Selasa, 28 Oktober 2025

Gagal Ikut Diklat


“Alhamdulillah, kemarin aku nggak jadi ambil tawaran ini.”

Pernah nggak sih kamu merasa sedang dilindungi Allah? Kamu tidak diizinkan Allah untuk mengikuti suatu kegiatan karena kalau kamu ikut bakalan mengalami kesulitan.

Seminggu yang lalu, saat aku sedang asyik menyelesaikan administrasi di kelas, tiba-tiba ada pesan masuk. Berikut isi pesannya.

Potongan pesan WhatsApp

Sekilas membaca kata “menginap” aku sudah pesimis bakalan dapat izin dari suami. Kukirimlah rayuan maut. Kupikir tidak ada salahnya juga untuk mencoba meminta izin ke suami. Eh, ternyata benar, tidak mendapatkan izin.

Saat sampai di rumah, aku masih mencoba berdiskusi dengan suami. Rasanya ingin sekali ikut diklat tersebut, apalagi menginap di hotel, kan bisa me time. Pikirku.

Seperti biasa, apapun kami bahas dari segi kebaikan dan kurang baiknya, dalam hal ini adalah ikut diklat tersebut. Beberapa pertimbangan dari obrolan kami:

  1. Aku sudah pernah ikut diklat tersebut, meski berbeda tempat dan narasumber.
  2. Aku juga sudah pernah memenangkan lomba hasil dari diklat tersebut di tahun 2024 lalu.
  3. Menginap berarti suami tidak bisa bekerja karena harus mengurus anak-anak
  4. Aku harus meninggalkan muridku di sekolah, padahal minggu ini aku juga akan dikirim diklat selama 3 hari meski tidak menginap. Kalau sampai aku ikut berarti seminggu tidak bertemu dengan muridku.

Endingnya, suami tetap tidak mengizinkan. Jelas, ada perasaan kecewa. Bahkan setelah membalas pesan tawaran tersebut, hatiku masih ngedumel.

Tiga hari setelah pesan tawaran itu, kulihat teman guru ada yang membuat story WhatsApp sedang mengikuti diklat. Dalam hatiku, “Ah, seharusnya kan aku juga ikut di sana.” Rasa kecewa itu muncul lagi. Kutelan rasa itu dengan kalimat, “Nggak papa lah, kasihan juga abi dan anak-anak. Egois banget kalau aku tetap maksa pergi.”

Hari ini, 28 Oktober 2025, dari subuh abi sudah memberi kabar kalau Semarang hujan. Alhasil, abi telat jemput adik ke sekolah yang setiap pagi ikut aku dulu ke sekolah. Biasanya dijemput sekitar pukul 07.00, tadi pagi baru sampai ke sekolah sekitar pukul 07.30.

Ada teman juga yang mengabarkan keadaan Semarang sedang hujan deras dan macet di mana-mana. Eh, siang hari, teman yang ikut diklat cerita kalau sebagian besar jalanan di Semarang banjir.

“Ini masih cari jalan pulang. Karena mau lewat manapun banjir.”

Aku melihat story WhatsApp dari teman lain yang ikut diklat tersebut juga sama. Dia naik ojek online dengan posisi kaki dinaikkan ke atas karena air menggenangi jalanan. Sampai di story terakhirnya, “Tak perlu ajari aku kesabaran. Kurang sabar apa lagi aku ini?” tulisnya dengan potret kemacetan di sudut-sudut jalanan yang dia lalui.

Mak nyes hatiku.

Alhamdulillah.

Bukan aku mengutuk keadaan yang menimpa teman-teman. Allah tahu keadaanku. Kalau aku berada di posisi mereka, aku pasti bingung kalang kabut. Posisi jauh dari rumah, hujan, banjir, macet di mana-mana. Bahkan, saat aku menuliskan postingan ini, bisa jadi aku belum sampai di rumah. Ya, Allah tahu aku pasti tidak kuat. Endingnya bisa sakit dan kasihan semuanya; abi, anak-anak, dan juga muridku.

Dari kejadian ini, aku belajar bahwa tidak semua yang tampak sebagai penolakan itu berarti keburukan. Kadang, di balik sesuatu yang tidak kita dapatkan, tersimpan perlindungan yang tidak kita sadari. Allah menolak langkahku bukan karena aku tidak pantas, tapi karena Dia tahu jalan itu bukan yang terbaik untukku.

Aku juga menyadari, tidak semua doa harus dijawab dengan “iya”, karena kadang jawaban “tidak” adalah bentuk kasih sayang yang paling lembut dari Allah.

Aku gagal ikut diklat, tapi justru mendapat pelajaran paling berharga, yaitu tentang ikhlas, tentang percaya, dan tentang bagaimana cara Allah menjaga dengan cara-Nya sendiri.

Kamu pernah punya pengalaman yang hampir serupa? Tulis di kolom komentar, yuk!

11 komentar:

  1. Jeng Ikaaa, tulisanmu bikin aku nyentil (beneran) ke diri sendiri—ya ampun, kalimat “Pernah nggak sih kamu merasa sedang dilindungi Allah?” itu benar-benar menyentil. ❤️

    Kamu berhasil membingkai sebuah kegagalan jadi "blessing in disguise" dengan sangat lembut tapi powerful—keren banget deh cara kamu menulisnya. Terima kasih sudah berbagi pengalaman nyata yang bikin kita semua jadi ingat: kadang “tidak diizinkan” itu bukan penolakan, tapi proteksi tersembunyi. Keep shining ya, semoga tulisanmu makin banyak menyentuh hati orang.

    BalasHapus
  2. Selalu ada hikmah ya mbak, dari setiap kejadian dalam hidup kita. Dan menurut saya, ridho suami tuh emang sangat utama bagi perempuan yang berstatus sebagai istri.

    Saya pernah lho, walau suami udah melarang, tapi diam-diam saya tetap nekad. Dan jadinya ada hal tidak baik yang saya alami. Sejak itu, kalau suami melarang, saya manut.

    BalasHapus
  3. Masyaallah, kembali disadarkan efek nurut dengan suami ya, mbak, hehee.
    Kemaren juga lihat beritanya. Kota Semarang (Aku baru sekali ke Semarang).
    Kesan pertama panas bangeeet, trus kotanya luas juga dan aku seneng bisa masuk langsung ke toko oleh-oleh wingko babad kereta api.

    Tapi ngga nyangka ternyata Semarang sama kaya Medan. Kalau hujan deress bentar aja langsung banjir disegala penjuru dan akuu sungguh trauma sama banjir sebab motorku mogok 2 kali karena banjir huhuuu

    BalasHapus
  4. Daku juga kerap kali demikian kak, suka mikir, kenapa ya daku kok gak lolos di sana? Langsung deh keinget, pasti semua ada sesuatu yang Allah itu jaga buat kebaikan kita, dan pastinya memang bukan rejeki kita ke sana tapi ada di tempat lain.

    BalasHapus
  5. Semua peristiwa terjadi karena Allah mengizinkan. Dan salah satunya adalah lewat suami. Alhamdulillah senang bacanya jika Ika masih mengikuti sang imam di rumah. Meski awalnya diiringi dengan rasa jengkel yang tersimpul di hati.

    BalasHapus
  6. kebetulan saya habis menuntaskan ngaji filsafatnya Bapak Fahruddin Faiz tentang menata mindset
    Apa yang dialami Mbak Ika relate banget
    Kita sering terpaku pada hal-hal yang tidak bisa kita raih
    padahal jika kita ubah mindset, ternyata kebalikannya: kita banyak meraih hal yang menguntungkan

    BalasHapus
  7. Huwaaa iya mbak. Kadang hidup tak berjalan sesuai yang kita mau yaa. Kadang emang ngedumel sih di awal, tapi begitu tahu hikmahnya malah bersyukur. Cuma ya ituuu, manusiawi kan merasa dongkol di awalnya =))
    Ini yang Semarang banjir barusan beberapa hari lalu ya?
    Yang org2 ngatain pejabatnya gak ada jadi Semarang kalau ada banjir warganya jadi autopilot huhu.
    Kebayang sih yang ada di dataran rendah se-chaos apa. Semoga ada yang bisa mikirin solusinya jadi nggak ada banjir2 lagi di sana.

    BalasHapus
  8. Kadang memang enggak semuanya bisa digenggam. Kita memang harus merelakan kesempatan yang diinginkan, tapi tak bisa karena hal-hal lainnya. Selalu ada hikmah di sebalik itu kan. Pasti Allah ganti dengan kebaikan-kebaikan lainnya. Semangat, cmiwww

    BalasHapus
  9. Patuh sama perintah suami berbuah kebaikan dan bonus jadi wanita Sholeha. Bersyukur Gagal ikutan diklat terhindar dari bencana.

    BalasHapus
  10. Biasanya kalau sedang kecewa, saya suka berulang-ulang berkata dalam hati "Allah tau yang terbaik. Allah selalu memberikan yang terbaik." Ya, sebetulnya sudah pasti Allah memberikan yang terbaik untuk umat Nya. Hanya saja saya perlu mengucapkan berulang-ulang dalam hati agar tidak kecewa berlebihan. InsyaAllah akan selalu ada hikmahnya.

    BalasHapus
  11. Allahu musta'an yaa, ka..
    Rasanya Allah selalu punya cara terindah untuk membalut kesedihan menjadi sebuah doa terbaik dengan maksud mencari ridlo suami.

    Semoga akan ada kesempatan di waktu yang lebih baik untuk pelatihan berikut dan berikutnya yaa, ka Diyanika.

    Barakallaahu fiik~

    BalasHapus