Mataku panas banget. Setiap kali ingat Kak Ghifa, rasanya air mataku ingin terjun bebas. Rasa bersalah kemudian membuncah seenaknya memenuhi relung-relung aliran darahku. Di lain sisi, hatiku membenarkan, ah, aku ikut pelatihan literasi ini untuk masa depan kami yang lebih baik. Aku belajar hal yang aku minati agar kemampuan menulisku bisa lebih meningkat lagi. Apakah aku salah? Apakah aku egois jika aku meninggalkan balitaku yang baru berusia 2,5 tahun di rumah bersama Abinya saja? Aku belajar cuek atas komentar orang.
Sebagai orang tua, aku rela melakukan apa saja agar anakku memiliki masa depan yang lebih baik. Pun abinya. Tidak bertujuan memanjakannya, paling tidak saat dia ingin mengeksplorasi dunia ini, kami mampu memfasilitasinya. Bukankah memang seperti itu peran orang tua? Kemudian, bagaimana dengan peran seorang anak terhadap orang tua, dirinya sendiri, dan lingkungan?