Tentang Kematian Seseorang. Bisa tahlilan dengan tenang tanpa kepikiran tugas kuliah, tanpa harus menjaga adik yang ikutan, itu adalah nikmat. Aku harus bersyukur atas nikmat itu.
Nah, aku ada cerita. Orang yang meninggal ini adalah perempuan, pensiunan kepala sekolah yang cukup disegani. Tapi, di ujung masa hidupnya, beliau itu berada dalam suatu masalah dengan masyarakat yang akhirnya beliau menjadi buah bibir. Lebih tepatnya beliau yang dijadikan tersang*a.
Sebagai 'anak kecil' aku diuntungkan karena kesibukan pekerjaanku di sekolah dan juga kuliah S2-ku. Aku menikmati peranku sebagai pengamat.
Berbanding terbalik dengan masa hidupnya, setelah beliau meninggal, aku dibuatnya envy. Karena yang ikut tahlilan banyak banget. Full, luar dalam sampai luber-luber sampai di jalanan kampung.
Flashback pada masa hidupnya, beliau memang rajin sekali. Ada tetangga yang hajatan, berangkat. Apalagi kalau ada tetangga sekitar yang sedang terkena musibah, seperti keluarganya meninggal, beliau tak pernah absen tahlilan.
Banyaknya tamu saat beliau meninggal, kemudian membludaknya tetangga yang datang tahlilan seperti membungkam mulut-mulut jahat yang telah merusak nama baik beliau.
Di akhir tulisan ini, aku ingin sekali diberikan kesempatan umur panjang, kesempatan, kesehatan, dan kecukupan rezeki agar bisa tahlilan, menolong orang lain, dan tentunya menimba ilmu agama.
Oiya, setelah kematian beliau ini secara bergilir setiap pagi dan saat tahlilan ada dua Ibu Nyai (pengasuh pondok pesantren) yang rawuh untuk mendoakan. Aku envy banget.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar