Kamis, 30 April 2020

Koleksi Vintage Dresses di kis.net



Selepas sahur, beres-beres rumah, dan tilawah, sembari nunggu adzan subuh, kamu ngapain?

Tidur lagi?

Duh, aku pernah tidur sekali setelah salat subuh, kok, badanku malah sakit semua. Itu terbawa sampai seharian. Makanya, sekarang, aku pilih melek sampai siang. Ntar selepas dzuhur baru tidur. Seperti itu malah lebih nyaman di tubuhku.

Nah, selama menunggu matahari nongol, ngapain saja?

Salah satu yang kulakukan dan itu ampuh banget mengusir kantukku adalah window shopping. Salah satu situs belanja yang baru-baru ini kupantengin adalah kis.net.

Kuamati, kis.net ini memiliki visi menjadi produsen pakaian berkualitas di dunia. Mereka fokus dengan produksi pakaian berdesain menarik, hasil jahitan yang rapi, berkualitas, dan pilihan bahan pakaian yang terbaik. Sssttt, satu lagi, harganya grosir lho.

Pilihan yang tepat kalau kamu mampir ke kis.net. Karena semua pakaian khusus perempuan ada di sana. Mulai dari daleman, gaun, bawahan, atasan, baju tidur, sampai baju renang juga ada.

Yuk, coba kita kunjungi websitenya langsung.

Begini penampakannya via mobile.


Penampakan pertamanya sudah menggoda, gaun biru pastel yang menawan. Lalu aku coba lihat menu pilihannya dan log in.


Tuh, kan ternyata memang banyak sekali pilihan menunya. Aku paling penasaran dengan menu dress. Koleksi dresses for womennya tuh kayak gimana, sih?

Setelah diklik, pilihannya banyak boookkk.


Jariku berhenti di bagian vintage dresses. Ah, ini gaya aku banget. Begitu batinku.

Pas lihat baju yang ini, aku jadi ingat ibuku. Beliau ingin sekali memiliki baju dnngan latar hitam kemudian bermotif bunga-bunga yang agak besar. Yap, seperti ini. Memang cantik banget.


Baju di atas kalau dipadu-padankan dengan celana panjang dan ditambah manset agar lebih tertutup pasti makin cantik. Pun cocok untukku yang berhijab.

Atau yang satu ini, lagi sale juga malah. Warnanya hijau cantik. High waist skirt v-neck long sleeve print dress, ternyata ada banyak pilihan warnan dan ukurannya pula lho. Mulai dari S sama XL.

Ya Allah, ini mah kesukaan perempuan banget, yak. Terutama yang bertubuh tak begitu langsing sepertiku. Hey, kamu, meskipun kita tak langsing seperti modelnya, kita juga tetap bisa tampil cantik kan?


Kamu yang penasaran dnegan koleksi kis.net, buruan lihat-lihat dan check out deh. Karena barangnya kan nggak banyak. Ntar keburu diambil orang malah eng ing eng deh.

Asyik lihat-lihat, aku jadi penasaran soal pembayaran dan pengiriman baju yang akan kita beli.

Nah, ternyata, kita bisa membayar dengan Paypal atau kredit. Untuk pemrosesan sampai pengiriman paling lama sekitar 3 mingguan. Lumayan lama, ya. Tapi, ya, wajar, kan dari luar negeri.

Kamu, yang lagi cari-cari referensi vintage dresses atau yang lainnya, khusus perempuan, bisa tuh, kunjungi saja kis.net.

Happy window shopping 😃

Rabu, 29 April 2020

Alhamdulillah, Berikut Ceritaku tentang Kemudahan Mengenalkan Virus Corona Ke Anak Balita



Sampai detik ini, masih adakah yang mengutuki kenyataan adanya virus corona?

Percayalah kalau di setiap kesulitan selalu dibarengi dengan kemudahan-kemudahan yang dikirimkan Allah.

Di mana ada Ummi, di situ ada Kak Ghifa juga

Contoh nyata itu adalah yang kualami berikut.

Jelas, aku tidak pernah menyangka kalau virus corona ini akan membuat cerita tersendiri di hidupku. Selain karena aku tidak bisa berangkat mengajar tapi masih dapat gaji, juga dihadapkan dengan kewajiban memberikan pemahaman kepada Kak Ghifa, anakku yang berusia 4,5 tahun, tentang bahaya dari virus corona.

Kenapa anak balita seperti dia harus tahu tentang virus corona? Ya, karena siapa saja bisa terpapar oleh virus ini. Kubaca dari situs Halodoc, bayi dan anak kecil, kemudian orang dengan kekebalan tubuh yang lemah akan lebih mudah terpapar virus ini.

Virus corona ini tentu bahaya. Meskipun belum ada korban jiwa yang murni meninggal karena kena virus ini, sebelumnya ada penyakit bawaan, tapi, preventif adalah langkah paling tepat.

Terlebih lagi untukku, Kak Ghifa ini adalah tipe anak yang nempel banget ke aku. Jadi, aku ke mana, dia kudu ikut. Kami tak terpisahkan.

Ini menjadi masalah tersendiri untukku di saat virus corona menghantui di mana-mana.

Meskipun aku nggak ngajar, aku kan tetap ke sekolah setiap hari Selasa. Aku juga harus tetap keluar rumah untuk belanja keperluan memasak per tiga hari sekali. Lah, kalau dia ngintil aku terus, bahaya dong.

Piye iki?

Akhirnya, aku juga mulai mikir, ini gimana, ya, cara nerangin ke Kak Ghifa tentang virus corona ini? Bagaimana caranya dia mau di rumah saja? Kemudian mau juga pakai masker pas ikut aku sekolah dan tidak ada yang bisa dititipin Kak Ghifa?

Eh, pucuk dicinta ulam pun tiba.

Di salah satu grup job bloger, ada teman yang share PDF berisi gambar-gambar lucu virus corona. PDF itu berisi tentang pengertian virus corona yang mudah dipahami oleh anak-anak. Ada juga cerita-cerita ringan, pun poster  yang bergambar lucu.

Ini salah satu PDF yang kuceritakan

Nah, ini nih.

Langsung deh, PDF itu aku share juga di grup kelasku dan grup guru SD tempatku bekerja.

Pas mau tidur, seperti biasa, ritual membaca cerita bersama Kak Ghifa kuisi dengan menceritakan tentang virus corona.

"Kakak, Kakak, Ummi punya cerita bagus. Ada gambarnya lucu-lucu."

"Endi (mana), Kakak lihat, Mi. Lihat." Kak Ghifa antusias.

Dua kali cerita tentang virus corona itu kusampaikan. Alhamdulillah, Kak Ghifa tertarik.

Esok harinya, pas ada iklan di TV, "Ummi, itu virus corona yang lucu tapi jahat, kan?"

Ini PDF yang lainnya

Alhamdulillah, berarti 'kena' deh cerita semalam, batinku.

Semenjak hari itu Kak Ghifa juga makin paham, kenapa harus sering cuci tangan, pakai masker kalau terpaksa keluar rumah, dan harus di rumah saja, nggak boleh main-main di playground. Hahahaha.

Kak Ghifa pasti kangen pengen main ke sini nih

Bahkan, saat aku mau ke pasar untuk belanja, dia langsung komentar, "Ummi, kan harus di rumah saja. Kok Ummi ke pasar?"

Blaik. Hihi.

Kujelaskan deh ke dia kalau aku terpaksa harus keluar rumah karena bahan makanan di kulkas mulai habis.

"Ummi juga mau beli otak-otak kesukaan Kak Ghifa." Keluar deh jurus andalanku agar dia bolehin aku pergi, tanpa dia ngintil ikutan.

"Oke. Pakai masker, ya, Mi. Ojo suwi-suwi lho. (Jangan lama-lama lho)."

*** 
Alhamdulillah, alhamdulillah, banget. Aku merasa sangat terbantu dengan adanya PDF cerita tentang virus corona tersebut.

Kalau tidak salah, tiga hari yang lalu, saat aku akan membacakan cerita untuk Kak Ghifa lewat aplikasi LET'S READ, seperti biasa, kubiarkan Kak Ghifa untuk memilih cerita mana yang ingin kubacakan.

"Ummi, ada cerita virus corona di sini."


Aku cukup kaget, apa iya? Memang sih, pagi itu aku sempat update aplikasi tersebut. Wah, kalau benar ada, ya, lumayan.

Ternyata, setelah aku cek, memang ada. Cerita itu pun salah satu cerita dari PDF yang aku temukan di grup job bloger, yang kuceritakan di atas.

Namanya anak-anak, meskipun sudah pernah baca, ya, minta dibacakan lagi. Itu juga diwarnai dengan celotehan dia yang memang sudah hapal dengan alur ceritanya.

Itulah cerita kemudahanku mengenalkan virus corona ke Kak Ghifa. Terpenting lagi, selain ada media yang pas untuk mereka, kita sebagai orangtua wajib memberikan contoh kepada anak-anak. Percuma juga kita bercerita sampai berbusa, tapi tak ada contoh nyata untuk mereka.

Terus, yang tak jauh lebih penting lagi, anak seusia Kak Ghifa itu kan kalau nanya bisa ke mana-mana. Nah, aku juga berusaha memperbanyak bacaan tentang virus corona ini di situs Halodoc. Di sana lengkap sekali ulasan tentang pengertian virus corona, sampai wanti-wanti kapan harus ke dokter saat ada keluhan pada saluran pernapasan.

Terakhir, untuk kamu yang pengen punya PDF di atas, WA aku saja di 085727351413. Atau kamu juga bisa coba cari di internet. Yuk, jangan lupa bersyukur di tengah mewabahnya virus corona ini!

Senin, 27 April 2020

Verbal Bullying yang Biasa Terjadi di Kelas 1 SD


"Kalau ada temannya yang salah, jangan ditertawakan. Disemangatin, dong!" ucapku ke anak-anak, aku emosional banget.

***

Pas ada temannya yang jatuh,

"Sukuriiiiiiiiiinn."

Bukan malah ditolongin, malah...

Hiiiihhh

***

"Bu Ika, mohon maaf, anak saya tidak mau berangkat karena takut sama si G. Katanya diejek terus, rambut keriting-keriting."

***

Saat istirahat, A dipukul F. Saat F kutanya, kenapa?

"A ngejek aku kok, Bu. Katanya Ibuku di Hongkong kerjaannya nyanyi terus pakai HP."

***

"D nggak bisa baca. D nggak bisa baca.  D nggak naik kelas."

***

Penggalan-penggalan cerita di atas sering sekali kutemukan di sekolah. Bahkan setiap hari kutemukan kasus seperti itu. Mungkin banyak kasus lain yang tidak kutemukan dan hanya dipendam sendiri oleh sang korban. Memang bisa seperti itu? Bisa banget.

Aku adalah salah satu korban verbal bullying di masa SD. Kurasa pas masa ini adalah masa-masa paling parah. Setiap hari aku dibully oleh teman-temanku, terutama anak laki-laki. Kuketahui kini, sebenarnya mereka membullyku bukan hanya karena tidak suka denganku, tapi ada juga yang karena ingin menggodaku saja.

"Trondol pitik."-Karena rambutku selalu pendek.

"Cebol."-Karena tubuhku yang pendek, dulu.

"Siteng." -Kulitku lebih gelap

"Boto setugel." Karena tubuhku pendek, seperti ukuran setengah batu bata

"Bibir monyong."-Kalau marah, bibirku kan mecucu, maju.

Itulah kata-kata yang singkat tapi begitu menusuk hati. Aku nggak mau anak-anak didikku merasakan hal yang sama.

***
Setiap kali pulang ke rumah, aku pasti menangis, kemudian mengadu ke ibuk.

"Buk, Si J lho, Buk, ngarani (mengejek) aku trondol pitik terus. Aku sebel."

Ibuku seringkali menjawab, "Sudah, sudah. Nggak usah kamu gagas (pikir). Besok kalau diulangi lagi, wis biarin saja. Nanti kalau capek lah diem sendiri."

Duh, buk, ibuk kan nggak mengalami. Aku jengkel banget. Pengen banget kujambak-jambak rambutnya. Kujedotin kepalanya di tembok. Ahhhh...Sampai-sampai aku malas sekolah kalau ingat kejadian seperti itu. Padahal kan ada banyak anak perempuan yang lain, kenapa harus aku? Kenapa?

Jujur, ya, jujur banget ini. Sampai sekarang aku masih hapal betul siapa-siapa saja yang dulu sering membully aku di masa SD. Bahkan kalau ketemu di jalan, aku masih sering membatin, "Dulu kamu sering membullyku dengan mengejek ini."

Membekas. Lekat banget di ingatanku.

Oleh karena itu, sekarang, aku mendapat kesempatan untuk menjadi agent of change dalam mengurangi adanya verbal bully khususnya di kelasku. Aku nggak tahu persis bagaimana setiap guru menindaklanjuti kasus verbal bullying. Kalau pas zamanku dulu sih, ya, setiap kali aku ngadu soal verbal bullying, guruku, kebanyakan, akan selalu menjawab begini,

"Ya, nanti si A bu guru marahi. Sudah sana main lagi."

Setelah itu guruku tak beranjak dari mejanya di kantor guru. Entah beliau benar-benar memarahi si A atau tidak. Toh, nyatanya si A lagi dan lagi mengejekku sampai aku lulus SD. Mungkinkah verbal bullying seperti itu memang dianggap sebagai guyonan anak kecil yang biasa terjadi? Biasalah anak-anak, nanti juga main bersama lagi. Begitu?

Sebagai fungsi peranku di kelas, apalagi aku adalah mantan korban verbal bullying, aku selalu berusaha untuk menyelesaikan masalah saat itu juga. Pokoknya kudu selesai dan mereka saling maaf-maafan, kemudian berpelukan.

Seperti ini yang seringkali kulakukan saat ada kasus di kelas.

"Siapa saja yang membuat D menangis? Masuk kelas, yang lain keluar!"

Nanti anak-anak akan bilang, ini bu, itu bu.

Semua yang bermasalah masuk kelas. Di dalam kelas, kuinterogasi mereka satu per satu, awalnya bagaimana, siapa saja yang terlibat, urutan-urutannya seperti apa, dll.

Setelah alurnya semua jelas, anak-anakku yang di luar aku suruh masuk sedangkan yang bermasalah tadi tetap di depan kelas seperti saat awal kuinterogasi.

Kuceritakan semua duduk permasalahannya. Kemudian semua kukembalikan ke anak-anak untuk menilainya.

"Menurut kalian, yang mereka lakukan itu baik nggak? Benar nggak? Patut ditiru nggak?"

"Menurut kalian, harusnya teman-teman ini ngapain setelah ini?"

Mereka pasti akan menjawab, "Maaf-maafan, Bu, terus berpelukan. Kalau nggak mau maaf-maafan nanti hatinya menghitam, busuk."

Bagian ini, bagian ini tuh sangat penting buatku. Aku pernah memposting salah satu kejadian ini di highlight IG storyku (@diya_nika) dengan label Saling Memaafkan. Kamu bisa cek di sana.

Susah lho bermaaf-bermaafan. Kita yang sudah dewasa saja seringkali kegedhen ego, minta maaf duluan masih ogah. Padahal minta maaf terlebih dahulu tuh bukan karena memang kita yang salah.

Lihat kejadian saling memaafkan dan kemudian anak-anak berpelukan tuh ya rasanya mak nyeeess banget. Ya Allah. Haru banget.

Alhamdulillah, ini entah anak-anak atau memang sudah manusiawi, setelah maaf-maafan seperti itu kurasa tidak ada yang mengganjal di hati mereka. Berbeda denganku, dulu, mengadu masalah, tapi tidak ada penyelesaiannya, sampai sekarang masih mengganjal di hati. Toh,  kejadian-kejadian tersbut bisa jadi contoh untuk teman lainnya pula. Mikir ulang lah ya kalau mau membully temannya?

Apakah sudah selesai? Belum. Biasanya nih, kejadian seperti ini aku video, aku share di grup kelas agar wali muridku tahu kejadian di kelas. Tentu dengan segala pengertian tidak untuk 'menjatuhkan' anak-anak yang saat itu bermasalah dan menjadikan kejadian hari itu sebagai pelajaran bersama.

Secara pribadi, aku akan japri wali murid anak-anak yang hari itu menjadi 'artisnya'. Membesarkan hati mereka, meminta tidak memarahi anak-anaknya karena itulah sifat khas anak-anak. Aku hanya ingin ada peran orangtua dalam mengurangi adanya verbal bullying.

Kan aku nggak tahu persis bagaimana mereka apabila saat di rumah. Bisa jadi anak melakukan verbal bullying kepada temannya karena dia juga sering mendapatkan hal yang sama dari orangtuanya atau lingkungan terdekat. Bisa kan seperti ini?

Alhamdulillah, sejauh ini, langkah seperti yang kuceritakan di atas cukup berhasil. Setiap kali selesai ada kejadian tersebut, esoknya, kugoda anak-anak 'artis' tadi.

"Kemarin sampai rumah dimarahin ibuk?"

"Enggak. Cuma dikasih tahu kayak yang Bu Ika bilang. Nggak boleh ngejek teman. Kasihan."

Ehm, syukurlah.

Eits, tunggu dulu, sebagai guru, aku bukan hanya mampu menyelesaikan masalah verbal bullying di kelas. Aku juga pernah kena verbal bullying dari anak didikku sendiri. Bisa? Bangeeeettt.

Contoh simpelnya, misal aku menggambar di papan tulis, jumlahnya ternyata kelebihan, pokoknya ada yang salah, kemudian ada salah satu anak didikku yang ngasih tahu.

Nah, pasti ada saja anak didikku yang lain tertawa di belakangku, "Hahahaha...Hooooo bu guru ki salah-salah, piye wi?"

Kalau sudah seperti itu, aku membalik badan, lihat anak-anak sejenak dengan muka kecewa,

"Bu Ika minta maaf, ya, kalau ada yang harus menghapus dan menulis ulang karena Bu Ika salah nulis. Tapi, kan Bu Ika juga manusia. Kalau Bu Ika salah sedikit saja, kalian langsung pada ngetawain Bu Ika. Coba saja kalau Bu Ika nggak salah, kalian pernah nggak ngasih jempol ke Bu Ika, seperti kalian kalau pas kerjanya bagus selalu Bu Ika kasih jempol?"

Mereka diam. Yang tadi ketawa menundukkan kepalanya begitu dalam.

"Tolong, besok lagi jangan seperti itu, ya. Kan sakit di sini (aku nunjuk di dadaku)." Kataku sembari tersenyum.

Mereka ikutan tersenyum manis.

***

Seringkali memang begitu, ya, kita sering melihat salahnya doang, kebenarannya yang lebih dominan malah jarang diapresiasi.

Yuk, ah, biasakan untuk lebih sering mengapresiasi orang di sekitar kita, dengan harapan itu juga bisa memutus rantai verbal bullying. Semoga.

Kamu, pernah jadi korban bullying juga pasti, kan? Coba deh tulis di kolom komentar bawah ini. Siapa tahu bisa jadi proses penyembuhan untukmu sendiri. Atau biar makin afdol, tulis saja di blog kamu.

Minggu, 19 April 2020

SKB, #dirumahaja, Belajar di Rumah, Apa yang Akan Aku Lakukan Setelah Covid-19 Berlalu?


Covid-19 itu membawa banyak cerita, ya. Ini cerita randomku tentang Covid-19.

Saudara pada tanya, SKB ne piye?



Dari kemarin, setiap kali membuka jendela baru pencarian Google, di bawahnya tuh selalu ada berita tentang kabar pelaksanaan SKB. Entah kenapa aku tidak tertarik membukanya.

Baru tadi pagi, kuklik judul berita Was-was Nasib SKB CPNS 2019, Ini Penjelasan Terbaru Kepala BKN dari fajar.co.id. Kubaca sejenak.


Intinya, SKB bakal tetap dilaksanakan demi mendapatkan anak bangsa yang berkualitas. Soal waktunya, rencana awal, setelah ada Corona, adalah akhir April kalau nggak awal Mei. Tapi, karena sikonnya masih seperti ini, insyaallah Juli baru dilaksanakan. Itupun lihat sikon lagi nantinya.

Aku jadi ingat hal lain tapi masih terkait pelaksanaan SKB, kemarin pas baca komentar di akun IG BKN, itu ada yang komentar begini,

"Nggak usah SKB aja, Min. Diranking. Biar dananya bisa untuk penanggulangan Corona."

Aku pengen ketawa, tapi kok takut dosa.

Nggak semudah itu fergusoooooo.

Sekalipun aku berada di peringkat pertama tes SKD dan formasi yang dibutuhkan juga hanya satu, pun aku sangat diuntungkan apabila tidak ada ujian SKB, aku tetap ingin berkompetisi dengan kompetitorku secara sportif. Kesannya aneh saja kalau lulus dengan cara mudah. Nggak ada gregetnya gitu.

Terus, kapan akan dilaksanakan SKB? Rasanya nggak sabar pengen tahu ending cerita perjuanganku. Apakah harus berjuang lagi di tes CPNS tahun depan? Atau aku bisa mewujudkan apa yang diimpikan oleh almarhumah ibuku?

Baca juga perjuangan trs SKD CPNS ku di >> Mampukah Aku Menjadi Sang Bintang?


Terbesit pikiranku, ah, Allah ingin aku mengabdi lebih lama di sekolahku yang sekarang ini.

Kukirim cerita tersebut kepada guruku. Apa komentar beliau?

Selalu dan selalu, beliau melihat setiap kejadian dari sisi yang berbeda.

"Allah pingin kamu agak berlama-lama dengan keluarga di rumah aja, sebelum kamu disibukkan lagi dengan urusan dunia ☺."

Nggak tahu kenapa baca balasan WA di atas tuh rasanya, nyeeeesssss.

Iya, ya?

Toh, aku juga menikmati banget selama #dirumahaja. Kan hanya selentingan jadwal SKB saja yang sedikit mengganggu. Kenapa harus kupermasalahkan? Kenapa nggak kunikmati saja yang ada ini?

Apa kabar dengan #dirumahaja?



Banyak hal yang bisa kulakukan selama #dirumahaja. Aku bisa menata ulang rumahku yang seperti kapal pecah dan melayani seluruh anggota keluargaku seutuhnya.

Eits, sebenarnya, kalau boleh jujur, sebagai guru aku merasa ada yang hilang dari keseharianku. Selama belajar di rumah, aku merasa, ya, aneh. Biasanya, setiap hari ketemu sama murid-muridku, ini sama sekali. Aku kangen.

Kemudian, masalah tugas yang diberikan ke anak-anak. Sekolahku ini menurutku kurang sip, sih manajemennya. Nggak tahu deh ya kalau sekolah negeri yang lain, yang ada di sekitarku. Jadi, bebas, guru mau ngasih tugas apa ke anak, monggo. Paling gampang sih pada nyuruh ngerjain soal di LKS.

Susahku adalah muridku kelas 1, Gaes. Masak tiba-tiba ngerjain LKS, muridku bisa guling-guling deh. Atau nggak orangtuanya bisa ngamuk kayak singa. Mau gunain kelas online, kuota internet orangtua juga terbatas.

Eh, lha wong, nggak semua orangtua punya HP canggih juga. Yang masuk di grup kelasku hanya 19. Itupun nggak semua online setiap hari. Onlinenya pas ada uang buat beli kuota. Hambuh piye yang nggak punya nomor WA. Aku juga serba salah mau ngasih tugas seperti apa.

Aku mati kutu deh.

Kemudian aku ciut hati tapi terinspirasi dari beberapa guru di luar sana yang dengan ikhlas mendatangi rumah murid-muridnya yang tidak memiliki HP canggih. Ngapain? Ngapain lagi kalau tidak mengajari muridnya secara langsung? Kayak home visit gitu. Keren, ya?

Hiks. Aku belum bisa kayak gitu.


Lha terus aku kalau ngasih tugas seperti apa? Aku malah lebih ke life skill, sih, kalau ngasih tugas. Seperti mencuci piring, menjemur baju, goreng telur, atau melipat baju. Sesekali memberi tugas memberikan soal atau anak kuminta membaca satu paragraf kemudian divideo dan dikirim ke aku.

Walau merekap nilainya agak ribet, tapi inilah seninya selama belajar di rumah. Aku pun jadi sadar, aku tuh nggak bisa disebut sebagai seorang yang berprofesi sebagai guru kalau nggak ada murid-muridku. Makin sadar juga kalau aku membutuhkan mereka. Ah, aku kangen banget sama mereka. Bahkan saat aku ke sekolah, kusapa mereka lewat video.

Ya, meskipun aku menikmati selama #dirumahaja, aku ingin wabah ini segera berlalu. Agar aku juga bisa menjadi guru yang seutuhnya.

Memangnya setelah Covid-19 ini berlalu mau ngapain?


Kembali ke sekolah pasti.

Ada satu hal yang ingin sekali kulakukan after covid-19 ini berlalu. Yaitu, piknik ke Bonbin Mangkang, Semarang.

jalanpiknik.com

Kenapa?

Ini sudah rencana sejak lama. Tepatnya setelah aku ujian SKD.

Saat aku ujian, Kak Ghifa ikut nganter. Dia tahunya kalau kami mau piknik. Sudah dijelasin kalau aku mau ujian malah dia ngeyel kalau bukan ujian tapi piknik. Mungkin karena perginya ramai-ramai kali, ya.

Piknik ala dia mah yang penting pergi ke suatu tempat dan lihat sesuatu yang unik. Alhamdulillah, pas ujian di UNNES itu kan ada kolam gedhe yang banyak ikannya, kan, nah, itu dia hepi banget. Piknik deh hari itu, ala dia.

Pas pulang, sambil ngobrol-ngobrol, ada yang nyeletuk, "Nanti kalau Ummimu lolos tahap selanjutnya, piknik Bonbin, Kak."

Aku yang mendengar hanya terkekeh. Dalam hatiku sih meng-amini. Aku pun ingat keinginan ibuk, selepas pulang dari rumah sakit, ibuk pengen pergi ke pantai bareng sama Kak Ghifa, karena seminggu lebih Kak Ghifa kutiggal di rumah sakit.

Sayang, ibuk harus ke surga mendahului kami.

Makanya, aku pengen banget ngajak Kak Ghifa piknik. Kalau nggak bisa ke pantai, ya, ke Bonbin Mangkang, Semarang, yang lebih dekat. Pun Kak Ghifa juga senang sekali kalau lihat hewan-hewan.

Semoga segera terwujud, ya, Kak.

Kamu, selama covid-19 ini ada unek-unek apa? Tulis saja di blog kamu, atau mungkin kamu punya rencana apa gitu after covid-19 ini berlalu?

Kamis, 09 April 2020

Nggak Selamanya Nonton Drakor Bawa Pengaruh Negatif Kok


Ya, menurutku, nonton drakor tidak selalu membawa pengaruh negatif. Menurut kamu, bagaimana?

"Daripada nonton drakor mending...."


"Aku nggak suka drakor. Kalau nonton malah ngantuk."

Aku dulu pernah lho punya alasan seperti di atas untuk menyudutkan teman-temanku yang hobi nonton drakor. Lha mereka nonton drakor sampai begadang. Di kelas malah pada ngantuk saat dosen baru masuk.

sumber: womantalk

Sekarang? Aku malah kemakan omonganku sendiri deh.

Bisa dibilang aku telat disebut sebagai penikmat drakor atau drama korea. Salah satu penyebabnya karena keterbatasan akses. 

Dulu, masih eman sama kuota data internet. Sekarang, setelah tahu kalau nonton drakor itu bisa memperbaiki moodku, kenapa nggak? Tapi, tetap perhitungan juga soal kuota, sih. Haha.

Nonton drakor itu jadi hobi yang menyenangkan untukku. Tapi, hobi yang tidak harus selalu kulakukan. Pas butuh-butuh saja. Dalam seminggu, biasanya, Sabtu malam, pas kuota banyak, ada waktu, nggak banyak deadline, aku pasti izin sama abi untuk nonton drakor.

"Enam hari kerja, terus ngurus rumah, abi, kakak, dan mbah tung, ummi butuh hiburan, Bi." Begitu alasan yang kuajukan kepada abi. Izin pun diACC. Hihi.

Seperti kemarin sebelum tes CPNS, sehari sebelumnya, aku nggak pegang buku atau bahas soal sama sekali. Aku hanya melakukan aktivitas rumah seperti biasa, jalan-jalan ke saudara bareng bapak, abi, dan Kak Ghifa.

Terus, aku tahu banget sedang butuh hiburan biar nggak tegang. Yap, apalagi kalau bukan nonton drakor. Makanya, kusempatkan nonton drakor yang sekali tayang habis untuk memompa semangatku. Alhamdulillah berhasil lho.

Nonton drakor memang bukan hobi yang menghasilkan secara finansial. Tapi, aku merasa diuntungkan dengan adanya drakor ini.

Pokoknya kalau aku pas lagi suntuk banget dan butuh me-refresh isi otak, ya sudah nonton drakor.

Anehku adalah...

Satu hal yang perlu kamu tahu, meskipun aku hobi nonton drakor, aku tuh nggak hapal sama nama-nama pemainnya. Selama ini aku benar-benar sebagai penikmat saja. Kelar nonton, ambil hikmahnya, sudah, kelar. Aku nggak sampai hapal nglotok pemainnya ini itu. Hahaha. Butohe nonton menikmati alur ceritanya.

Apa genre drakor yang aku sukai? Aku juga nggak harus matok satu jenis genre. Romance, horor, action, dan sebangsanya kulahap semua. Pemainnya siapapun kutonton. Nggak neko-neko lah.

Tiba-tiba ada yang bisik-bisik tanya kepadaku, emang sempat nonton? Ya, disempat-sempatin lah. Kan butuh. Kalau nggak butuh-butuh banget, ya, jangan sekali-kali buka aplikasi IFLIX. Karena, sungguh, drakor itu candu. Sekali nonton, kok bersambung, penasaran, pengen nonton lagi dan lagi. Apalagi yang episodenya sampai 20, duh, hati-hati. Kalau pas ada kerjaan banyak, jangan buka aplikasi deh, bubar jalan. Hahaha.

Oh iya, aku kalau nonton drakor di aplikasi IFLIX, terkadang di VIU juga. Paling favorit sih IFLIX. Menurutku hasil gambar dan suaranya lebih bagus, meskipun jumlah drakor di sana tak terlalu banyak.

Kamu, kalau nonton drakor di aplikasi apa? Atau website apa? Boleh dong tulis di kolom komentar.

Ada nggak drakor yang pesannya 'ngena' banget?

sumber: layar.id

Ada. Go Back Couple. Menurutku pesannya pas banget untukku yang baru mengarungi bahtera rumah tangga selama kurang lebih 5 tahun. Yah, namanya cinta sama suami, ada kalanya naik turun, kan? Nonton drakor yang satu itu bisa nambah rasa syukurku memiliki abi. Ini kalau orangnya baca bakalan ngembang hidungnya.

Nah, buat kamu yang saat ini belum 'teracuni' oleh drakor, coba deh baca beberapa alasanku, kenapa aku bisa suka nonton drakor padahal dulu anti banget?

  1. Alurnya yang nggak monoton. Pokoknya nggak bisa ditebak banget. Kalau sudah terbiasa nonton drakor kemudian lihat serial TV kita, duh, hati-hati ntar bakal komentar, "Kok gini banget sih, nggak kayak drakor."
  2. Genrenya beragam, dari komedi sampai yang tembak-tembakan ada. Aku jadi senang karena banyak pilihan.
  3. Episodenya tidak terlalu banyak. Kalau pas lihat berita infotainment, kadang kala ada berita artis ini sedang menghadiri syukuran karena sinetron yang dimainkan telah tayang seratus episode, bla bla bla. Bisa tayang sampai ratusan tuh jadi kebahagiaan tersendiri untuk sinetron kita. Beda dengan drakor, paling mentok 20 episode. Makanya nggak ngebosenin.


Terakhir. Kamu kalau hobi juga nonton drakor, jangan sampai lupa waktu, ya. Nonton drakor boleh, asal tahu batasan dan prioritas hidup kita seperti apa. Jangan sampai dengan nonton drakor, kewajiban kita di rumah dan di kantor malah justru keteteran. Ingat, jangan begadang! Rem e ojo sampai blong lho.

Rabu, 01 April 2020

Tiba-tiba Ingat Seseorang


Gara-gara nonton FTV di Indosiar, aku malah ingat seseorang karena memiliki nama yang sama dengan tokoh utamanya. Orang itu pernah ada di hatiku dulu pas zaman kuliah.

Aku pernah menceritakannya di blogku ini juga.

Kalau kata almarhumah ibuku, perasaanku ke dia itu bak punguk merindukan bulan. Nggak bakalan berjodoh. Apalagi dia tipe laki-laki yang suka berkelana ke sana-ke mari. Dia terlalu wah untukku, begitu menurut ibuku.

Makanya, aku mengubur perasaan yang tak bersalah itu.

Nah, salah satu cara yang kuambil untuk melupakan dia adalah dengan menghapus semua kontak dia, sosmednya ku-unfollow juga. Pokoknya yang berhubungan dengannya kuhindari.

Gara-gara FTV itu aku ngepoin akun instagramnya. Langsung ku-search namanya. Aha! Seperti biasa, walau dia tak tampan, tetap saja tampak berkarisma.

Santai, aku tak deg deg an sama sekali kok. Murni hanya ingin lihat dia, apa kabar?

Dari postingannya, kulihat betapa dia sangat bahagia. Istrinya tampak kalem dan alim, perempuan yang lembut. Lah aku? Perempuan pecicilan. Hahaha.

Anaknya juga laki-laki. Tapi, kutaksir baru usia 2 tahunan.

Aku tidak pernah menyesal pernah memiliki perasaan kepadanya, sekalipun dia tidak pernah tahu perasaanku.

Banyak hal yang kupelajari darinya.

Aku percaya, sebelum kita bertemu dengan jodoh kita, akan ada rintangan yang harus kita lewati. Sepertiku, beberapa kali bertemu dengan orang yang 'belum tepat' terlebih dahulu. Baru deh, di saat yang tepat bertemu dengan jodoh kita.

Eits, buru-buru kututup instagramku. Jangan lama-lama nye-croll feednya. Awas baper. Dosa lho ya mikirin pasangan orang lain.

Aku harus banyak-banyak bersyukur karena dijodohkan Allah dengan abi. Laki- laki yang kuceritakan tadi belum tentu bisa seperti abi. Selalu ada untukku. Wong laki-laki itu tipe orang yang sering merantau, jauh dengan keluarganya.

Wis pokoke, Allah tahu porsi kita seberapa. Ojo kakean dangak alias kurang bersyukur.