Senin, 27 April 2020

Verbal Bullying yang Biasa Terjadi di Kelas 1 SD


"Kalau ada temannya yang salah, jangan ditertawakan. Disemangatin, dong!" ucapku ke anak-anak, aku emosional banget.

***

Pas ada temannya yang jatuh,

"Sukuriiiiiiiiiinn."

Bukan malah ditolongin, malah...

Hiiiihhh

***

"Bu Ika, mohon maaf, anak saya tidak mau berangkat karena takut sama si G. Katanya diejek terus, rambut keriting-keriting."

***

Saat istirahat, A dipukul F. Saat F kutanya, kenapa?

"A ngejek aku kok, Bu. Katanya Ibuku di Hongkong kerjaannya nyanyi terus pakai HP."

***

"D nggak bisa baca. D nggak bisa baca.  D nggak naik kelas."

***

Penggalan-penggalan cerita di atas sering sekali kutemukan di sekolah. Bahkan setiap hari kutemukan kasus seperti itu. Mungkin banyak kasus lain yang tidak kutemukan dan hanya dipendam sendiri oleh sang korban. Memang bisa seperti itu? Bisa banget.

Aku adalah salah satu korban verbal bullying di masa SD. Kurasa pas masa ini adalah masa-masa paling parah. Setiap hari aku dibully oleh teman-temanku, terutama anak laki-laki. Kuketahui kini, sebenarnya mereka membullyku bukan hanya karena tidak suka denganku, tapi ada juga yang karena ingin menggodaku saja.

"Trondol pitik."-Karena rambutku selalu pendek.

"Cebol."-Karena tubuhku yang pendek, dulu.

"Siteng." -Kulitku lebih gelap

"Boto setugel." Karena tubuhku pendek, seperti ukuran setengah batu bata

"Bibir monyong."-Kalau marah, bibirku kan mecucu, maju.

Itulah kata-kata yang singkat tapi begitu menusuk hati. Aku nggak mau anak-anak didikku merasakan hal yang sama.

***
Setiap kali pulang ke rumah, aku pasti menangis, kemudian mengadu ke ibuk.

"Buk, Si J lho, Buk, ngarani (mengejek) aku trondol pitik terus. Aku sebel."

Ibuku seringkali menjawab, "Sudah, sudah. Nggak usah kamu gagas (pikir). Besok kalau diulangi lagi, wis biarin saja. Nanti kalau capek lah diem sendiri."

Duh, buk, ibuk kan nggak mengalami. Aku jengkel banget. Pengen banget kujambak-jambak rambutnya. Kujedotin kepalanya di tembok. Ahhhh...Sampai-sampai aku malas sekolah kalau ingat kejadian seperti itu. Padahal kan ada banyak anak perempuan yang lain, kenapa harus aku? Kenapa?

Jujur, ya, jujur banget ini. Sampai sekarang aku masih hapal betul siapa-siapa saja yang dulu sering membully aku di masa SD. Bahkan kalau ketemu di jalan, aku masih sering membatin, "Dulu kamu sering membullyku dengan mengejek ini."

Membekas. Lekat banget di ingatanku.

Oleh karena itu, sekarang, aku mendapat kesempatan untuk menjadi agent of change dalam mengurangi adanya verbal bully khususnya di kelasku. Aku nggak tahu persis bagaimana setiap guru menindaklanjuti kasus verbal bullying. Kalau pas zamanku dulu sih, ya, setiap kali aku ngadu soal verbal bullying, guruku, kebanyakan, akan selalu menjawab begini,

"Ya, nanti si A bu guru marahi. Sudah sana main lagi."

Setelah itu guruku tak beranjak dari mejanya di kantor guru. Entah beliau benar-benar memarahi si A atau tidak. Toh, nyatanya si A lagi dan lagi mengejekku sampai aku lulus SD. Mungkinkah verbal bullying seperti itu memang dianggap sebagai guyonan anak kecil yang biasa terjadi? Biasalah anak-anak, nanti juga main bersama lagi. Begitu?

Sebagai fungsi peranku di kelas, apalagi aku adalah mantan korban verbal bullying, aku selalu berusaha untuk menyelesaikan masalah saat itu juga. Pokoknya kudu selesai dan mereka saling maaf-maafan, kemudian berpelukan.

Seperti ini yang seringkali kulakukan saat ada kasus di kelas.

"Siapa saja yang membuat D menangis? Masuk kelas, yang lain keluar!"

Nanti anak-anak akan bilang, ini bu, itu bu.

Semua yang bermasalah masuk kelas. Di dalam kelas, kuinterogasi mereka satu per satu, awalnya bagaimana, siapa saja yang terlibat, urutan-urutannya seperti apa, dll.

Setelah alurnya semua jelas, anak-anakku yang di luar aku suruh masuk sedangkan yang bermasalah tadi tetap di depan kelas seperti saat awal kuinterogasi.

Kuceritakan semua duduk permasalahannya. Kemudian semua kukembalikan ke anak-anak untuk menilainya.

"Menurut kalian, yang mereka lakukan itu baik nggak? Benar nggak? Patut ditiru nggak?"

"Menurut kalian, harusnya teman-teman ini ngapain setelah ini?"

Mereka pasti akan menjawab, "Maaf-maafan, Bu, terus berpelukan. Kalau nggak mau maaf-maafan nanti hatinya menghitam, busuk."

Bagian ini, bagian ini tuh sangat penting buatku. Aku pernah memposting salah satu kejadian ini di highlight IG storyku (@diya_nika) dengan label Saling Memaafkan. Kamu bisa cek di sana.

Susah lho bermaaf-bermaafan. Kita yang sudah dewasa saja seringkali kegedhen ego, minta maaf duluan masih ogah. Padahal minta maaf terlebih dahulu tuh bukan karena memang kita yang salah.

Lihat kejadian saling memaafkan dan kemudian anak-anak berpelukan tuh ya rasanya mak nyeeess banget. Ya Allah. Haru banget.

Alhamdulillah, ini entah anak-anak atau memang sudah manusiawi, setelah maaf-maafan seperti itu kurasa tidak ada yang mengganjal di hati mereka. Berbeda denganku, dulu, mengadu masalah, tapi tidak ada penyelesaiannya, sampai sekarang masih mengganjal di hati. Toh,  kejadian-kejadian tersbut bisa jadi contoh untuk teman lainnya pula. Mikir ulang lah ya kalau mau membully temannya?

Apakah sudah selesai? Belum. Biasanya nih, kejadian seperti ini aku video, aku share di grup kelas agar wali muridku tahu kejadian di kelas. Tentu dengan segala pengertian tidak untuk 'menjatuhkan' anak-anak yang saat itu bermasalah dan menjadikan kejadian hari itu sebagai pelajaran bersama.

Secara pribadi, aku akan japri wali murid anak-anak yang hari itu menjadi 'artisnya'. Membesarkan hati mereka, meminta tidak memarahi anak-anaknya karena itulah sifat khas anak-anak. Aku hanya ingin ada peran orangtua dalam mengurangi adanya verbal bullying.

Kan aku nggak tahu persis bagaimana mereka apabila saat di rumah. Bisa jadi anak melakukan verbal bullying kepada temannya karena dia juga sering mendapatkan hal yang sama dari orangtuanya atau lingkungan terdekat. Bisa kan seperti ini?

Alhamdulillah, sejauh ini, langkah seperti yang kuceritakan di atas cukup berhasil. Setiap kali selesai ada kejadian tersebut, esoknya, kugoda anak-anak 'artis' tadi.

"Kemarin sampai rumah dimarahin ibuk?"

"Enggak. Cuma dikasih tahu kayak yang Bu Ika bilang. Nggak boleh ngejek teman. Kasihan."

Ehm, syukurlah.

Eits, tunggu dulu, sebagai guru, aku bukan hanya mampu menyelesaikan masalah verbal bullying di kelas. Aku juga pernah kena verbal bullying dari anak didikku sendiri. Bisa? Bangeeeettt.

Contoh simpelnya, misal aku menggambar di papan tulis, jumlahnya ternyata kelebihan, pokoknya ada yang salah, kemudian ada salah satu anak didikku yang ngasih tahu.

Nah, pasti ada saja anak didikku yang lain tertawa di belakangku, "Hahahaha...Hooooo bu guru ki salah-salah, piye wi?"

Kalau sudah seperti itu, aku membalik badan, lihat anak-anak sejenak dengan muka kecewa,

"Bu Ika minta maaf, ya, kalau ada yang harus menghapus dan menulis ulang karena Bu Ika salah nulis. Tapi, kan Bu Ika juga manusia. Kalau Bu Ika salah sedikit saja, kalian langsung pada ngetawain Bu Ika. Coba saja kalau Bu Ika nggak salah, kalian pernah nggak ngasih jempol ke Bu Ika, seperti kalian kalau pas kerjanya bagus selalu Bu Ika kasih jempol?"

Mereka diam. Yang tadi ketawa menundukkan kepalanya begitu dalam.

"Tolong, besok lagi jangan seperti itu, ya. Kan sakit di sini (aku nunjuk di dadaku)." Kataku sembari tersenyum.

Mereka ikutan tersenyum manis.

***

Seringkali memang begitu, ya, kita sering melihat salahnya doang, kebenarannya yang lebih dominan malah jarang diapresiasi.

Yuk, ah, biasakan untuk lebih sering mengapresiasi orang di sekitar kita, dengan harapan itu juga bisa memutus rantai verbal bullying. Semoga.

Kamu, pernah jadi korban bullying juga pasti, kan? Coba deh tulis di kolom komentar bawah ini. Siapa tahu bisa jadi proses penyembuhan untukmu sendiri. Atau biar makin afdol, tulis saja di blog kamu.

29 komentar:

  1. Saya kasih Bu Ika dua jempol deh, hehe. Iya peran guru sangat penting dalam 'mendamaikan' verbal bullying di kelas ya Mbak, supaya tidak berkelanjutan jadi dendam.

    Penting banget diajarkan ke anak-anak sejak masih kecil bahwa verbal bullying itu tidak boleh dilakukan karena dampaknya panjang dan bikin nggak percaya diri. Keren deh Bu Guru Ika, semoga terus istiqomah mencetak generasi Indonesia bebas bullying yaa :)

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah kalau gurunya kaya bu Ika yang mengerti & mau belajar serta mendidik anak muridnya supaya gak melakukan verbal bullying. PErnah ada ga ortu yg gak terima anaknya ditegur karena melakukan verbal bullying?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada, Mbak. Tapi, sebelum beliau ngamuk, saya amuk dulu dengan paparan kenyataan di kelas. Karena kebanyakan anak yang sering melakukan verbal bullying itu beda di sekolah, beda di rumah.

      Hapus
  3. Ku jadi pen nyanyik..sakitnya tuh disiniiii..

    Semangat Bu Guru Ika, akan selalu ada dan memang paling seneng melihat salahnya, benarnya ga diapresiasi.

    Dulu pas SD jadi "anak baru" di Bully pas pertama kali memasuki dunia kerja pun dibully. Aku sih dasarnya cuek, tapi tetep kalo kbangetan aku bakalan nangis dipojokan

    BalasHapus
  4. Anak2ku dulu korban bullying karena sering pindah, jadi anak baru terus. Kalau si kakak lebih tangguh ya, tapi si adik jadi super pendiam. Apalagi badannya lebih berisi, jadi mudah buat sasaran verbal bullying. Alhamdulillah mereka bisa bertahan dengan menjadi juara kelas terus. Tapi kalau bisa mengulang sih, aku lebih suka mereka melewati masa sekolah dengan banyak teman & ceria dibanding terus-menerus belajar karena berambisi mengalahkan teman2nya yg banyak omong.

    BalasHapus
  5. Ugh...mantap, Bu Ika. Saya suka gaya Ibuuu!!!

    Saya sering lho japri wali kelas saat ada sesuatu dg anak saya. Baik yg berhubg lgsg spt barang dirusak,dibully, juga smp masalah anak lain yg berpotensi bahaya.

    Misal pas anak sy cerita teman-temannya suka nonton video yg enggak-enggak, saya japri wali kelas.

    Pokoknya sy rajin japri deh. Haha..wali murid macam apa ini saya.

    BalasHapus
  6. Bu Guru Ika idola nih, coba gurunya anakku kayak gini, bakalan senang deh murid dan wali muridnya.
    Kebetulan dari kecil aku punya postur dan penampakan yang gahar, jadi ga ada yang berani bully, Ika. :)) Maaf ga bisa nyeritain pengalaman dibully.

    BalasHapus
  7. Jiah bahagia banget punya bu guru kaya Bu Ika,hehe.bullying ini emang bikin waswas ortu di rumah en guru di sekolah ya Mbak. Ini jadi peer besar bagi kita semua.Dan masalah ini bukan masalah sepele sebenarnya.oleh karenanya mumpung belum gede, ortu dab guru bisa bekerjasama untuk meminimalisasi terjadinya bullying di sekolah.

    BalasHapus
  8. Kalo semua guru seperti bu ika, bisa memutus mata rantai bullying dengan cara yang santun nih . Thumbs up :)

    BalasHapus
  9. bullying ini terlihat sederhana tapi efeknya luar biasa ya, anakku pernah di ejek gendut oleh temannya yang kurus sekali, jadi anakku yang badannya biasa saja malah dikatain gendut :(

    BalasHapus
  10. aku dulu waktu SD juga sering dikata2in gitu mba. gak cuma aku sih, tapi memang seringkali semuanya saling ejek. ternyata termasuk dalam kategori verbal bullying ya.. saat itu sih ku menganggapnya bercandaan aja. tapi bagi sebagian orang, cukup menyakitkan ya..

    keren mba, cara mendidik anak-anak muridnya.. :)

    BalasHapus
  11. saya juga korban bullying saat masih sekolah dulu, Mba. Suka diejek sama teman-teman karena badanku kurus, huhuhu :(

    BalasHapus
  12. Keren, bu Ika guru favorit murid-murid ini.
    Kalau seandainya semua guru bersikap seperti ini, sekolah akan menjadi tempat yang paling selalu ingin didatangi anak-anak.
    Aku dr kecil banyak mempunyai 'julukan'yg merupkan gambaran dr kekurangan fisik, hiks.

    BalasHapus
  13. Kereeeen Bu Ika.. Peran guru kelas / wali kelas memang sangat besar ya.. Semoga semua guru seperti ini juga sehingga tak ada lagi merasakan pedihnya tuh di siniii...

    BalasHapus
  14. Bagus banget mbak apalagi peran dimaksimalkan dalam memberantas bully ini. Aku paling nggak ngerti dengan anak-anak yang memiliki prilaku bully. Semoga terus bisa diberantas ya mbak apalagi di masa sekolah.

    BalasHapus
  15. sedih banget bahkan anak SD kelas 1 pun udah kenal dengan bullying yaa, semoga adik adik kita, anak anak kita, dijauhkan dari teman teman yang yang hobby membully

    BalasHapus
  16. Memang tidak mudah menangani isu bullying ini ya mba karena seringkali anak - anak tidak sadar dan sudah 'terbiasa' melakukan bullying, terutama terkait penampilan fisik seseorang. Mereka harus tau sejak dini bahwa ejekan yang dianggap main - main itu berbekas dalam dan bisa menjadi masalah besar nantinya

    BalasHapus
  17. jadi inget waktu aku SD pernah dibully juga. duh, sekrang sih berusaha banget ya agak anakku nanti gak terkena bullying maupun jadi pelaku bully atau perundungan.

    BalasHapus
  18. Verbal bullying ini sebenarnya sejak dulu udah ada ya. Tapi ke sini sini makin parah, sampe ke fisik, bahkan sampe ada yang bunuh diri. Miris banget. Aku berusaha ngajarin anakku agar gak sampe nyakitin siapa aja dengan perkataannya. Pun juga suka nanyaim dengan hati-hati apakah ada temannya yang menyakitinya baik secara verbal maupun fisik

    BalasHapus
  19. Aku sih ngga pernah, tapi anakku pernah huhu dan itu bikin emosi jiwa sih, dan suka kesel kenapa anak SD udah suka ngebully orang lain, apa kabar nanti kalo udah gede huhu semoga verbal bullying berkurang ya di SD

    BalasHapus
  20. Alhamdulillah ada bu guru seperti Bu Ika ya...sebetulnya kalau basic di rumah bagus pendidikannya anak2 ga akan deh ngebuly gitu ya karena sdh tau itu salah dan tidak terbiasa melakukan itu...

    BalasHapus
  21. AKu pernah jadi korban bullying sama guru, bahkan.
    Tapi budaya orang Surabaya yang ceplas-ceplos tanpa memikirkan perasaan orang lain, aku sudah maklumi.
    Meski sakitnya masih tergambar jelas di hatiku.

    BalasHapus
  22. Nah anakku setiap kupulang kerja sll cerita bunda, tadi si A ngejek temannya dan aku cuman kunasehati agar tdk melakukan hal yang sama serta menasehati temannya jangan lakukan yg demikian..btw bagus Bu Ika jgn sampe nti mengganjal y krn bu guru adalah wali di sekolah

    BalasHapus
  23. Tapi sedihnya masih banyak ortu yang anggap itu bukan bullying dan kenakalan anak semata. Padahal bullying lebih parah bisa diantisipasi ya atau dicegah mba

    BalasHapus
  24. Membaca penggalan-penggalan di atas jadi merenung bahwa inilah potret para orang tua dalam mendidik anak. Seharusnya para orang tua ini memberikan pendidikan akhlak yang benar dan baik sejak di rumah sehingga ketika di sekolah mereka tidak melakukan bulliying kepada teman-temannya.

    BalasHapus
  25. Iya banget, di kelas dasar awal udah banyak anak-anak yang melakukan verbal bullying. Kita harus bener-bener menguatkan anak-anak kita apalagi kalau sampai jadi korban.

    BalasHapus
  26. Mbak aku salut ada guru yang mau peduli soal bullying ini soalnya seringnya suka anggap guyonan bahkan gak peduli. Semoga anak2 gak ada yg saling bully keterlauan lg ya mbak.

    BalasHapus
  27. iya ih, bener...
    anak SD itu beneran rentan bullying.
    Tapi dulu saya bodo amat gitu kalau ada yang ngata2in, hehe

    BalasHapus
  28. Karena kelas 1 itu transisi dari TK ya, jadinya anak2 gitu itu kelakuannya.
    Semogaaaa kita semua bisa mendidik anak untuk makin sholeh dan baik hati

    BalasHapus