Selasa, 27 Februari 2024

Paket Komplit Kehidupan Menjadi Panitia Lomba

 

Hari ini pertama kalinya aku megang lomba di tingkat kecamatan. Aku satu-satunya guru yang diberikan amanah ini oleh ketua K3S (Kelompok Kerja Kepala Sekolah). Bangga? Sedikit. Saat pertama tahu kabar itu, aku hanya berpikir, Allah punya rencana apa, ya?

Hari ini semua terjawab.

Dari kerja sebelum hari H, dua kepala sekolah yang satu tim denganku hanya mengandalkanku. Aku sekretaris, ngurusin snack, bikin MMT, belanja ATK, pegang uang juga, bahkan lemburan juga mengandalkan diriku sendiri.

Apa kabar tubuhku?

Ada yang berbisik, "Benar, kan, mereka berdua hanya bisa merintah doang? Sing sabar, buat pelajaran."

Aku tersenyum, drenges seperti biasa.

Di depan, aku sebagai penerima tamu, menunggu buku daftar hadir. Meminta peserta lomba absen, ambil undian, kemudian memberikan nomor dada.

Keringat bercucuran di dahiku. Peserta memadati meja pendaftaran. Apa mungkin aku grogi? Entahlah. Terasa gerah saja saat itu. Makin gerah bin panik saat ada dua SD yang salah input nama peserta. Duh, sampai siang aku masih hubungi guru pembimbingnya untuk memastikan kalau datanya tidak ada yang selip.

Masalah snack, ini bikin aku lebih gila banget. Pertama, perkara snack untuk petinggi-petinggi yang telat. Aku lagi yang kena semprot.

Eh, ndilalah, yang kutakutkan terjadi beneran. Snacknya cukup mengecewakan. Isi snack itu menyudutkanku, pertama perkara harga, kok gak sebanding dengan harganya? Mata salah satu anggota timku seperti menyelidik, woy, aku nggak korupsi. Aku sendiri pun kecewa.

Belum tenang hatiku dengan tatapan menyelidik itu, tiba-tiba salah satu kepala sekolah mendatangiku,

"Mbak, ini tahunya kok basi?"

Mataku terbelalak. Apalagi ini, Gusti.

Ternyata, ada beberapa tahu bakso yang memang rasanya agak aneh. Sampai-sampai Bu Korwil mendatangiku langsung saat hendak meninggalkan gedung pertemuan. Beliau dengan wajah dan kata-kata yang halus, memintaku untuk menyampaikan ke anak-anak, kalau bisa tahunya misal nggak enak jangan di makan. Takutnya, kalau sedang mengerjakan malah perutnya sakit.

Bayanganku malah ada kejadian anak-anak pada keracunan dan aku harus bertanggungjawab untuk semua ini. Ya Allah, aku sampai overthingking.

Setiap guru yang mendampingi peserta lewat kutanya, ternyata tahunya itu tidak semua basi. Karena yang kumakan dan beberapa  dari mereka juga oke rasanya. Aku hanya bisa mengucapkan kepada mereka. Benar-benar aku minta maaf, karena ini di luar dugaan.

Urusan snack selesai setelah juri mengumumkan hal tersebut ke peserta.

Di tengah-tengah nunggu peserta lomba mengerjakan, aku sambil ngecek data peserta, aku baru sadar, lah ini kenapa nomor undian tidak kutulis? Padahal nanti peserta menuliskan nomor undiannya di lembar jawaban. Gila! Gimana nanti koreksinya?

Untung saja, semua peserta masih stay di ruangan. Bergegas aku minta tolong tim juri (lagi) untuk membantuku untuk ngecek satu per satu.

Gusti, begini lho kalau semua tidak dibriefing dengan baik. Eh, memang tidak pernah ada briefing sih. Aku dianggapnya sudah paham semua teknisnya, padahal ini adalah kali pertama aku ikut menjadi panitia. Wes karepmu kunu, nggludungo dewe. Iso karepmu ora karepmu.

Hiruk pikuk kegiatan jadi panitia lomba tak berhenti sampai perkara nomor undi. Aku masih mengejar info nomor undi dan peserta yang gurunya salah input data. Menjelang pukul 12.00, akhirnya semua beres.

Tunggu, belum selesai ceritanya. Kali ini cerita hepi yang kudapatkan, karena 4 siswa yang kukirim sebagai peserta alhamdulillah semua masuk 10 besar dan salah satu dari mereka ada yang lolos maju ke kabupaten.

Semua urusan selesai dan pengumuman sudah dishare di grup komunitas guru, tiba-tiba salah satu juri ada yang telepon.

"Mbak Ika, jenengan apa nggak salah input data? Kok peserta ini sepertinya nilainya keliru."

Mak deg.

Apalagi ini? Selera makan siangku yang telat tiba-tiba lenyap.

Ku cek dulu nilai yang dimaksud. Oh, tidak masuk 5 besar. Lumayan ayem. Sewaktu membereskan berkas di ruanganku, kucek lembar jawaban siswa tersebut. Ternyata,  jreng jreng jreng, kucepret deh dan kukirim ke juri tersebut. Juri tersebut keliru menuliskan angka 40,4 menjadi 4,04. Hehehe, aku hanya bagian input data. Apa mau dikata?

Sampai rumah aku siap-siap untuk kuliah perdana S2ku, eh, eh, eh, juri itu memberi kabar lagi. Guru pembimbing dari peserta yang dapat nilai 4,04 tadi komplain, kok nilai muridnya hanya segitu karena tadi ditanya bisa mengerjakan.

Chat malam itu ditutup juri tersebut dengan adem, "Besok saja dibahas, Mbak. Malam ini kita istirahat dulu."

Adem buatku lho ya. Untuk peserta dan guru pembimbing yang komplain?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar