Sabtu, 28 Januari 2023

Bismillah, Jualan Online


Untuk memutuskan jualan online lewat status whatsapp adalah karena aku hobi sekali pegang HP. Bangun tidur, mau ke sekolah, saat anak-anak istirahat, apa sih yang kucari kalau bukan HP?

Sudah lama sebenarnya aku ingin berjualan online. Tapi, terhalang dengan rasa malu. Guru PNS kok jualan? Apa gajinya masih kurang? Nah, anggapan seperti itulah yang membuatku maju mundur untuk jualan.

Kemudian, aku juga kadang merasa, ini kok status whatsapp pada jualan semua to? Muncul rasa risih juga sih. Lah, kalau aku jualan juga, pasti orang-orang akan merasakan hal yang sama saat melihat status yang kupasang?

Ada juga pertanyaan, kalau semua pada jualan, yang beli siapa, ya? Karena kontak yang ada di HP ku juga banyak yang jualan. Ada yang kalangan guru juga malah.

Balik lagi soal rezeki sih ya, semua sudah diatur. Kenyataannya, minimarket yang saling berhadapan dengan barang dagangan yang hampir sama juga tetap ada yang beli.

Apa sih yang aku jual? Ada pakaian, kerudung, sarung, mukena, dll. Aku sistem jualnya nggak pakai daftar-daftar. Hanya modal share doang. Agen yang kupromoin ini dari Pekalongan.

Sebenarnya semua berawal karena aku sudah langganan belanja di agen tersebut. Karena merasa cocok dengan harganya dan sangat masuk akal, apalagi tanpa biaya pendaftaran, kenapa tidak?

Akan tetapi, dalam berjualan ini aku bikin strategi tersendiri. Karena aku juga punya branding sebagai guru, aku akan posting dagangan di sekitar pukul 03.00 an. Agar siangnya aku bisa share status kaitannya dengan profesiku sebagai guru.

Di hari pertama posting dagangan, apakah ada yang beli? Hahaha. Belum ada. Akan tetapi, yang lihat banyak. Paling nggak, orang yang ada di kontakku jadi tahu kalau aku sekarang ini mulai jualan online.

Wis to, aku percaya, sopo gelem obah, wetenge wareg (siapa yang mau bergerak, perutnya akan kenyang). Bismillah, jualan online.

Sampai sini aku jadi ingat pesannya Mbah Maimun yang intinya, kalau jadi guru, sebaiknya harus punya penghasilan sampingan lainnya.

Pesannya bagus banget dan aku setuju dengan catatan tupoksi sebagai guru tidak terbengkalai.

Saat ini aku juga terima les privat lagi, seminggu hanya dua kali pertemuan. Demi apa coba? Demi nggak mikir kalau anak minta jajan, mau beli lipen, dan jajan siomay depan sekolah. Hahaha.

Kalau mau ngandelin tambahan dari nulis blog, job juga sepi, apalagi aku bagi waktunya juga masih keteteran. Mau ikut lomba blog, duh, modalnya itu lho, waktu, pikiran, tenaga kudu ekstra banget dan aku angkat tangan. Tugas di dunia nyata sudah cukup buatku ngos-ngosan.

Semangat selalu pokoknya, ya, untuk kita pejuan cuan halal untuk keluarga. Terpenting, lakukan dengan hepi. Akan sangat hepi kalau hobi atau kesenanganku pegang HP ini bisa menghasilkan cuan beneran.

Ntar, kalau aku berhasil dapat pembeli pertama, akan kuceritakan di blog ini juga. Tunggu dan doain ya.



Salam,

Ika Hardiyan Aksari

Sabtu, 14 Januari 2023

Lato-Lato Tak Buatku Geram

jateng.suara.com

“Di rumah, di sekolah, tak tek tak tek!” gumam teman sejawatku.

“Hehehe... Yo maklum, nembe musim.” Ujarku.

“Selot suwe risih, Mbak.”

Aku hanya nyengir.

Tak lama, ibu kepala sekolah masuk ruang guru.

“Bapak Ibu, tolong yang mainan lato-lato disita saja. Nanti kalau pulang baru dikembalikan. Berisik sekali.”

“Penjual e ki kok yo pinter banget. Ada-ada saja yang dijual.” Celetuk teman sejawat yang lain.

“Mereka yang dicari mana yang laris dan untung.” Jawabku.

*** 

Kupencet bel masuk setelah istirahat pertama. Dari dalam ruang guru kupandangi muridku yang sedang berbaris di depan kelas. Ada beberapa murid yang masih asyik main lato-lato.

“Woy, dilihatin Bu Ika itu lho. Cepet baris!”

Murid yang diperingatkan temannya memandang ke arahku dan ngacir segera berbaris di bagian belakang.

Aku segera ke kelas. Saat sampai di tengah pintu, kudengar, tak tek tak tek tak tek. Aku hanya diam di tempat sambil menatap tajam ke arah muridku  yang bermain lato-lato.

“Bu Ika diam, kalian nggak paham. Kalau Bu Ika ngomel, kamu bilang galak.”

Suara lato-lato langsung lenyap.

“Bu Ika tidak mau tahu alasan kamu, tapi selama di dalam kelas, apalagi saat pembelajaran berlangsung, dilarang bermain lato-lato. Kalau ada yang berani memainkan lato-lato, akan Bu Ika sita. Silakan ambil lato-latomu saat pulang sekolah tiba.”

Mereka diam. Ada yang segera memasukkan lato-latonya ke dalam tas.

“Silakan kalau mau main saat jam istirahat saja. Bu Ika tidak melarang. Asalkan tetap hati-hati. Apa, ya, sopan, saat Bu Ika sedang semangat-semangatnya menjelaskan, eh, kamu malah mainan? Adakah pertanyaan? Atau ada yang mau berpendapat lain?”

Tak ada jawaban.

“Kalau tidak ada, berarti kalian sepakat?”

“Sepakat!”

“OK.”

***

Semenjak kesepakatan itu dibuat, tak ada satupun muridku yang bermain lato-lato saat di dalam kelas atau saat pembelajaran berlangsung. Kelasku aman dari suara tak tek tak tek.

Kalau di luar kelas, monggo. Itu kan hak mereka untuk bermain. Bukankah anak SD memang waktunya untuk bermain? Apalagi anak-anak laki-laki, ingin main terus. Karena memang otaknya yang dominan memang bagian main mulu. Bermain adalah proses berpikirnya.

Aku bisa bicara seperti itu karena anakku juga laki-laki. Kalau di rumah pun ada saja yang dilakukan. Lima belas menit main lato-lato, kemudian motong-motong kardus untuk dibuat kapal, saat ini lagi demam bikin reog dari kardus. Ya, silakan.

Oleh karena itu, aku tidak pernah geram kalau ada muridku yang main lato-lato. Asalkan tidak saat di dalam kelas atau pas proses pembelajaran berlangsung. Hal ini sebenarnya nge-tes muridku, apakah mereka disiplin dan tanggung jawab atas kesepakatan yang telah kami sepakati bersama.

Alhamdulillah, dengan mengikutsertakan mereka untuk membuat aturan, tak ada teriakan kesalku karena demam lato-lato.

Ini kalau di kelasku, kalau di kelas lain atau sekolah lain gimana, ya?

Rabu, 28 Desember 2022

Bangkit Bersama dengan Menggaet Peran Serta Orangtua Siswa


Target Indonesia emas (2045) adalah negara kita telah menjadi negara maju bahkan sejajar dengan negara adidaya. Tentu persiapannya harus matang. Salah satunya memiliki sumber daya manusia yang unggul, memiliki karakter, dan berkualitas.

Covid 19 melanda, siswa belajar secara daring, dan kini saat siswa kembali ke sekolah, muncul rasa cemas dan gelisah karena merasa tertinggal atau belum memahami suatu materi pelajaran. Hal itu mengakibatkan semangat belajarnya kendor. Selain itu, kebiasaan terlalu sering berinteraksi dengan gadget, siswa menjadi lupa makan, lupa beribadah, bahkan berkurangnya sifat sopan santun. 

Bukan hanya tugas seorang guru untuk membenahi anak bangsa yang tengah ditenggelamkan buaian kebiasaan selama school from home. Guru membutuhkan dukungan dari semua pihak. Sebut saja ini adalah tugas dari tri pusat pendidikan, yaitu sekolah, masyarakat, dan orangtua siswa.

Unicef Indonesia mengajak guru dan orangtua untuk bersama-sama melakukan 3 hal untuk mendukung anak yang merasa kesulitan dengan pelajarannya setelah kembali ke sekolah, yaitu dengan beri dukungan (orangtua bertanya kepada siswa, keadaannya selama di sekolah), beri bantuan (guru memberikan bantuan dengan mendengarkan kesulitan siswa), dan tindak lanjut (bersama orangtua, siswa menindaklanjuti apa yang telah dia dapat dan rasakan).

Aksi nyata yang telah saya dan orangtua siswa lakukan untuk pemulihan setelah pandemi adalah dengan memanfaaatkan WhatsApp Group kelas secara maksimal. Aplikasi pesan instan lintas platform gratis ini kami gunakan untuk; (1) pengembangan kegiatan di sekolah; di awal semester saya akan membagikan semua informasi berkaitan dengan jadwal pelajaran, jadwal piket, jam tambahan, peraturan kelas, kegiatan-kegiatan sekolah untuk pembenahan karakter siswa, update informasi lainnya agar orangtua tahu kegiatan anaknya di sekolah dan merasa dilibatkan dengan kegiatan di sekolah, (2) konsultasi; tugas sebagai guru tidak hanya dari pukul 07.00 – 14.00, melainkan 24 jam. Kapan saja siswa atau orangtua siswa bertanya, bahkan sampai curhat berkaitan topik sekolah, dipersilakan, (3) pengontrolan terhadap siswa; sebagai guru saya akan melaporkan kejadian dan kegiatan di sekolah per hari, begitu sebaliknya, saat saya membutuhkan informasi kegiatan siswa di luar sekolah, orangtua begitu sigap mengabarkan, (4) pengawasan dan evaluasi; melalui aplikasi ini orangtua siswa dapat mengawasi siswa selama jam sekolah, pun dipersilakan memberikan masukan atas program sekolah yang dilaksanakan.

Dari aksi kecil yang telah kami lakukan, setiap ada maslaah atau keluhan yang dialami sisiwa segera teratasi. Kini, siswa tampak lebih semangat setiap kali berangkat sekolah. Selama proses pembelajaran di kelas pun begitu antusias. Kami berharap aksi ini bisa sedikit membantu untuk membangun bangsa dalam mencetak sumber daya manusia yang diharapkan sesuai target mencapai Indonesia Emas mendatang.

Rabu, 23 November 2022

Ceritaku Mengenali dan Mengembangkan Inner Strengt Anak Bersama Biskuat Academy 2022


“Kenapa anakku tidak seperti anak-anak pada umumnya, ya?”

Itulah pertanyaanku dengan ditemani rasa jengkel nan keheranan saat anakku yang pertama masuk PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini).

Bedanya apa dengan anak seusianya? Kalau anak-anak lainnya mau ditunggui di luar kelas, beda dengan anakku, yang nunggui harus di samping kursi tempat duduknya. Begitu terus sampai awal masuk TK. Dari murid satu kelas, hal itu hanya terjadi pada anakku. Bahkan, saat TK B, di saat teman-temannya pada menolak diantar sampai masuk kelas, anakku? Ya, harus drama dulu, nangis sambil gedor-gedor pintu kelas.

Lihat ke arah yang nganter sekolah

Anakku Berbeda

Saat itu, pertanyaan yang muncul dalam diriku, yang notabene sebagai guru SD, kenapa anakku terlalu beda dengan teman-temannya? Kenapa?

Beda cerita saat anakku masuk SD. Dengan keputusan mantab, kumasukkan dia di sekolah tempatku mengajar. Belum ada sebulan, kupingku setiap hari dibikin panas.

“Anakmu itu lho Mbak, nggak punya sopan santun. Kalau ditanya diam saja. Giliran jawab malah membantah.”

“Anakmu, Mbak, ngomong kasar kepada ibu kepala sekolah.”

Saat pertama kali mendapat cerita dari teman guru tersebut, duh, rasanya darahku seketika naik sampai ubun-ubun. Aku langsung memanggil anakku ke kantor guru dan memarahinya habis-habisan tanpa mendengar cerita kejadian yang sebenarnya versi dia.

Lagi, saat kabar kurang mengenak-kan hati datang dari guru kelasnya tentang teman sekelas anakku, yang sama-sama anak guru, tapi beda tempat tugas,

“Si ini itu pinter kalau pelajaran Matematika, bla bla bla bla....”

Padahal sebelumnya guru tersebut baru selesai cerita kalau anakku dapat nilai 20 di mata pelajaran tersebut.

Aku dan anak pertamaku

Ya Allah, rasanya, entahlah, bingung harus bagaimana. Sampai-sampai aku pernah mikir, apakah anakku tidak punya hal yang bisa dibanggakan? Guru yang satu bilang anakku nggak sopan, yang lain bilang anakku lemah di pelajaran Matematika. Kok rasanya lingkungan begitu mengintimidasi anakku, pun aku. Sebagai guru, aku sampai berpikir, bagaimana caranya menemukan ‘sesuatu’ dalam diri anakku sendiri? Jujur, aku juga malu.

Disadarkan oleh Nasihat Orang Lain

Hampir setiap hari mendapat celoteh dari teman guru mengenai kekurangan anakku, aku pernah berpikir, apakah keputusanku memasukkan dia di sekolah tempatku mengajar ini adalah keputusan yang salah? Tapi, nggak mungkin juga kalau tiba-tiba kupindah ke sekolah sebelah.

Setiap anak-anakku sudah terlelap, obrolan sebelum tidur antara aku dan suami tak jauh-jauh dari cerita anak pertamaku di sekolah.

“Kita harus bagaimana, ya, Abi? Aku takutnya kalau ini malah berakibat tidak baik dengan Kakak. Jujur, aku juga merasa tidak nyaman, malu juga, Bi. Kalau anak kita terus-terusan dicemooh seperti itu, bagaimana?”

Suamiku menjawab, “Kamu yang sabar, Kakak nggak perlu dimarahi. Diajak ngobrol baik-baik saja.”

Gelisah, pasti. Setiap hari aku jadi deg-deg-an juga. Hari ini bakal ada kabar buruk apa lagi tentang anakku dari teman sejawat?

Hingga suatu ketika, aku hanya berdua dengan teman guru yang sudah senior di kantor guru.

“Bu, menurut panjenengan, saya harus bagaimana, ya?”

Makan sendiri dan nggak pakai drama

Kuceritakan semua yang terjadi. Belum selesai ceritaku, beliau langsung menjawab, “Alah, Mbak, sudah biarkan saja. Panjenengan fokus kepada Ghifari (nama anakku). Namanya anak-anak, apalagi kelas 1, ya, wajar seperti itu. Tugas kita sebagai guru, apalagi orangtuanya, ya memang membenahi. Kalau panjenengan dapat kabar seperti itu, jangan langsung dimarahi! Itulah anak-anak. Anak-anak saya juga dulu seperti itu, kok. Maklum. Diarahkan saja.”

Belajar Menghargai Anakku Apa Adanya

Semenjak obrolanku dengan teman guru senior waktu itu, semua mulai kubenahi. Pelan-pelanlah. Kusadari dan terima bahwa semua butuh proses.

Aku sadar betul, ternyata, selama ini jago menghadapi problem murid-muridku, tetapi menghandle masalah anak sendiri malah kelimpungan. Hihihi, tunjuk hidungku sendiri. Malu.

Nah, saat teman sejawat mulai mengeluarkan keluhan tentang anakku, aku cukup menjawab, “Oh, ya? Maaf, ya, Mbak. Nanti kuperingatkan.”

Apakah aku marah dengan anakku setiap kali teman guruku mengadu kekurangannya? Tidak. Tapi, kuajak ngobrol dengan baik-baik. Biasanya, saat mengantar dia pulang, di atas motor, kami ngobrol ngalor ngidul. Kalau tidak sempat, saat makan dan hendak tidur adalah pilihan waktu yang paling pas untuk mengulas kegiatan yang dilakukannya selama seharian.

Pertanyaan yang kuajukan tidak langsung menjurus ke inti masalah. Kupancing dia dengan pertanyaan yang simpel, biasanya dia akan bercerita panjang lebar. Kalau memang kurasa ada yang kurang pas, aku pun memberitahunya mana yang salah dan harusnya seperti apa.

Dari kebiasaan yang kulakukan, yaitu lebih sering mendengarkan ceritanya, ternyata ada perubahan dalam diri anakku. Bisa jadi dia merasa lebih dihargai. Hal yang paling terasa bedanya adalah sekarang kalau aku minta bantuan, nggak perlu deh ngulang tolong tolong sampai beberapa kali. Alhamdulillah.

Kedua anakku, teruslah saling menyayangi.

Ada suatu momen yang baru-baru ini terjadi dan membuat hatiku hangat. Suatu Minggu, di rumah ada acara memperingati 1000 hari ibuku. Sore hari, saat semua orang sudah pada pulang, kemudian suami sedang ke rumah mertua, tinggal aku dan anak-anak, tiba-tiba ada empat orang tamu. Eh, si adik rewel minta gendong terus. Padahal aku hendak menyiapkan minuman untuk tamu. Tahu-tahu, Kakak dari belakang sudah membawa gelas sesuai jumlah tamu, kemudian dengan tergopoh-gopoh menuang cerek berisi teh.

Mataku terkesiap melihat momen itu. Bibirku sejurus mengucapkan terima kasih kepadanya dan Kakak menghampiriku, memeluk pinggangku, dan berkata, “Lha adik rewel, Ummi repot.”

Seketika mataku mengembun. Ternyata, anakku bisa juga seperti itu.

Menjadi Orangtua yang Sabar dan Full Senyum

Namanya juga anak-anak, mereka sangat unik, rasa ingin tahunya tinggi, dan banyak sekali idenya. Sekarang ini, anakku sedang gandrung banget dengan yang namanya barongan. Hampir setiap saat main ke rumah sepupu untuk main barongan. Selepas isya dia sudah mengantuk, akhirnya tugas sekolah tidak tersentuh.

Pagi hari, susahnya minta ampun kalau dibangunkan. Alasannya, “Masih ngantuk, Mi. Ngantuk.” 

Huuuhhh... sabar. Aku harus cari cara agar dia memiliki tanggungjawab dan disiplin terhadap tugas sekolahnya. Tapi, yang pasti kusampaikan adalah anakku tahu kalau yang dilakukannya adalah salah dan harus diperbaiki untuk ke depannya. Bagiku sangat wajar kalau anak melakukan kesalahan. Asalkan dia juga tahu bahwa kesalahan itu harus dijadikan pelajaran berharga untuk masa depannya, nanti.

Berbeda cerita kalau urusan salat berjamaah di masjid (kecuali subuh) bersama abi. Baru dengar adzan sudah teriak-teriak, “Abi, ayo jamaah, jangan malas!”, kemudian wudhu dan mengganti baju dan sarung terbaiknya, pakai parfum, kemudian mengeluarkan sepedanya untuk berangkat ke masjid.

Ya, menjadi orangtua memang harus sabar, syukur-syukur bisa selalu full senyum agar tetap waras dalam menyikapi plah tingkah anak-anak.

Aku Harus Bisa Menjadi Orangtua yang Bijak

Aku menerima kalau saat ini anakku memang lemah di pelajaran Matematika terutama materi pengurangan dengan teknik meminjam. Kalau aku bijak, kenyataan tersebut harusnya tidak membuatku kemudian menjudge bahwa anakku tidak bisa pelajaran Matematika. Toh, ke depannya, kesuksesan anakku tidak dijamin hanya dengan nilai akademiknya yang bagus saja. Karena aku sendiri pun mengalaminya. Dari SD sampai kuliah selalu mendapatkan nilai yang terdepan, akan tetapi saat terjun di lapangan, justru bukan perkara nilai yang membuatku bertahan sampai sekarang. Melainkan kekuatan dari dalam atau sering disebut dengan inner strength yang kumiliki.

Agustus lalu, saat aku disibukkan dengan kegiatan perkuliahan onlineku, sayup-sayup kudengar nama anakku disebut oleh suporter lomba di lapangan sekolah. Dari kejauhan ternyata anakku masuk final dalam lomba memasukkan pensil dalam botol. Ternyata, karakter pemberani dalam diri anakku kini tumbuh dengan pesat. Dulu, kalau ingat saat dia masih TK, tentu sangat berbeda dengan sekarang. Tanpa aku ada di dekatnya, dia sudah berani tampil di depan umum. Good job, Kakak!

Dari berbagai literatur yang kubaca, inner strength itu kuartikan sebagai karakter yang kuat dan positif, seperti percaya diri, kebaikan hati, rendah hati, tekun, dan sebagainya. Nah, karakter itulah yang dibutuhkan seseorang untuk bisa bertahan dalam menghadapi tantangan dan rintangan di kehidupannya ke depan.

Banyak cara yang bisa dilakukan orangtua untuk mengembangkan inner strenght pada anak. Seperti anakku, yang ternyata semangat sekali mengikuti pelajaran olahraga di luar kelas.

"Kalau jam olahraga aku bisa main sepak bola, Mi, dengan teman-temanku." jelas anakku.

Wah, mendengar anakku suka main sepak bola tentu girang hatiku. Karena sepak bola menjadi salah satu olahraga yang bisa mengembangkan inner strenght anak-anak. Karena dengan bermain sepak bola anak-anak bisa belajar mengasah kemampuan motoriknya, melatih fokus, ketangkasan, percaya diri, kontrol diri, belajar mengambil keputusan, rasa empati terhadap sesama, latihan berkomunikasi dengan orang lain, bekerja sama dengan orang lain, dan belajar menerima kekalahan.

Nah, saat ini ada Sekolah Bola Online BISKUAT ACADEMY 2022. Sekolah bola online ini sudah ada sejak tahun 2019, didukunh oleh Kemenpora dan Kemendikbud Ristek, setiap tahun jumlah pesertanya selalu bertambah (kini mencapai 50.000 peserta), pelatihnya berlisensi internasional no ecek-ecek pokoknya, hadiah utamanya yang bikin ngiler, yaitu tur ke stadion sepak bola di Eropa, dan khusus tahun ini ada pelatihan bagi guru olahraga tingkat SD dan SMP.

Sudah lihat video berikut?

Tidak tergiur untuk mendukung anak untuk mencintai sepak bola? Karena kalau melihat video tersebut bukankah ini peluang bagus? Hanya bermodalkan biskuit, anak-anak bisa mengikuti Sekolah Bola Online dari BISKUAT ACADEMY 2022.

Apalagi cara mendaftarnya juga mudah sekali, kita hanya membeli biskuit Biskuat bertanda khusus di warung terdekat, kemudian lihat deh kemasan di baliknya. Di sana ada kode promo yang bisa kita daftarkan lewat WA. 


Anakku saja langsung gercep lho! Memang sehari-hari dia memang suka membeli biskuit andalan dari Mondelez Indonesia tersebut. Tak hanya anakku, aku pun suka rasa cokelatnya yang nggak enek di mulut.

Yuk, bermodal biskuit, kita dukung anak-anak untuk mengembangkan inner strenghtnya dalam bidang non akademik, khususnya sepak bola. Siapa tahu, pemain sepak bola handal dari Indonesia adalah lulusan dari BISKUAT ACADEMY 2022 nantinya. Aamiin.


"Artikel ini diikutsertakan pada lomba KEB X Biskuat Academy"

Sumber bacaan:

https://temposiana.com/inner-strength-anak-bantu-si-kecil-dapatkan-kesuksesan-di-masa-depan/

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/09/28/105105220/pentingnya-inner-strength-untuk-dorong-potensi-anak


Rabu, 16 November 2022

Besok, Asus Zenfone 9 Akan Dilaunching!

Dari tahun 2019 aku masih setia dengan Asus Zenfone Max M2 yang kudapatkan dari lomba menulis. Sudah pernah ganti LCD dua kali, kalau ditotal biayanya sampai 950 ribuan. Kenapa kok masih milih bertahan dan tidak beli saja gadget baru?

Alasan utamanya adalah kalau saat itu harus beli HP baru dengan budget sekitar sejutaan, aku nggak bisa dapat gadget dengan fitur yang ada di Asus Zenfone Max M2. Padahal aku lagi butuh banget fitur anti goyang saat pengambilan video untuk tugas kuliahku. Selain itu, ya, aku masih nyaman dengan HP ini. Pokoknya selama masih bisa diperbaiki akan kupakai. Uangnya bisa dipakai untuk kebutuhan yang lain. Hahaha. Tetap, jiwa emaknya selalu yang utama!

Keinginan untuk ganti HP pasti ada. Apalagi saat ada jam pelajaran yang mengharuskan murid-muridku membawa HP ke sekolah untuk proses pembelajaran, duh, ternyata HP ku paling jadul sendiri. Hihihi. Gurunya kalah beberapa langkah ini dari muridnya.

Sing tenang, akan ada waktunya nanti.

Ada yang punya cerita sama denganku? Masih ter-Asus-Asuskan sampai setia banget dengan Asus yang sekarang? Kalau Asus melaunching Asus Zenfone yang terbaru, apakah tidak tergoda memilikinya? Yakin, tidak tergoda?

Besok, 17 November 2022, Asus Indonesia akan melaunching Asus Zenfone 9!

Iya, kalau tidak salah sebulan yang lalu Asus telah melaunching ASUS ROG, kali ini gantian buat kamu, hei, pecinta Asus Zenfone 9.

Bocorannya, Asus Zenfone 9 ini dilengkapi dengan fitur kamera yang mampu merekam video jauh lebih stabil bahkan tahan terhadap guncangan saat kita merekamnya dengan menggunakan tangan tanpa gimbal. Wah.

Bentuk dari Asus Zenfone 9 pun kini lebih ringkas dibandingkan kakaknya, Asus Zenfone 8. Pokoknya kalau masuk saku tinggal sleeep, deh. Karena panjangnya kurang dari 14,8 cm dan lebar kurang dari 7cm. Untuk layarnya masih sama seperti kakaknya, yaitu 5,9 inci. Bisa dibayangin ya, kalau Asus Zenfone 9 ini mungil tapi fiturnya gedhe.

Ah, pokoknya besok jangan lewatkan launching dari Asus Zenfone 9 di channel youtube Asus, ya! Siapa tahu kita (kita lho ya) bisa dapat salah satu Asus Zenfone 9. Aamiin.

Nantikan pula ulasan lengkap Asus Zenfone 9 di blog ini, segera!