. Akan tetapi, karena dana sekolah sering kekurangan, akhirnya aku pendam saja keinginan itu.

Bagiku, keberadaan tempat cuci tangan di sekolah itu sangat perlu. Apalagi untuk anak SD. Aku yang tiga tahun ini mengajar di kelas 1 SD, mengaku sangat butuh. Terlebih lagi untuk melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan kurikulum 2013. Pada pembelajaran ini anak-anak sering sekali membuat keterampilan seperti menggunting, menempel berbagai benda, plastisin, figura dari bubur koran, finger dan hand painting, membuat gantungan kunci, dsb. Semua keterampilan tersebut tentu membuat tangan anak-anak kotor dengan bahan yang digunakan. Belum lagi kalau mereka jajan sembarangan. Bukankah kuman itu ada di mana-mana?

Sebelum ada wastafel, pagi-pagi sebelum masuk kelas, aku selalu berinisiatif menyediakan ember besar berisi air di depan kelas. Saat selesai pembelajaran, satu per satu mereka akan antre mencuci tangan. Apa yang aku lakukan? Aku berdiri di dekat mereka untuk mengawasi dan mengantisipasi apabila ada anak yang main air dan sabun.

Wastafelnya siap dipakai


Sungguh, secara pribadi, aku mengucapkan terima kasih kepada PAMSIMAS karena sudah melirik SDku untuk mendapat jatah sumbangan kamar kecil dan wastafel. Ini sangat membantu kinerjaku sebagai guru. Terlebih lagi ini membuktikan bahwa pemerintah tidak main-main dalam menggarap negeri ini agar terbebas dari stunting.


Guru Berperan dalam Pencegahan Stunting Sejak Dini

Digugu lan ditiru, dipercaya dan dijadikan teladan, begitu kepanjangan dari guru dalam bahasa Jawa. Orang tua anak-anak di sekolah adalah aku, gurunya. Keberlangsungan hidup mereka selama di sekolah adalah tanggung jawabku. Oleh karena itu, aku memiliki andil cukup besar dalam membentuk kebiasaan hidup mereka ke depan.

Kamu pasti pernah mendengar atau mungkin mengalami sendiri.

"Anakku itu kalau yang memberi perintah gurunya mau menurut. Tapi, kalau dengan orang tuanya malah melawan."

Aku sering sekali mendapat pengaduan seperti di atas. Bahkan, aku sering dimintai tolong.

"Bu, Danu masih ngedot, tolong diberi tahu ya, Bu."

"Bu Ika, Afika tolong dinasihati kalau sekolah suruh bawa sepeda sendiri. Jangan minta dijemput terus. Kapan mandirinya?"

"Bu, Arif kalau di sekolah kok mau ya nulis. Tapi, kalau di rumah, suruh belajar susah. Tolong dinasihati ya, Bu."

Dan masih banyak lagi keluhan-keluhan orang tua muridku.

Kugunakanlah peran itu untuk menanamkan hal atau kebiasaan baik kepada anak didikku. Salah satunya adalah kebiasaan untuk CTPS. Apalagi CTPS ini juga masuk dalam materi pembelajaran pada Tema 1 Diriku, Sub Tema 3 Aku Merawat Tubuhku. Tak lupa kusampaikan juga kepada anak-anak tentang 5 waktu CTPS yang disarankan, diantarnya sebelum makan, sesudah buang air besar, sebelum memegang bayi, sesudah menceboki anak, dan sebelum menyiapkan makanan.

Materi CTPS di buku siswa

Tepatnya dua minggu yang lalu, akhirnya wastafel di kelasku sudah bisa digunakan. Karena materi CTPS sudah berlalu, aku tinggal memberi penguatan saja akan pentingnya CTPS dengan menggunakan video yang aku download dari Youtube seperti berikut.




***

"Tadi kan baru selesai Jumat bersih (memungut sampah di lapangan), kalian tidak cuci tangan dulu sebelum makan bekal?!"

Tantangan yang kuhadapi adalah ketidak-disiplinan anak-anak. Aku sering marah-marah kalau ada anak yang lupa mencuci tangan sebelum makan bekalnya. Akan tetapi, aku sendiri pun sadar kalau ini adalah hal baru bagi mereka. Jadi, aku tak henti-hentinya untuk memberikan teladan kepada mereka dan tidak lelah untuk mengingatkannya.

Selain itu, sebagai guru, untuk menyukseskan CTPS di sekolah, aku harus memperhatikan betul kebutuhan untuk CTPS. Misalnya, menyediakan sabun untuk cuci tangan dan handuk/lap/tisu. Tidak lupa juga selalu mengingatkan tata cara CTPS yang benar.

Alhamdulillah, setelah dua minggu ada wastafel, kesadaran mereka untuk CTPS sudah lumayan. Tanpa disuruh, saat jam istirahat mereka sudah mencuci tangan. Bagusnya lagi, mereka tidak berebutan wastafel yang jumlahnya satu berbanding tiga puluh tiga.

Harapanku untuk CTPS di sekolah adalah anak-anak bisa membawa kebiasaan baik ini di keluarganya. Karena apabila kebiasaan itu terjadi juga di rumah, secara tidak langsung anak-anak menjadi tangan panjangku. Mereka akan mengedukasi anggota keluarganya yang lain untuk sadar akan pentingnya CTPS.

Tetap mendampingi anak-anak saat CTPS

Melalui tulisan ini, aku juga ingin mengajak guru di luar sana untuk ikut serta dalam mencegah stunting dengan membiasakan CTPS di sekolah. Kalau di sekolahmu sudah ada wastafel, gunakanlah dengan baik dan selalu beri perhatian khusus kepada anak-anak akan tata cara CTPS yang benar. Kalau sekolahmu belum ada wastafel, gunakanlah air yang ada, khususnya air mengalir dan sabun untuk CTPS. Karena keterbatasan materi dan media bukanlah penghalang bagi kita untuk berkontribusi membangun negeri ini agar lebih maju lagi ke depannya.

Yakinlah, kamu bisa kok membanggakan Indonesia hanya dengan CTPS!



Sumber bacaan:
*dilansir dari lifestyle.okezone.com
** dan *** www.mca-indonesia.go.id
http://new.pamsimas.org/media.php?module=detailberita&id=936&cated=11
http://www.ampl.or.id/program/program-nasional-penyediaan-air-minum-dan-sanitasi-berbasis-masyarakat-pamsimas-/2
https://lifestyle.okezone.com/read/2017/10/21/196/1799877/kebiasaan-mencuci-tangan-ternyata-membawa-dampak-positif-bagi-perkembangan-anak
http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20180918/3827958/kemenkes-utamakan-pencegahan-dan-perlindungan-kesehatan-bagi-generasi-penerus-bangsa/
http://www.depkes.go.id/article/view/18091700004/menkes-nila-moeloek-generasi-indonesia-jangan-stunting.html

Senin, 24 September 2018

Cara Mudah Menemukan Niche Blog


*Tulisan ini dipersembahkan untuk bloger yang sudah lama ngeblog, tapi belum menemukan niche blog yang ‘gue banget’.*

“Kalau kamu kesulitan menemukan niche blog kamu, coba lihat di dasbor, artikel apa yang paling banyak dicari pengunjung?”

Aku lupa baca pernyataan itu di mana. Akan tetapi, karena pernyataan itu, aku jadi mikir, kenapa tidak dari dulu sadar akan hal ini?



Aku mulai sadar, semakin ke sini, waktuku untuk ngeblog makin berkurang. Kesibukan menjadi ibu rumah tangga sekaligus sebagai guru di suatu sekolah dasar negeri itu ternyata luar biasa. Maka, aku ingin sekali posting, artikelku itu bisa berkualitas, bisa menjawab pertanyaan pembaca, banyak yang mencari, dan memiliki pembaca yang loyal.

Untuk mewujudkan keinginan itu, salah satu hal yang harus kuperhatikan adalah perkara niche blog. Niche blogku saja tidak jelas. Ngakunya lifestyle blogger, tapi aku merasa kok nggak aku banget.

“Kalau ngeblog, biasanya menulis tentang apa?” tanya seseorang yang kusodori kartu namaku.

Setiap kali mendapat pertanyaan di atas, aku sering gelagapan mau menjawab apa. Ujung-ujungnya, aku menjawab, “Apapun kutulis, Kak.”

Kemudian diam, tidak ada obrolan selanjutnya.

Aneh, begitulah yang kurasakan.

***

Aku tidak menyebut kalau lifestyle bloger itu nggak bagus. Ini hanya perasaanku saja. Karena kenyataan di lapangan, banyak lifestyle bloger yang sukses di luar sana. Banyak jobnya, page view blog menjulang, dan sering menang lomba menulis.

Lagipula aku percaya, kalau kita fokus pada satu hal, hasilnya akan lebih maksimal daripada kita fokus ke banyak hal. Nah, aku ingin membuktikan hal itu untuk blogku ke depan. Tidak munafik, selain bertujuan untuk berbagi, aku juga ingin menghasilkan pundi-pundi uang agar bisa menyeimbangkan keuangan keluarga.

Sebut saja ini juga soal prinsip. Aku merasa kalau seandainya aku memilih suatu niche blog, blogku ini akan lebih dari sekarang. Akan tetapi, niche blog apa yang pas untuk blogku ini agar aku lebih mudah membranding diri. Agar suatu hari saat ditanya lagi, menulis tentang apa?, aku bisa menjawab dengan penuh percaya diri.

Akhirnya, tiga bulan terakhir ini, aku mulai membranding blog ini sebagai blog dengan niche yang lebih jelas, yaitu membahas tentang keseharianku sebagai guru SD dan ibu rumah tangga. Keputusan itu tentunya dengan perhitungan yang matang. Diantaranya;
  • Lima artikel di blog ini yang sering dicari berhubungan dengan tetek bengek ibu rumah tangga.
  • Banyak email, komentar, dan WA pembaca blog ini yang sering menanyakan artikel yang berhubungan dengan kesehatan ibu hamil dan busui. Ini masuk kategori pembaca yang loyal.
  • Memiliki keseharian sebagai guru tentu akan memudahkanku untuk mendapatkan ide untuk menulis. Tulislah sesuatu yang kita suka dan kita alami. Alhamdulillah, di blog ini ada lebih dari lima puluh postingan dengan label sekolah. Pengunjungnya juga lumayan, apalagi artikel yang berkaitan dengan calistung, hampir dua ribu yang membaca.

Ini penampakan page view via Google analytics

Ini penampakan page view via dasbor blog


Sebenarnya apa yang kupelajari ini bisa dibilang cukup telat. Karena di luar sana, bloger lain sudah banyak yang sadar akan pentingnya branding blognya. Tapi, tidak masalah, namanya belajar tidak ada kata terlambat. Kamu kalau belum menemukan niche blog yang pas, coba deh gunakan ilmu dari pernyataan di atas.

Apakah jalan untuk membranding blog yang membahas keseharian seorang guru dan ibu rumah tangga itu mulus-mulus saja? Tidak. Terutama soal tawaran job dan tema lomba blog.

Saat memutuskan untuk fokus pada satu niche saja, justru tawaran job datang bertubi-tubi. Kisarannya juga WOW. Hihihi. Sabar. Ini tantangan dari Allah. Dia ingin menguji, apakah aku kuat melewati tantangan ini? Atau apakah aku akan tergoda? Tidaklah. Aku juga berusaha untuk tidak memaksakan suatu tema untuk masuk ke nicheku. Terpenting, akan ada rezeki lewat cara yang lain. Bismillah.

Nah, untuk kamu yang saat ini sedang terjun ke dunia bloger dan menemukan tulisan ini, akan lebih baik kalau dari awal kamu sudah tahu mau membuat blog dengan niche tertentu. Selain itu, agar blog kamu lebih diperhitungkan oleh mesin pencari sekaligus pencari informasi/pembaca, jangan lupa untuk membeli domain, misalnya .com untuk blog kamu.

Ngomong-ngomong soal membeli domain blog, kamu bisa cek Niagahoster. Karena di sana tidak hanya penyedia domain yang terpercaya saja, melainkan juga terkenal sebagai penyedia tetek bengek web murah.

Kamu, iya, kamu? Sudah ketemu sama niche blog yang pas? Pilih jalan saja, dengan cara begini ya enjoy-enjoy saja? Nggak penasaran sama artikel apa yang sering diburu sama pembaca di bog kamu? Atau kamu punya cara tersendiri untuk menemukan niche yang kamu banget? Boleh dong share di komentar! 

Jumat, 21 September 2018

30 Hari Produktif Menulis Buku dengan ASUS X555


“Guru yang kadaluarsa adalah guru yang berbicara. Sedang guru yang sesungguhnya, adalah guru yang mampu mentransformasikan ilmunya. Akan tetapi, guru yang luar biasa dan dapat diharapkan untuk memaju-hebatkan negeri ini, adalah guru yang berhasil menebarkan inspirasi. Dengan karyanya, dengan keteladanannya.”

Lenang Manggala,
Founder Gerakan Menulis Buku Indonesia


Guru mana yang tidak ingin seperti pernyataan Lenang Manggala di atas? Membaca kata demi kata di atas saja sudah membuatku merinding. Aku ingin menjadi guru seperti itu. Sebenarnya banyak cara yang bisa kulakukan. Salah satunya adalah dengan menulis buku.

Sudah hampir delapan tahun aku terjun di dunia bloger. Kegiatan menulis sudah tidak asing lagi untukku. Menulis adalah makanan harianku. Tapi, kenapa belum menulis buku juga?

Sejujurnya, semenjak menjadi guru (empat tahun lalu) aku memiliki keinginan untuk menulis buku. Berkomunitas dengan bloger yang sekaligus berprofesi sebagai penulis sudah kulakukan. Tapi, tidak tahu kenapa, aku masih bingung harus mulai dari mana?

Insya Allah, bisa!
Sampai akhirnya, Agustus lalu aku nekat untuk mengikuti semacam pelatihan menulis buku yang disebut sagusabu (satu guru satu buku). Di pelatihan ini aku bertemu dengan 200 guru se-kabupaten yang punya mimpi sama, yaitu menulis buku.

Suasana pelatihan sagusabu

Aku merasa malu karena hampir 75% dari peserta sudah berusia di atas 40 tahun. Betapa mereka memiliki semangat yang tinggi untuk menjadi seorang guru yang tidak kadaluarsa. Dari situ, niatku untuk menulis buku seperti mendapat jalan.

Apa yang kulakukan setelah mengikuti pelatihan sagusabu? Action!

Semua kumulai dari...


Banyak Membaca

Senjata untuk menulis buku, yaitu menulis, menulis, dan menulis. Kegiatan itu sudah setiap hari kulakukan. Persoalan tidak ada mood untuk menulis tak pernah ada dalam kamusku. Karena aku percaya mood menulis itu kita sendiri yang menciptakan, bukan keadaan atau orang lain.

Masalah lain muncul dari diriku sendiri, yaitu penguasaan kosa kata. Aku merasa diksi yang kupilih dalam setiap artikelku kok itu-itu terus. Aku harus membaca banyak buku lagi.

Percayalah, saat kita memiliki niat yang kuat, semesta akan mendukung. Selama ini aku tak pernah memiliki rencana investasi buku untuk kubaca sendiri. Menulis ya menulis saja. Bacaan yang kubaca seringnya postingan teman sesama bloger atau press release dari klien.

Sampai akhirnya, aku menceletuk di dalam hati, “Mulai sekarang, kalau ada job atau menang lomba menulis, aku harus beli buku dari 10% uang yang kudapat. Otak selalu diajak bekerja tapi tidak pernah diberi makanan yang bergizi.”

Apa yang terjadi? Semenjak celetukan itu, Allah ingin aku membuktikan apa yang kuceletukkan. Aku menang beberapa lomba menulis dan job mengalir begitu saja. Subhanallah. Percayalah, celetuk saja Allah kabulkan, apalagi doa yang kita panjatkan dengan bersungguh-sungguh.

Aku dan buku Ubah Lelah jadi Lillah

Kembali tentang buku. Sebagian uangku tadi kubelikan buku baik secara online maupun langsung datang ke toko buku. Buku baru atau bekas, semua kubeli asal masih bisa dibaca. Segala jenis buku kubaca, novel, cerita anak, sampai buku motivasi. Setiap hari kuluangkan waktu kisaran 30 menit untuk membaca baru kemudian menulis. Ternyata memang rasanya berbeda. Menulis seakan mengalir begitu saja.

Ada satu buku yang menurutku tepat sekali dengan keadaanku saat ini. Yaitu, aku sedang memperjuangkan sebuah mimpi, menulis buku. Dari buku yang berjudul Ubah Lelah jadi Lillah, kudapatkan langkah baru untuk lebih memudahkan mimpiku menulis buku bisa terwujud.



Membuat Goal yang Jelas; 30 Hari Menulis Buku

Ibarat orang yang sedang berpuasa ramadan, mereka rela untuk menahan lapar, haus, dan hawa nafsu untuk sebuah goal. Yaitu, mendapatkan rahmat sampai janji surga dari Allah.

Apa goalku? 30 hari menulis buku. Agar goalku itu bisa kucapai dengan lebih semangat, yakin, dan mantab, goal itu harus lebih kuperjelas dengan rumus SMART yang kudapatkan dari buku Ubah Lelah jadi Lillah.


Rumus goalku sudah jelas, kutempelkan di beberapa tempat yang mudah kulihat. Terutama di buku catatanku yang sering kubawa ke manapun pergi. Kamu juga bisa mempraktikkan apa yang kulakukan di atas. Bismillah, insya Allah bisa!


Kukumpulkan Ide dan Merumuskannya

Pilihlah tema yang kita suka dan kuasai. Apalagi kalau kita sudah mengalami sendiri dan sebagai pemeran utamanya. Insya Alah itu akan mempermudah kita dalam menulis. Misalnya, aku seorang guru honorer. Aku bisa ambil tema tentang pengorbanan waktu.

Setelah itu menetapkan mau membuat buku genre apa? Ada banyak sekali genre buku, mulai dari buku mata pelajaran, buku pengayaan, buku referensi, buku TTS, novel fiksi, novel faksi, cerita anak, cerita rakyat, memoar, buku how to, dan sebagainya. Pilih salah satu dan sesuaikan dengan tema kita.


Kira-kira begini mind mapping bukuku

Genre buku sudah dipilih, langkah selanjutnya adalah membuat mind mapping. Mau terdiri dari berapa bab, per bab bahas apa, ada berapa cerita dalam setiap bab, dan minimal berapa halaman setiap cerita.

Berkaitan dengan ide menulis bukuku, sebagian kudapatkan dari blog ini. Banyak sekali cerita keseharianku sebagai guru di label sekolah. Tinggal kupilah-pilah cerita mana yang tepat kemudian kuedit sedemikian rupa agar tidak terdeteksi sebagai karya plagiarisme.

Saat menyusun untuk tiap cerita, langkah awal yang kulakukan adalah membuat outline. Outline itu biasanya berisi rumus 5W + 1H yang harus selalu muncul, kemudian ditambahkan kalimat hikmah. Setiap kali selesai menulis satu cerita, kututup terlebih dahulu, kemudian menulis lagi. Kegiatan editing kulakukan esok hari. Karena setiap kali penulis selesai menulis, dia masih emosional dan merasa tulisannya sudah sempurna. Padahal sudah diedit dua kali juga sering ada yang kelewatan ya? Hihihi. Ini pengalaman banget.


Ku-uninstall Beberapa Sosial Media

Ada yang sering kelupaan selanjutnya mau nulis apa setelah tergoda buka notifikasi sosial media? Kamu, iya juga? Berarti banyak temannya ya?

Selama aku menulis buku sampai hari ini, hari ke enam belas, aku sudah meng-uninstall aplikasi Twitter, Instagram, LinkedIn, Line dan Facebook. Awalnya seperti ada yang aneh. Kok HP ku sepi banget ya? Buka-buka HP nggak jelas padahal tidak ada notifikasi. Tapi, kalau ingat ada deadline buku, berusaha untuk mengalahkan perasaan aneh itu. Ternyata, enam belas hari tanpa sosial media, bisa.

Maxmanroe.com
Berhubung dapur harus tetap mengepul, salah satu sosial media harus kuaktifkan kembali karena kebutuhan job. Setelah selesai, ku-uninstall lagi. Hari-hariku terasa lebih produktif. Kamu mau coba juga?


Ceritakan dan Sampaikan Goal ini ke Orang lain

“Kalau kamu ingin segera selesai menulis buku, buatlah foto profil di sosial media, open order buku Jangan Mau Jadi Guru SD, hubungi nomor sekian-sekian,” kata salah satu narasumber di pelatihan sagusabu

Lucu? Awalnya aku juga tertawa terbahak-bahak bersama dengan peserta lain. Tapi, setelah mengalaminya sendiri, baru kutahu, ternyata cara itu sangat jitu.

Kuceritakan mimpiku untuk menulis buku ini kepada orang terdekatku, suami, beberapa teman sejawat, kenalan penulis, dan Bu Us (pembimbingku yang murah hati). Di saat aku jenuh, merasa lelah dan tidak sanggup untuk melanjutkan, mereka yang dengan senang hati mengejekku, “Cuma segini doang semangatmu? Malu-maluin.”

Percayalah, sadar tidak sadar, tangan-tangan Allah itu ada di mana-mana. Di saat menemui kesulitan, ada saja yang datang membantu dengan tangan terbuka. Terima kasih untuk Bu Us, Kak Kus, dan Kak Slam yang kurepotkan setiap kali menemui kendala dalam menulis buku ini.

Tak bisa bersua secara langsung, WA-pun jadi media konsultasi yang paling bermanfaat


Tantangan itu Pasti Ada

Saat kita memiliki suatu goal, tentu ada hal yang harus dilalui dan itu jadi hal baru bagi kita. Misalnya, aku sedang menulis buku. Tentu awalnya aku belum tahu prosesnya seperti apa, aku harus cari tahu itu. Pertama kali langkah yang harus ditempuh apa. Bagaimana cara membuat sinopsis buku yang menarik? Bagaimana teknik membuat cerita yang hanya 1000 kata tapi padat, enak dibaca, dan memiliki unsur humor? Kata pengantar buku yang beda dari yang lain itu seperti apa?, dan sebagainya.

Anggap semua pertanyaan di atas itu adaah sebuah tantangan. Agar bisa mencapai goal itu, kita harus melewati tantangan tersebut. Karena tantangan itu sebenarnya berguna untuk menguji kesiapan kita. Apakah kita benar-benar siap mendapatkan impian kita?

Sejauh ini aku justru merasakan tantangan itu seperti mengubah diriku dengan kebiasaan baru. Misalnya, lebih menghargai waktu, pintar membagi waktu, bangun dini hari, rajin membaca buku, bersilaturahmi dengan banyak orang, selalu berpikir positif, dan semangat berkarya dengan keterbatasan.



Action dengan ASUS X555

Hampir sebulan ini sering terjadi pemadaman listrik. Aku cukup sedih. Karena notebook ini tidak bisa nyala kalau tidak dialiri listrik. Langkah paling tepat yang bisa kuambil adalah membuka mind mapping, kemudian membuat draft tulisan baru di buku catatanku. Aku tidak ingin membuang waktu menulisku untuk kegiatan lain. Nanti saat listrik sudah menyala, aku langsung salin di notebook.

Manusiawi kalau aku juga pernah berandai-andai punya laptop baru. Apalagi saat ini siapa yang tidak butuh gadget yang satu ini? Notebook adalah senjata utamaku untuk menulis buku. Nggak mungkin juga aku nulis di buku dengan pulpen. Duh duh duh, bisa-bisa langsung ditolak editor. Karena notebook, pekerjaan lebih mudah dan cepat diselesaikan dengan modal ketik, geser, dan sentuh.

Tak muluk-muluk, untuk produktif menulis buku aku butuh notebook yang memiliki baterai tahan lama, ringan, tidak cepat panas, dan tentunya nyaman dipakai. Kriteria itu ada semua di notebook merek ASUS dengan tipe X555 series.



Belajar dari pengalaman notebookku saat ini yang bisa nyala kalau dicolokkan ke sumber listrik, tidak ada salahnya kalau aku mengidamkan notebook yang memiliki baterai tahan lama, bukan? Agar saat asyik dengan aliran ide yang meluncur begitu saja, aku tidak perlu khawatir dengan posisiku. Tak perlu sibuk cari colokan. Karena tahu sendiri kan, sering kali ide datang begitu saja. Sayang kalau tidak langsung ditangkap (diketik), sibuk cari colokan, eh, idenya menguap begitu saja.

Seberapa tahannya sih baterai dari ASUS X555 ini? ASUS X555 ini diklaim memiliki ketahanan baterai sampai dengan 2.5 kali lebih kuat dibandingkan baterai Li-Ion silinder lho? Bukankah notebook ini patut dimasukkan ke dalam list incaran dan disebut dalam doa?



Empat tahun lamanya aku menggendong tas ransel berisi notebook, charger, dan beberapa buku penting setiap kali ke sekolah. Berat yang harus kupikul setiap hari kisaran 8 kg. Aku memang sudah terbiasa dengan berat tersebut. Tapi, ada yang kutakutkan, apa kabar dengan punggungku kelak di usia senja?

Andai saja kalau ASUS X555 yang ada di dalam tasku. Paling berat kisaran 3 kg saja yang harus kupikul di dalam tas ranselku. Selain itu, ada banyak lagi barang-barang lain yang bisa masuk dan tentunya punggungku lebih bermakna kegunaannya.



Waktu yang bisa kugunakan menulis adalah saat selesai mengajar (sambil menunggu waktu pulang) dan dini hari sampai subuh tiba. Nah, masalah yang sering kualami adalah aku hanya meng-hibernate notebookku saja dengan alasan biar lebih cepat saat membuka naskah buku yang kutulis. Tak tahunya, hal itu membuat notebookku lebih panas.

Aku penasaran, saat melihat detail informasi dari notebook ASUS X555 disebutkan bahwa gadget ini menggunakan teknologi IceCool. Inovasi yang menarik karena dengan teknologi tersebut, temperatur notebook hanya kisaran 28 sampai dengan 35 derajat. Temperatur itu jelas di bawah suhu tubuh manusia dan tentunya membuat tangan kita lebih nyaman saat memakainya.



Dalam sehari kamu bisa berapa jam di depan notebook? Tenggang waktu kita memakai notebook itu ternyata berpengaruh pada kinerja jari dan mata kita saat mengetik. Notebook yang sekarang ini, jarak antara tuts keyboard satu dengan yang lainnya dekat sekali. Saat aku lihat desain keyboard ASUS X555, kok beda ya?

Keyboard ASUS X555 ini ternyata dirancang secara ergonomis dan membuat keyboard lebih responsif dan bekerja secara maksimal. Bahkan, keyboard ini sudah diuji coba lho. Hasilnya keyboard tahan banting kegunaannya hingga 10 juta pengetikan. Wow!

Selain itu, berprosesor AMD®Quadcore A10, ASUS X555 memiliki performa yang halus dan responsif. Didukung juga dengan teknologi ASUS Splendid, notebook ini menyajikan warna yang nyata tapi tetap nyaman di mata minusku. Ini sangat penting banget karena semakin betah di depan notebook, maka semakin cepat bukuku kelar. Aamiin ya Allah.

Bagaimana, ASUS X555 ini memang cocok kan untukku yang sedang terjun ke dunia menulis buku? Kubayangkan notebook ini ada di hadapanku dan jari-jariku menari dengan begitu lincahnya. Ah, pengeeeeen.

Oya, kabar baiknya, belum 30 hari, aku sudah menghasilkan satu buku lho. Buku pertamaku ini berupa antologi cerita dongeng yang akan diterbitkan oleh Balai Bahasa Jawa Tengah dan akan disebar luaskan ke sekolah-sekolah se-Jawa Tengah secara gratis. Walaupun buku kroyokan, tapi rasanya bahagia banget. Ini seperti pelecut semangatku untuk segera menyelesaikan buku kedua, buku soloku. Aamiin. Tolong bantu aamiinkan ya?

Bismillah, semoga 14 hari ke depan naskah bukuku sudah kelar. Dari 18 cerita sudah ada 10 cerita yang jadi dan semoga ada rezeki untuk punya ASUS X555. Apalagi sekarang ASUS X555 juga dijual di Tokopedia. Nggak perlu jauh-jauh ke Semarang untuk berburu notebook ini. Kalau kamu, dalam waktu dekat atau punya mimpi beli notebook nggak? ASUS yang tipe apa?

Selasa, 18 September 2018

Terbaru 2018, Pengalamanku Meng-upgrade Kartu IM3 3G Menjadi 4G di Gerai Indosat


Pagi tadi, aku ke kampus untuk mengurus beberapa berkas persiapan CPNS. Berangkat dari rumah sekitar pukul 07.30 dan urusan kelar sekitar pukul 09.00. Melihat jam kok rasanya sayang ya kalau langsung pulang. Telanjur izin juga. Aku pun memutuskan untuk cuci mata sekaligus bernostalgia masa-masa kuliah di Kudus.


Kulajukan motorku pelan. Tengok kanan, kiri, sesekali berdecak kagum.

“Sudah banyak yang berubah.”

Sampai di daerah DPRD Kudus, mataku tertarik dengan baliho berwarna kuning dan merah cerah. Oiya, kenapa aku nggak sekalian mengurus upgrade kartu IM3 3G menjadi 4G di Gerai Indosat? Kuputar arah motorku menuju daerah sekitar pusat perbelanjaan Matahari.

Kenapa harus diupgrade?

Kartu IM3ku ini sudah sekitar 8 tahunan kupakai. Jelas masih 3G kan? Nah, sekarang kan sudah zamannya 4G. Masih bisa dipakai SMS dan telepon seperti biasa. Tapi, kalau dipakai internetan lemotnya minta ampun.

Dulu, pas ada acara blogging tahun 2016 di Gerai Indosat Semarang, kan lagi moncer-moncernya 4G, ditawarilah untuk meng-upgrade kartu IM3 3G menjadi 4G. Karena dulu HPku masih 3G, kupikir untuk apa? Eh, kena batunya deh saat Allah ngasih rezeki dapat HP dari hadiah lomba tulisan tentang Botok Lamtoro ini.

Pelajaran berharga, pikir dulu, jangan menyesal kemudian!

Saat sampai di depan Gerai Indosat Kudus, kulihat sudah banyak motor berjejeran. Lama nggak ya? Karena sudah di depan mata, masuk sajalah.

Kusampaikan maksud kedatanganku ke satpam dan kuterima selembar kertas nomor urut sesuai tipe keluhanku, G114. Tertulis juga urutan ke delapan.

Gerainya mungil. Tampak sumpek. Tempat duduk hampir penuh semua. Kuperhatikan di pojokan dekat CS konter 5 ada yang kosong. Setelah duduk, kukeluarkan HP. Kubalas WA dari teman yang sebenarnya janjian bertemu di kampus tapi selama aku di kampus dia nggak ada kabar.

“Bakal lama nih,” batinku mulai gelisah saat melihat antrean yang panjang.

Kukeluarkan minum dan buku yang ada di tas. Hampir satu jam aku menunggu. Akhirnya, nomor antreanku dipanggil juga.

Setelah menyampaikan keperluan, di depan petugas, aku hanya diminta:
  1. Nomor IM3
  2. KTP asli (difotokopi sana)
  3. Mengisi formulir pengaduan yang isinya, nama, alamat, nomor HP, dan NIK
  4. Ditanya juga berapa pulsa di kartu, ada paketan internetnya atau tidak, besar kisaran pulsa yang dibeli terakhir kali, dan sudah aktif berapa lama.
  5. Penting lagi, petugas bertanya, kontak yang ada sudah dipindah ketelepon semua?
  6. Kartu yang lama (3G) diserahkan kepada petugas.

Untuk poin lima di atas sangat penting dilakukan sebelum sampai di Gerai Indosat. Kenapa? Ya, sayang, kalau sudah di depan petugas tapi masih melakukan proses pemindahan. Ya kalau sebentar, kalau lama. Saranku, segera dipindah saat masih di rumah. Karena nantinya saat kartu IM3 3G menjadi 4G, pulsa dan paket data masih tetap ada, tapi semua data kontak akan hilang.

Beruntungnya aku adalah HP yang kupakai untuk memasang kartu IM3 3G ini berbeda dengan HP yang selama ini kupakai internetan (berisi kontak penting). Jadi, meskipun mendadak tahu info ini ya tak masalah. Dari awal kontaknya memang sudah kusimpan di HP juga untuk jaga-jaga.

Proses upgrade kartu IM3 3G menjadi 4G ini nggak lama. Paling hanya 10 menit. Pun GRATIS. Sampai rumah atau pas lagi nggak ada masalah, kartu bisa langsung dipakai saat itu juga. Nanti akan ada pemberitahun lewat SMS untuk merestart ulang HP kita. Sudah deh, selesai. Mudah, bukan?

Anjuran untuk merestart

Nah, kamu yang mau upgrade kartu IM3 3G menjadi 4G, segera saja ke Gerai Indosat. Karena menurutku inilah cara yang paling praktis. Kalau kamu browsing di internet katanya bisa mengupgrade kartu IM3 3G menjadi 4G di minimarket dengan cara membeli kartu barunya di sana, itu tidak terbukti. Soalnya sudah lebih dari empat minimarket yang ada di sini kudatangi, tapi tidak ada satupun yang menyediakan kartu untuk upgrade kartu IM3 3G menjadi 4G. Nggak tahu ya kalau di kota besar lainnya. Di tempat kamu, bagaimana?


Salam,
Diyanika