Kamis, 11 Juni 2020

Berusaha Semaksimal yang Aku Bisa Itulah Bentuk Cinta Terhadap Diriku Sendiri


Tadi pagi, Kamis, 4 Juni 2020, selesai ngecek kelas, kemudian keluar dari sekolah. Aku berniat berkunjung ke rumah beberapa muridku untuk membagikan soal ujian PAT (Penilaian Akhir Tahun). Bagaimana ceritaku? Kesan apa yang aku dapatkan? Ada cerita lanjutan seperti apa?

berusaha semaksimal mungkin

Keinginan bisa berkunjung ke rumah muridku ini sebenarnya sudah lama kuimpikan, terutama selama masa pandemi ini.

Lha pas lihat beberapa berita, baik di TV atau media online, tentang guru yang rela mendatangi murid-muridnya ke rumah, door to door, duh, rasanya aku benar-benar envy.

Mereka bisa seperti itu, kenapa aku tidak? Bukankah aku juga ingin seperti itu? Kenapa tidak aku lakukan juga? Mungkin sebelum mereka melakukannya, aku yang lebih dulu memiliki ide seperti itu. Tapi, namanya ide, kalau hanya ada di angan, ya, sama saja ZONK namanya. Nggak akan ada artinya.

Sumpah. Aku seperti membenci diriku sendiri. Sudah tahu aku harusnya melakukan hal tersebut, kenapa tidak kulakukan?

Bismillah, 
Hari itu juga, ku-drop soal PAT ke beberapa titik. Kubuat grup anak-anak sesuai dengan letak rumah yang berdekatan. Ada yang sekali nge-drop tiga sampai lima anak. Kemudian aku pindah ke rumah yang lainnya.

Mengenai tugas, semua tetap mandiri. Dikerjakan sendiri. Hanya pengedropan soal saja yang aku kelompok.

Hanya seperti itu, respon wali muridku begitu luar biasa. Nggak nyangka. Welcome banget.

Kebanyakan dari mereka pada bertanya,

"Ini semua kelas dapat soal seperti ini, Bu?"

"Kelas 1B kok tidak dapat, Bu?"

Jawabku hanya singkat, "Setiap guru memiliki cara tersendiri untuk melakukan penilaian, nggih."

Sebenarnya aku sedih dengan sikon seperti itu. Awalnya aku berharap akan ada soal dari dinas kabupaten untuk anak-anak. Kalau nggak, pimpinan kami di sekolah mengkoordinasi agar kami serempak melakukan penilaian untuk kenaikan kelas seperti apa. Ternyata kok tidak ada.


Yo wis, akhirnya, aku berinisiatif sendiri, membuat soal, ehm, tepatnya mengadopsi soal-soal dari internet yang aku olah kembali sesuai dengan sikon anak didikku. Setelah siap, kuprint dengan kertas buram, dan kusebar ke anak-anak.

Alhamdulillah, Kamis kudrop, Sabtu sudah terkumpul semua di sekolah dan semua sudah beres kukoreksi.

Senin, 8 Juni 2020


Merasa, kok, kayaknya ada yang kurang, ya. Apalagi saat rapat di hari Sabtu, pimpinan menekankan kalau kelas satu dan dua bisa naik kelas asalkan bisa calistung dengan lancar.

Ide liarku muncul lagi. Iya, ini saatnya aku beraksi sesuai dengan apa yang aku inginkan. Aku harus door to door ke rumah anak-anak untuk melakukan tes calistung, meskipun hanya sederhana bentuknya. Paling tidak aku benar-benar tahu kemampuan mereka. Tiga bulan nggak tatap muka pasti ada perubahan pada diri murid-muridku. Entah perubahan yang ke arah baik atau sebaliknya. Aku berharap tetap ke arah yang baiklah, ya.

Awalnya, Senin itu aku langsung meluncur ke rumah murid-muridku. Sayang, karena laptopku rusak, aku tidak bisa membuat soal dan media untuk tes calistung di rumah.  Mau pakai tablet Kakak, Ya Allah, ternyata cukup rempong pas membuat tabel. Baru kepikiran pas di akhir-akhir, kenapa tidak pakai excel saja? Hahaha.

Senin pagi itu, disrobot kepentingan lainnya juga, aku pakai komputer di ruang audio visual sekolah, set set set, setengah jam jadi. Print. Gunting sana-sini. Kelar sekitar pukul 11.00.

Duh, kalau mulai keliling sekarang kok sudah kesiangan. Ya sudahlah, besok paginya saja.

Paling tidak, hari itu aku belajar soal keterbatasan, lagi, dan lagi.

Biarlah, di rumah nggak ada laptop. Kalau aku mau usaha lebih, pakai komputer sekolah, aku tetap bisa melakukan sedikit lebih dari biasanya.

Doakan aku segera ada laptop baru biar lebih maksimal lagi saat mengabdikan diri untuk anak bangsa ini, ya 🙏

Oiya, tugasnya apa to saat tes calistung?

Mudah banget kok. Ada dua tugas, satu, mengerjakan soal tertulis. Terdiri dari lima soal, dengan muatan soal membaca, menulis, dan berhitung tentunya.



Kedua, aku lakukan tes secara lisan tapi pakai permainan kartu. Aku membuat kartu yang ada tulisan kata sampai kalimat. Kartu tersebut kukocok terlebih dahulu, kemudian kususun berjajar. Nanti anak kupersilakan untuk memilih 3 sampai 5 kertas. Jumlah tersebut kusesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa. Kalau yang bacanya lancar, ya, ada yang sampai dibuka semua, seperti cerita Mas Arfaa di bawah.

Ternyata, dengan cara seperti itu, muridku jadi antusias. Berasa nggak belajar, katanya.

Selasa dan Rabu, 9-10 Juni 2020


Saatnya meluncur.

Sekitar pukul 08.00 aku sudah keluar rumah. Saat kunyalakan motor, ternyata bahan bakarnya hampir habis. Kupikir, karena murid yang bakalan aku datangi pertama kali ini rumahnya yang paling jauh, tangki motorku harus penuh nih. Mampir deh ke SPBU terlebih dahulu.

Cus, ke rumah muridku, Mas Arfaa. Tentu nyasar terlebih dahulu, kemudian tanya-tanya orang. Hehe.

Sampai rumahnya, dia masih bobok, Gaes. Hahaha. Bu guru maklumlah.

Kutunggu dia sampai melek betul. Selesai minum susu, masih dengan beleknya yang nempel di mata, dia nggak mau cuci muka dulu, masih pakai celana kolornya, hahaha. Duduklah dia di depanku, dengan semangat empat lima.


Bahkan saat bagian tes membaca, dibukalah semua kartu yang kusediakan. Dibaca satu per satu. Yeay! Bau jigong sih, tapi semangatmu luar biasa, Mas. Padahal lagi ditinggal ibuknya. Di rumah hanya bersama bapak lho. Keren keren.

Nyenengke banget.

Oiya, kujeda cerita terlebih dahulu, ya, tentang tugas murid-muridku selama pandemi ini.

Jujur nih, ya, selama pandemi ini aku cukup ogah-ogahan memberikan tugas ke muridku. Apalagi kalau perkara memberi tugas secara text book alias mengerjakan LKS. Wali muridku makin ogah-ogahan banget deh, tingkat dewa malah. Aku malah kayak rentenir yang sedang nagih hutang. Hadeh.

Aku ini guru kelas 1. Bisa dibayangkan, bukan, kelas 1 seperti apa? Yang masuk di grup WA dan aktif hanya setengah dari jumlah seluruhnya 24 anak.

Mutar otak deh. Ini kasih tugas apa,  ya, biar tidak ogah-ogahan? Biar semua pada ngumpulin?

Aha. Akhirnya aku putuskan untuk memberikan tugas yang lebih mengarah ke life skill. Seperti mencuci piring, melipat baju, sampai mengupas bawang dan menggoreng telur. Tugas dikirim dalam bentuk video.

Pokoknya tugas harus mudah dan nggak terlalu merepotkan wali murid. Jangan sampai juga wali murid jadi ngamuk sama anak-anaknya! Hadeh.

Terus yang tidak ada HP canggih bagaimana? Ada yang inisiatif nitip dengan tetangganya. Yang lainya, ada yang sama sekali nggak mengirim tugas. Ilmu maklum harus kuutamakan.

Tugas yang di TVRI itu, bagaimana? Hehehe. Hanya jalan di awal-awal saja.

"Kulo (saya) kerja, ya, Bu.  Tidak ada yang ndampingi."

"Anaknya bangun kesiangan, Bu."

"TV saya nggak ada TVRI, Bu. Sudah dicari-cari tidak muncul."

Serta alasan yang lainnya. Hihihi.

Mau komentar apa coba kalau sudah seperti itu?

Jangan kerja, Buk, dampingi anaknya dong.

Begitu?

Terus, makan mereka, siapa yang jamin? Hahahaha. Lucu banget hidup ini.

Banyak Suka Dibandingkan Duka


Beruntung.

Itulah yang kurasakan. Lelah memang harus door to door ke rumah muridku. tapi, banyak hal yang kudapatkan.

Satu, ternyata, banyak juga lho muridku yang membacanya makin lancar dibandingkan sebelum pandemi. Tapi, ada juga yang mengalami kemunduran. Ya, apalagi, kalau bukan karena kebanyakan main dan main.

"Pagi, habis sarapan langsung main layang-layang, Bu. Pulang kalau sudah dzuhur. Begitu setiap hari.

Alhasil, pas aku tes, ya begitu deh, dapat predikat membacanya hanya mengeja tapi lancar.

Bisa kusebut ini tuh ya menguntungkan bagiku. Karena aku bisa memberikan penilaian yang memang sesuai dengan keadaan di lapangan. Bukan hanya ngaji (ngarang biji-mengarang nilai). Berat euy tanggungjawabku.

Di lain sisi juga bingung, ini adil nggak sih bagi mereka yang mengalami kemunduran? Tapi, kan aku sudah mewanti-wanti kalau selama di rumah, anak-anak harus tetap belajar. Kalau  menurutmu, bagaimana, adil nggak sih?



Dua, banyak masukan yang kudapat dari wali murid. Baik itu untukku pribadi dan kemajuan sekolah secara umumnya. Kebanyakan dari mereka mengapresiasi apa yang sudah kulakukan. Mereka juga mengharapkan guru yang lain melakukan hal yang sama sepertiku.

Hal itu justru membuatku takut. Sampai-sampai aku agak lebay dan berpesan sama abi-suamiku,

"Bi, misal nanti Allah mengijabahi Ummi jadi PNS, terus kalau ummi nggak kerja seperti sekarang, tolong ingatkan Ummi, ya, kalau Ummi keliru."

Aku ngomong gitu sambil nangis dleweran, ingat sama ibuk. Batinku, Buk, ibuk bahagia kan melihatku seperti ini? Guru yang seperti ini kan yang ibu harapkan ada pada diriku?

Teman, doakan aku, agar aku bisa makin istiqomah, ya. Bisa bekerja semaksimal mungkin sebagai guru SD.

Tiga, bertemu satu per satu, berkunjung demi rumah ke rumah, aku merasa jadi guru yang goblog. Kenapa tak pernah bertanya, MENGAPA?

Apa maksudnya?

Aku pernah menemukan kasus salah satu muridku yang suka mengambil uang temannya. Saat itu sampai sebelum aku datang ke rumahnya, aku menghakiminya, dia yang salah, iya, dia. Tapi, aku tidak coba mencari tahu ada apa di rumahnya.

Ya Allah, ternyata keadaan keluarganya memang sangat memprihatinkan.

Aku merasa sangat bersalah.

Aku jadi berpikir, ini nanti kalau tahun ajaran kudu banget nih door to door di minggu awal masuk. Biar tahu dan kenal lebih dekat dengan keluarga muridku. Semoga, ya.

Empat, dapat pengalaman, cerita, dan ide bisnis dari wali murid. Jenenge wong ndeso, kalau bertamu mana bisa duduk sebentar, urusan kelar, pulang. Pasti kan ada ngobrol-ngobrolnya dulu. Rasanya kalau langsung cus pulang kok seperti nggak afdol dan tak sopan.

Nah, dari obrolan itulah, banyak hal yang kudapatkan. Mulai dari cara mendidik anak, keinginan-keinginan orangtua terhadap sekolah, sampai ide bisnis.

Kebetulan wali muridku ada yang punya usaha keripik tempe. Kudapat bocoran tuh proses pembuatannya dan rahasia kerenyahannya. Kebetulan, suamiku kan hendak membuka bisnis yang serupa tapi tak sama, alias yang berbau goreng-gorengan juga. Alhamdulillah deh dapat ilmu gratisan.

Benar, ya, kalua silaturahmi itu membuka pintu rezeki yang tak terduga.

Lima, banyak gembolan di motorku. Bahkan, Kak Ghifa dapat angpau yang lumayan. Bilangnya sih masih dalam rangka lebaran. Hahaha.

Setiap kali pulang keliling, motorku penuh dengan plastik. Ada yang isinya kacang hijau, gula pasir, jambu air, jeruk sunkist, es campur spesial, es krim, dan jajanan untuk Kak Ghifa.

"Bu, ini diterima, nggih. Tapi, ini yakin, yakiiiiiiin, bukan sogokan lho Bu biar anak saya naik kelas."

 Hahahaha.

Aku kalau ingat kalimat tersebut dari wali muridku tuh suka ngekek. Pekewuh. Mau nolak, malah sudah digantungin ke motorku.

Rezeki.

Enam, yang ini agak nggak enak. Namanya melayani orang banyak, ya, ada yang nggak sabar. Katanya aku kelamaan, nggak datang-datang, anaknya sudah nggak sabar, nengok ke gerbang rumah terus. Ada juga yang tutup pintu, nggak mau menerimaku, hihihi. Yah, yang begini-begini kuanggap biasalah. Nggak ambil pusing. Pun itu tidak menyurutkan semangatku untuk tetap jalan terus, pindah dari satu pintu ke pintu yang lain.


Sampai sini, aku ingin bilang, INILAH AKU.


Aku suka dengan diriku yang seperti ini. Bekerja semaksimal mungkin. Bekerja seperfect mungkin. Karena inilah caraku mencintai diriku sendiri, self love-ku. Lelah, tapi, aku hepi, bahagia banget. Aku sendiri berharap, aku bisa seperti ini, sampai kapanpun, di manapun, untuk hal apapun, dan untuk status apapun.

Alhamdulillah, selama ini selalu saja mendapat support system dari orang-orang terdekatku, termasuk wali muridku. Saat ditinggal ibuk, aku sempat takut, aku tak bisa bangkit lagi dalam hal ini. Karena dari dulu ibuk yang selalu 'meremehkanku'. Ternyata, cinta kasih Allah tidak berkurang sedikitpun untukku. Aku memang sudah kehilangan fisik ibuk, tapi cintanya, sama besarnya, datang dari orang yang tak terduga. Banyak yang gumati denganku. Maju terus!


38 komentar:

  1. MasyaAllah.. perjuangan yang mengharukan. Memang gak mudah menjadi guru, dan sepertinya guru yang baik dan benar-benar perhatian akan terlihat disaat seperti sekarang. Semoga mbak Diyanika tetap semangat ya... Semoga ilmu yang ditularkan menjadi tabungan amal yang membawa banyak manfaat.. Barokallah..

    BalasHapus
  2. Semoga Allah ridho ya Mbak. Iparku juga guru WB SD, berkali2 tes cpns gagal. Tp semangatnya mengabdi jempolan. Baca cerita ini, aku meleleh sendiri

    BalasHapus
  3. saya terharu membaca perjuangan mba untuk memberi pendidikan terbaik bagi anak didik mba :) semoga selalu di beri kesehatan agar bisa mendampingi mereka ya mba

    BalasHapus
  4. Masya Allah, terharu membaca tulisan ini sambil membayangkan bu guru Diyanika menyusuri jalan demi mendatangi murid-muridnya. Semangat terus ya...

    BalasHapus
  5. Bangga banget kak ada guru kaya kakak yang memberikan perhatian dan hati yang tulus buat murid-muridnya. Kalau aku jadi murid kaka fix sih aku bakal rajin belajar dan jadi anak pinter. Semangat dan sehat selalu ya kak :3

    BalasHapus
  6. Saya tuh terharu banget deh baca postingan ini. Seriusan.

    Saya gampang terharu kalau lihat guru yang dedikasinya tinggi dan ramah sama murid. Apalagi di masa pandemi begini kan pastinya gak mudah untuk semua. Makanya saya berusaha banget gak rewel kalau masih banyak kekurangan dalam hal kegiatan belajar mengajar

    BalasHapus
  7. Alhamdulillah akhirnya menjadi diri sendiri setelah cukup lama memendam rasa. Eh apasih 😁


    Alhamdulillah banyak yang mengapresiasi ya meski ada juga yang gak peduli. Yang penting niat tulus kesampaian dan dapat banyak hikmah. Sukses bu gituuu.

    BalasHapus
  8. Ibu guru yang keren, penuh dedikasi. Pasti sangat disayangi murid2nya. Insya Allah, Allah yang balas ya mbak.

    BalasHapus
  9. Bu guruuu...dua jempol utk kreatifitas dan dedikasimu ini. Insya Allah semua akan berbuah manis bagi anak didik juga bagi dirimu pribadi. Tetap srmangaaat ya Bu Guru...

    BalasHapus
    Balasan
    1. BTW, bagaimana hasil akhirnya apakah semua murid berhasil.naik kelas Bu Guru? Semoga begitu ya.. senang membaca tentang semangat belajar mereka yg ttp baik di masa pandemi ini.

      Hapus
  10. Luar biasa nih Bu Guru Ika, dedikasi yang tak kenal lelah. Aku salut banget lho Ika dengan caramu mencintai diri sendiri, yaitu dengan membagikan cintamu kepada murid-muridmu. Semoga semangat mencintai ini selalu ada dalam dirimu hingga kapan pun.

    BalasHapus
  11. Salut sama ibu guru
    Andai aku tak dihadapkan pilihan berat, mungkin aku masih bisa ngajar di kampung halamanku
    Tetapi bersyukurlah karena aku bahagia dengan apa yang kujalani juga

    BalasHapus
  12. Dibutuhkan guru yang kaya gini nih care ke murid-muridnya. Tapi kadang kesibukan guru2 lain juga gak bisa disamakan ya. Cuma gak enka ya pas ditanya kok kela lain gak didatangi guurunya

    BalasHapus
  13. Yeay ibu guru idola banget. Salut buat guru yang berjuang untuk memberikan yang terbaik bagi muridnya mbaa

    BalasHapus
  14. Kakaaaa...
    MashaAllah, barakallahu fiik.

    Allah yang balas kebaikan kak Diyanika.
    In syaa Allah menjadi jariyyah untuk Ibu, kak.

    Aku salut.
    Memang menjadi guru di masa pandemi ini gak bisa disamaratakan.
    Apalagi mengajar di sekolah negeri yang kondisi setiap keluarga tidaklah sama.

    Sehat-sehat terus, kak.

    BalasHapus
  15. Masya Allah Cikgu, semoga berkah. Langkah dan usaha menuju rumah murid-murid semoga kelak menjadi langkah demi langkah menuju surga.

    BalasHapus
  16. Keren banget, Mbak. Jarang banget zaman sekarang guru yang mau seperti itu. Kemudahan zaman sering kali membuat guru tak terlalu perhatian dengan murid-muridnya. Semoga mbak selalu semangat, dan kebaikan Mbak dibalas Allah. Aamiin.

    BalasHapus
  17. Pengalaman kamu luar biasa mbak, apalagi mencintai anak-anak dengan tulus dan bisa mengajar mereka. Semoga bisa jadi berkat yang luar biasa ya mbak.

    BalasHapus
  18. Bu IKa idolaaaaaak, sayang selalu sama anak-anak ya Bu
    aku berasa ikutan kamu jalan-jalan lho ke rumah, anak-anak itu eheheh
    asli banget silaturahmi itu banyak banget yang daidapatkan ya Bu.
    Sehat dan lancar selalu ya bu Ika.

    BalasHapus
  19. Masya Allah, dedikasi guru seperti Mbak sangat luar biasa. Insyaallah bisa jadi ladang pahala ya, barakallah Mbak.
    Saya harap guru-guru yang lain bisa seperti Mbak Diyanika

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, dedikasi guru yang jarang sekali kulihat sampai seperti ini loh. Insya Allah ladang pahala membentang ya untuk Bu Guru Ika yang kelak mengantarkan murid-muridnya menjadi manusia yang berguna bagi nusa dan bangsa.

      Hapus
  20. Keep up the spirit. I think as long as we have the good intention to develop ourselves and being good to others, we are on the right path

    BalasHapus
  21. Emmm...kok aku merasa saat pandemi kayak gini para atasan justru kurang giat, yaa. Masa iya, sampai ngga bikinin soal, Mbak. Kan gimanaa, gituu.

    Salut bangett dengan perjuangan door to doornya, Mbak. Butuh keberanian, asli.

    BalasHapus
  22. Jarang banget lho ada guru seperhatian kaya gini. aku salut banget. semoga berkah sekali usaha bu guru seperti ini. amal ibadah yang tak terbalaskan.

    BalasHapus
  23. Inspiratif banget. Mengunjungi siswa siswi satu satu ke rumah masing masing mengingatkan saya kepada guru guru jaman dulu yang penuh pengabdian. :-)

    BalasHapus
  24. Mbak Ika keren..emang seharusnya begini yang benar kalau mau melakukan sesuatu harus all out bisa jadi pengingat untuk kita semua... semangat Mbak Ika... peluk sayang dari jauh ya..

    BalasHapus
  25. Perlu banyak pendidik yg telaten dan berkarakter kayak Mb Diyan agar banyak generasi2 yg lebih terperhatikan dan bisa lebih cerdas

    BalasHapus
  26. Masya Allah, aku terharuuu..kebayang bahagianya anak-anak bu guru main ke rumah..Allah memberkahimu say..semoga dimudahkan selalu...

    BalasHapus
  27. Masyaallah bu guru perjuanganmu. Andaikan lrbih banyak guru sepertimu anak2 indonesia pasti bakalan makin pinter ga cuma IQ tapi juga EQ nya. Aku yakin kalo dirimu udh resmì jd PNS ga akan merubah semua ketulusan itu krn memang lahirnya dari hati. Panggilan hati pasti beda hasilnya sama yg ngajar hore2 aja. semangat terus cikgu

    BalasHapus
  28. Sehat selalu ya mbak biar bisa menyebarkan manfaat dan juga pengetahuan buat murid-muridnya. Bersedia bersusah payah untuk muridnya. ..barakallah

    BalasHapus
  29. Masya Allah, Bu guru semoga berkah ilmu yang diamalkan untuk murid nya. Nah kalo disangoni kudu diterima, karena yang memberi pasti bahagia

    BalasHapus
  30. Mbaa dirimu bener2 guru idolaku yg memginspirasi deh... Tiap baca tulisanmu selalu ada yg bikin trenyuh sekaligus membahagiakan melihat profesi guru yg begitu mulia... Memang kalau anak2 jadi sayang bgt sama Bu Ika itu udah wajar bgt

    BalasHapus
  31. Aku to seneng banget ik bacanya... mbak Ika terlihat banget passionate sama profesimu. Jadi menjalani pekerjaannya so happy dan nggak ada beban, malah semangat banget. Dedikasimu mbak.. nek aku menteri pendidikan kukasih penghargaan deh.. andai semua guru kaya mbak Diyanika.. Indonesia bakal keren banget. Makasih ya mbak udah jadi guru yang keren.. love youuuu....

    BalasHapus
  32. Aku salut baca tulisanmu..mbak. bener2 berat dan tangguh pernuanganmu. Semoga berakhir bahagia yaaa

    BalasHapus
  33. Bu Ika selalu bikin hati bergetar.
    MasyaAllah ini kenapa aku sayang banget sama seorang guru. Selalu berusaha mencerdaskan anak didiknya.

    BalasHapus
  34. MashaAllah keren mba, saya yang baca sampai tergetar hatinya. semoga menjadi amal jariyah ya mba, InsyaAllah jadi jalan Allah mencintai mba ;)

    BalasHapus
  35. sama seperti kamu,, aku juga nunggu soal dari dinas dan ternyata nggak ada! hahahahaha..

    hebat kamu dek semangatnya luar biasa!!!

    BalasHapus
  36. Mantab :) ini baru bu guru .


    Semangat terus mba di bidang ini. Cara mu ini akan memberikan kesan positif kepada anak didik yang kelak memilih menjadi guru. Dy akan melakukan contoh yang baik ini ke muridnya kelak, mengajar dengan hati akan lebih mengena dan efeknya pasti ada, positif buat masa depan mereka.

    Bravo!

    BalasHapus