Jumat, 31 Mei 2013

[Tak] Ada Pulsa, HP-ku [Tak] Ada Guna

Yang Alamiah --> HP

HP, hari gini siapa sih yang nggak kenal HP? Bahkan setiap orang kini mempunyai HP. Tak hanya 1, bahkan untuk setiap orang bisa memiliki 2 atau lebih HP. Ngomongin tentang HP. Sebenarnya tahu nggak sih HP itu apa?
Kalau misalnya ada yang jawab, “HP itu singkatan dari Handphone”. Betul sekali. Terus apalagi?
Agar lebih tahu apa sih HP itu, yukk kita dengar penjelasan dari Miss Serbuuuu....(baca: serba tahu).


Nah, bagaimana sudah paham betul apa yang disampaikan oleh Miss Serbuuuu? Sekarang muncul lagi pertanyaan, “Siapa sih yang menemukan HP?”
Oke, kali ini nggak usah tanya Miss Serbuuuu lagi ya, keenakan dia ntar nongol mulu.
Kamu kenal Martin Cooper? Perhatikan gambar di bawah ini!

Jreng.....Kreng ini dia Cooper. (sumber gambar: flickriver.com)

Berdasarkan data dari wikipedia.org, Martin Cooper adalah penemu sistem telepon genggam yang pertama. Meskipun ada juga yang menyebutkan bahwa penemu HP ini bukan hanya Cooper melainkan satu timnya (divisi Motorola -> tempat Cooper bekerja). Kemudian siapa Amos Joel Jr itu? Bukankah dia juga penemu HP? Yups! Amos Joel Jr merupakan tokoh lain yang diketahui sangat berjasa dalam dunia komunikasi selular.
Kalau sudah tahu apa itu sebenarnya HP, siapa penemunya, apakah kalian tahu bagaimana perjalan HP dalam merambah dunia teknologi di negara kita?
Berikut aku berikan gambaran kemunculan HP di Indonesia yang aku comot dari tapoesowner.heck.in.


Dari gambaran di atas jelas sudah bahwa dari tahun ke tahun HP selalu mengalami perkembangan. Keberadaan HP di jaman modern saat ini pun tidak lagi menjadi barang mewah. Semua orang butuh HP. Setiap orang dapat berkomunikasi dengan orang nan jauh di sana melalui HP. Contohnya saja saudara sepupuku yang saat ini menjadi TKW di Hongkong. Berapa km jarak antara Hongkong dan Indonesia? Semua itu tak jadi masalah lagi dengan hadirnya HP. Setiap saat dia dapat berkomunikasi dengan keluarganya.
Oleh karena itu, tidak mengherankan lagi kalau Indonesia menduduki peringkat ke empat di dunia sebagai negara paling banyak menggunakan HP. Lihat saja berapa jumlah penduduk Indonesia? Tidak diragukan lagi data tersebut kebenarannya. Kemudian negara apa yang menempati urutan pertama? Pertama, China. Di China Jumlah handphone diperkirakan mencapai sekitar 916,530,000 buah handphone. Dengan jumlah penduduk mencapai 1341000000 maka perbandingan jumlah penduduk yang menggunakan handphone mencapai 75.32%. Kedua, India. Di India jumlah handphone diperkirakan mencapai sekitar 865,708,379 buah handphone. Dengan jumlah penduduk mencapai 1210193422 maka perbandingan jumlah penduduk yang menggunakan handphone mencapai 75.42%. Ketiga, Amerika Serikat. Jumlah handphone di Amerika Serikat diperkirakan mencapai sekitar 327,577,529 buah handphone. Dengan jumlah penduduk mencapai 310.866.000 maka perbandingan jumlah penduduk yang menggunakan handphone mencapai 103.9%. Dan keempat adalah Indonesia. Jumlah handphone di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 250,100,000 buah handphone. Dengan jumlah penduduk mencapai 237,556,363 maka perbandingan jumlah penduduk yang menggunakan handphone mencapai 105.28% (sumber: carakupedia.com)

Pulsakuu...

Pulsa, menurutku, pulsa adalah makanan utama HP. Ya, layaknya manusia memiliki makanan pokok. Contohnya orang Jawa makanan pokoknya nasi. Beda lagi kalau mereka yang di Kalimantan, bisa saja makanan pokok mereka itu jagung ataupun sagu. Manusia bisa tidak makan beberapa hari, tapi pada akhirnya manusia akan lemah dan tidak bisa melakukan aktivitas apapun. Seperti HP tanpa pulsa? Nggak jalan. Ya, kalau HP-nya sudah canggih, ada kameranya, ada MP3-nya, masih bisa jalan. Lha kalau HP jadul? Tiada guna dong?!
Pada dasarnya, esensi dari HP adalah ‘menikah’ dengan pulsa. Kalau kata anak muda jaman sekarang, HP tanpa Pulsa, aku galau. Nggak percaya? Aku punya buktinya.
Perhatikan status facebook temanku yang satu ini, nggak punya pulsa sampai di share ke facebook, betapa galaunya dia?

He, maaf kalau mencomot statusnya Mbak Alvie.

Mau bukti lagi? Nih aku berikan yang satu ini.




Dari beberapa bukti di atas, bukankah memang pulsa itu adalah ‘istri’-nya HP. Kalau yang satu tidak ada, atau tidak terpenuhi, semua orang bisa galau.
Sebenarnya aku ingin tahu apa sih alasan sampai nggak punya pulsa?

“Nggak punya uang?” tiba-tiba ada yang nyahut.

Wah, kalau alasan yang satu itu sepertinya kurang masuk akal. Bayangkan saja dengan Rp 6.000 kita sudah dapat pulsa sebesar Rp 5.000. Bukankah ini membuktikan bahwa pulsa murah? Harga rokok saja lebih mahal dibandingkan dengan harga pulsa. *ups!

“Males jalan....”

Hahahahaha! Hari gini mau beli pulsa aja susah. Kan ada pulsa elektrik. Tinggal SMS teman kamu yang jadi agen pulsa, sampai deh itu pulsa di HP kamu. Tapi ingat jangan suka ngutang. Sekarang masalah kelar. HP sudah ada pulsanya apakah masih galau? Yang satu ini aja udah nggak galau.



 “Tapi aku malu ngutang teman. Kalau aku mau jadi agen pulsa aja gimana ya? Tahu caranya nggak?”

Wah, pas banget nih. Di Jakarta nih ada salah salah satu server pulsa elektrik. Cara daftarnya mudah. Harganya miring banget. Transaksinya juga bisa lewat SMS, YM, Gtalk, sampai Chat FB.

“Aku mau dong...”

Oke, cek aja langsung di http://pojokpulsa.co.id. Ntar kalau udah sukses bisnis pulsamu ini aku mau kok dapat gratisan pulsa.
“...................”
Woy....Hilang.

Kamis, 30 Mei 2013

Celoteh Icha: Korupsi di SPBU


Halo. Alhamdulillah posting tulisan lagi nih. Kali ini aku akan mencomot tema tentang korupsi. Kalau mendengar kata korupsi, biasanya apa sih yang ada dalam benak kamu? Apa?? *ada yang bisik-bisik
“Gayus Tambunan?”
Kita dengerin lagu ini dulu yukkk....


Hayo lagunya siapa? Pas Gayus lagi moncar-moncarnya, lagu ini juga ikutan moncar ya??
Udah ya, kita lanjutin lagi.
He. Apa lagi?
“Mantan Menpora!”
Ho, Andi Malarangeng.
“Yang kirim uang ke rekening 45 perempuan cantik-cantik.”
Oh..... AT ya? Ahmad Fatanah. Cerdas semuanya! *yeee
Baiklah masuk di akal semua jawabannya. Tapi tahu tidak apa sebenarnya arti dari kata korupsi? Korupsi kalau di buku Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) anak SD kelas V memiliki arti mengambil uang negara untuk kepentingannya pribadi. Sedangkan kalau menurut Kamus Bahasa Indonesia yang aku punya, korupsi memiliki arti penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, dsb) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Jadi, yang perlu digaris bawahi dari kata korupsi adalah kegiatan yang merugikan atau kalau mengajarkan pada anak-anak bahwa korupsi itu adalah perbuatan tercela dan tentunya tidak boleh dilakukan.
Korupsi itu adalah kegiatannya, nah kalau pelakunya sering disebut dengan koruptor. Koruptor adalah orang yang melakukan korupsi atau orang yang menyelewengkan (menggelapkan) uang negara (perusahaan) tempat kerjanya.
Dari contoh para koruptor di atas, seakan-akan korupsi itu hanyalah yang besar-besar dan selalu berurusan dengan negara. Tidak betul itu! Sebenarnya sadar atau tidak sadar, banyak kegiatan yang mungkin kita atau orang lain lakukan, dan tergolong pada korupsi. Misalnya adalah main facebook ketika kerja, atau ketika mengikuti perkuliahan di kelas. Itu adalah contoh kegiatan korupsi waktu. Korupsi tetap korupsi. Entah itu yang berbau uang ataupun seperti yang aku contohkan di atas.

Ketika di SPBU
Nah, karena di atas ngomongin tentang korupsi, aku punya keluhan nih tentang tindak tanduk pegawai SPBU (nama SPBU-nya aku sembunyiin aja ya? Kalau ada yang mau tahu bisa hubungi aku). Karena berkaitan dengan kepuasaan konsumen, rasa-rasanya aku sebagai konsumen berhak ya untuk komplain. Atau mungkin kejadian yang aku alami ini juga banyak yang dialami oleh banyak orang? Boleh deh bagi-bagi.
Pagi tadi (29 Mei 2013), seperti biasa setiap 2 hari sekali aku harus mengisi bensin si merah.
“Isi berapa mbak?” kata mbaknya sambil melihatku dari bawah sampai atas. Aku jadi mikir, apa yang salah dengan penampilanku? Aku jadi risih dilihatnya seperti itu.
“Full mbak.” Jawabku.
“Mulai dari nol ya mbak.”
Ku dengar suara mbaknya cukup ramah, tapi sayang aku tidak bisa melihat namanya yang tertutup kerudungnya. Tangki si merah pun mulai full. Aku perhatikan angka yang tertera di layar Rp 10.280. Uang sepuluh ribuan dua ku sodorkan pada mbaknya. Sambil menunggu kembalian aku mengogleng si merah.
Kemudian mbaknya menghampiriku. Diberikannya kembalian sebesar Rp 9.000 dengan uang kertas lima ribuan satu, dua ribuan satu, satu uang logam seribuan dan dua uang logam lima ratusan. Melihat kembalian yang diberikan mbaknya, hatiku mulai meradang.
“Mbak, kok kembaliannya cuma segini. Nggak ada lima ratusan satu lagi ya?”
Tampak perempuan yang umurnya di bawahku ini agak terkejut. Mungkin tidak mengira kalau aku akan berkilah. Ku lihat dia mengambil uang di dalam kotak uang dan memberikannya pada ku. Aku pun meninggalkan SPBU itu dengan sedikit kesal. Aku tidak lagi memperdulikan orang itu. Dalam benakku jadi mikir, ini tidak hanya terjadi satu atau dua kali, melainkan berkali-kali. Dan yang aku herankan, hampir semua pegawai SPBU itu melakukan hal yang sama. Ya, meskipun ada yang tidak. Bisa disebut oknum nih ya? Tapi kan banyak yang melakukan seperti itu. Tapi aku memang sudah berkali-kali mengalaminya, hatiku merasa terusik. Aku memang harus menegurnya.
Bagaimana tidak? Apa yang mereka lakukan itu sudah termasuk tindakan korupsi. Aku tidak mempermasalahkan besar kecilnya uang, tapi tindakan mereka sudah merugikan banyak orang. Terlebih telah melanggar hak konsumen. Bisa saja dilaporkan kepada YPKI. Memberikan uang kembalian diganti dengan permen saja sudah melanggar peraturan, apalagi ini?
Lihat saja, seandainya mereka setiap harinya kedatangan minimal 100 orang dan setiap orang mereka korupsi uangnya sebesar Rp 5.00, berapa yang mereka dapatkan? Kemudian dikalikan 30 hari, berapa hasilnya? Dikalikan 365 hari? Bukankah mereka sudah mempunyai gaji? Oh..Tidak!!!
Lagi-lagi aku tidak mempermasalahkan besar-kecil uangnya. Tapi tidakkah kalau kita membiarkan mereka terus-terusan seperti itu sama halnya kalau kita membiarkan terjadinya korupsi yang jelas-jelas tampak di deapn mata? Kalau seandainya ada yang menjawab, ‘Yah, hitung-hitung beramal’. Beramal? Tapi yang mereka lakukan itu salah. Apakah kita harus membenarkan yang nyata-nyata salah? Semua kembali kepada diri kita masing-masing. Paling tidak, inilah caraku. Aku hanya bisa menegur. Selanjutnya, silahkan.




Minggu, 12 Mei 2013

Aku Korban Bully




Jawa Pos edisi Sabtu, 11 Mei 2013 ada rubrik Gagasan yang memuat tentang bullying yang dialami oleh seorang mahasiswi (selanjutnya aku sebut A) di waktu SD. Diceritakan bahwa dulu A mengalami bully yang tak lain dan tak bukan dilakukan oleh temannya sendiri yang sok menjadi jagoan. Hal tersebut mengakibatkan tak satupun siswa di sekolah berani berteman dengan A. Karena kalau berani berteman dengan A, maka temannya yang sok jagoan itu akan bertindak. Ini dikarenakan A memiliki masalah dengan teman sok jagoan itu.
sumber gambar dari 
sumber gambar: scriptsforschools.com
Dari membaca artikel tersebut, aku menjadi teringat kejadian 15 tahun (usiaku dulu 6 tahun dan duduk di kelas 1 madrasah diniyah) yang lalu. Waktu itu aku masih duduk di bangku taman kanak-kanak. Karena ibuku menginginkan aku juga paham betul tentang agama, ibu menyekolahkanku juga di madrasah diniyah. Kalau orang-orang di tempatku sering menyebutnya dengan sekolah arab. Sekolah ini berangkat setelah dzuhur tepatnya pukul 14.00 WIB dan selesai habis ashar.
Di madrasah diniyah inilah, di tempatku menimba ilmu agama aku menjadi korban bully oleh temanku sendiri (selanjutnya akan aku sebut P). Berbeda dengan cerita di koran Jawa Pos di atas, bully yang aku alami ini tak terbayangkan oleh orang dewasa. Karena P itu bertindak layaknya preman yang suka malakkin teman-temannya, termasuk aku. Lebih kerennya lagi P tidak hanya malakkin anak perempuan, laki-laki pun dijamah.
Pemalakan itu dilakukan setiap hari, aku masih ingat betul setiap anak dipalak uang sakunya sebesar Rp 50. P adalah anak salah satu guru di madrasah diniyah, dia selalu berangkat lebih awal. Hal ini digunakannya untuk memperlancar aksinya. P selalu menunggu di depan pintu dan menghadang anak satu perstu. Bully yang P lakukan sangat beragam. Mulai dari cubitan yang rasanya ampuuun deh, jambakan, dorongan, dan tampang sinis. Satu yang pasti, dia selalu mengancam kalau ada yang berani melawan dan mengadu kepada guru maka akan dijatuhi hukuman olehnya.
Hingga suatu hari akhirnya ada teman yang melaporkan tingkah P tersebut kepada bapaknya P. Kemudian, datanglah bapak P bersama guruku, Bu Aisyah namanya. Bapaknya marah besar. Tidak menyangka kalau anaknya berbuat seperti itu. P menangis. Cukup lama bapak P marah di kelas. Semua yang ada di dalam kelas jadi diam. Sedangkan Bu Aisyah mencoba menenangkan P yang menangis terus. Bapak P berusaha meminta maaf kepada semua siswa atas nama P dan mengganti uang yang selama ini dipalak oleh anaknya itu. Semenjak kejadian itu, P itu tidak pernah mengulanginya lagi.
Itu cerita bully yang pernah aku alami tapi tak ku sadari. Apakah pembaca juga pernah mengalami hal yang semacam ini? Pesanku, jangan pernah takut untuk melaporkan kepada pihak terkait. Terlebih kepada orangtua dahulu.



Sabtu, 11 Mei 2013

10 Mei 2013: Oh Ibu . .



Pukul 13.45 WIB aku sudah sampai rumah. Ini tadi ngapain juga berangkat ke kampus? Lagian juga dosennya ngeselin juga. Nggak mau kasih kabar ke mahasiswa. Padahal mahasiswa juga sudah bertanya dari tadi malam. Mungkin kurang puas kalau nggak ngerjain mahasiswa. Tapi kasian yang rumahnya jauh, kayak aku. Kasian juga mereka yang mau pada pulang kampung. Suatu hari kalau aku jadi dosen nggak mau seperti itu ah. Aamiin.
Karena kejadian tersebut, rasanya emosiku tegang banget. Aku putuskan untuk segera ambil air wudhu dan sholat. Setelahnya, aku baru ingat perutku masih sakit, aku diare. Lapar pula. Lengkap deh ya.
“Bu, masak apa?”
“Ibu nggak masak!” jawab ibuku.
Masyaallah, batinku berkata, ‘Ibu seharian ngapain?’
“Sariminya masih buk?” tanyaku lagi pada ibu.
“Masih.”
Aku berjalan gontai menuju dapur setelah menaruh tas beratku di atas tempat tidur. Ku hidupkan kompor dan meletakkan panci kecil serta mengisinya dengan air. Emosiku yang tadinya sudah cooling down, pelan tapi pasti mulai meninggi lagi.
‘Ya Allah, akhir-akhir ini ibu kenapa? Mulai cuek denganku. Ritual pagiku saja sekarang sudah jarang banget dipenuhi ibu. Apakah aku terlalu menuntut? Apa aku terlalu manja? Ibu juga sekarang kalau masak nggak peduli bagaimana seleraku. Bapak mulu yang dipenuhi. Akhirnya aku jarang makan. Masyaallah, aku cemburu dengan bapak? Bukan, hanya saja seharusnya ibu kan adil.’ Aku berdialog dengan diriku sendiri sambil menyajikan bumbu mie instan di dalam mangkuk.
Air yang ku masak sudah mendidih. Ku masukkan mie instan. Ku aduk perlahan menunggu empuk. Setelah kurasa cukup, aku tiriskan dan ku bawa mangkuk berisi mie itu ke ruang TV bersama ibu.
Uap kuah mie instanku itu menyeruak menembus lubang hidungku. Ada sesuatu yang aneh. Baunya tak seperti biasa. Ternyata ibu menyadari apa yang ku alami.
“Itu tadi pakai panci yang kecil ya?”
Aku mengangguk.
“Ya, rasanya aneh kan? Soalnya kemarin panci itu hangus pas ibu pakai masak ikan.” Terang ibu.
Masyaallah, ibu! Rasanya darahku langsung nancep sampai ubun-ubun. Kenapa sih nggak mau bilang dari tadi? Kalau kayak gini mie ku kan jadi mubadzir. Ah, tidak. Mau nggak mau mie ku harus ku makan. Aku nggak mau sakit apalagi tifusku kumat. Tapi hatiku masih dongkol!
Aku makan dengan cimit-cimit. Sungguh nggak selera. Ya Allah, kalau bukan karena-Mu aku ingin membuang saja ini mie instan. Ha! Ibu. Kenapa nggak bilang dari tadi sih?? Okelah. Selesai sudah acara makan mie aneh ini. Aku bawa mangkuk di belakang dan kembali bersama ibu.
“Ibu nggak maem?”
“Lagi males.” jawab ibu singkat.
Mendengar jawaban ibu barusan ingin rasanya aku segera menidurkan tubuhku. Mencoba menenggelamkan kepala dalam bantal kucelku. Namun tak lama aku mendengar ibu berjalan ke belakang. Ada suara gesekan-gesekan layaknya orang yang sedang marut kelapa. Ngapain ibu ini?
“Dek, mau?”
Aku membuka mataku. Berusaha duduk dan mendekati ibu. Ternyata ibu membuat nasi urap kelapa. Huooo, enak nih. Lagi-lagi ibu selalu tahu apa yang aku rasa, apa yang aku inginkan. Dengan sigap ibu langsung menyuapiku. Sekali, duakali dan berkali-kali hingga piring itu bersih. Suasana mulai mencair.
Ah, ibu. Selalu saja membuat anakmu ini malu dengan sikapnya sendiri. Malu karena terlalu berpikiran buruk kepada ibu. Pikiranku langsung melayang-layang. Melakukan flashback tentang ibu. Semuanya! Terlebih apa yang telah ibu berikan kepada anak tunggalnya ini.
Disaat emosi sedang memuncak, aku seringkali lupa bagaimana pengorbanan ibu, ya pengorbanan sekaligus menjadi kebiasaan ibu yang mengalah untuk kami (aku dan bapak). Misalnya, ibu selalu memilih lauk ayam yang ukurannya paling kecil dibandingkan ayamku dan punya bapak, sampai pada kebiasaan ibu yang mengalah untuk makan belakangan pas nasi di magic com ternyata habis dan ibu harus nunggu sampai nasinya matang lagi.
Aku rasa semua ibu di dunia ini memiliki sisi indah seperti ibuku. Ibu kamu juga kan? Huh! Ingin rasanya aku segera memeluk ibu dan meminta maaf. Tapi lagi-lagi aku terlalu gengsi, aku tidak bisa seperti itu. Kaku rasanya. Aku malu. Aku hanya bisa mengungkapkannya melalui tulisan, entah ibu membacanya atau tidak.
Kalau bicara tentang ibu, mungkin tidak akan ada buku yang muat untuk mencatat semua yang telah ibu lakukan. Dan yang satu pasti untuk kejadian siang ini, aku baru sadar baju di almariku semua telah tertata rapi lengkap dengan bau wangi parfum setrika. Oh ibu.... maafkan aku telah mempertanyakan apa yang ibu lakukan seharian ini. Maafkan adik buk... L

Jumat, 10 Mei 2013

Kompetensi Pedagogik Guru




Keberhasilan suatu negara dapat diukur dari ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu oleh pendidik profesional. Adapun pendidik profesional yang dimaksud adalah guru.
Usman dalam Aminah (2008:1) menjelaskan bahwa dalam dunia pendidikan guru merupakan figur sentral dalam penyelenggaraan pendidikan, karena guru adalah sosok yang sangat diperlukan untuk memacu keberhasilan peserta didiknya. Betapapun baiknya kurikulum yang dirancang para ahli dengan ketersediaan peralatan dan biaya yang cukup sesuai dengan pendidikan, namun pada akhirnya keberhasilan pendidikan secara profesional terletak di tangan guru. Dengan demikian, maka keberhasilannya pendidikan pada siswa tergantung pada pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan tugasnya.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 pada Bab I, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional. Sebagai tenaga profesional, guru dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik S-I (strata satu) atau D-4 (diploma empat) dalam bidang yang terkait dengan mata pelajaran yang ditekuninya dan menguasai kompetensi-kompetensi sebagai agen pembelajaran. Menurut Syamsuri (2010:1) bahwa guru yang profesioal adalah guru yang memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Sedangkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 menyebutkan bahwa kompetensi guru sebagaimana dimaksud tesebut bersifat holistik.
Berikut ini akan dijabarkan secara detai mengenai keempat kompetensi yang harus dimiliki guru sebagai syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas.
1.    Kompetensi Pedagogik
Perkembangan kurikulum dari tahun ke tahun serta perkembangan baru terhadap pandangan pembelajaran di kelas membawa konsekuensi kepada guru untuk mampu meningkatkan peranan dan kompetensinya dalam proses belajar mengajar serta hasil belajar siswa pun sebagian besar ditentukan oleh seberapa besar peranan dan kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru. Pengertian dasar dari kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. Menurut Undang-Undang No 14 Tahun 2005, kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Sedangkan untuk pengertian kompetensi pedagogik sendiri adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.
Adapun kompetensi pedagogik di atas merupakan kompetensi secara umum, adapun kompetensi pedagogik khususnya untuk guru SD/MI dapat dirinci lagi sebagai berikut:
a.       Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.
1)      Memahami karakteristik peserta didik usia sekolah dasar yang berkaitan dengan aspek fisik, intelektual, sosial-emosional, moral, spiritual, dan latar belakang sosial-budaya.
2)      Mengidentifikasi potensi peserta didik usia sekolah dasar dalam lima mata pelajaranSD/MI.
3)      Mengidentifikasi kemampuan awal peserta didik usia sekolah dasar dalam lima mata pelajaran SD/MI.
4)      Mengidentifikasi kesulitan peserta belajar usia sekolah dasar dalam lima mata pelajaranSD/MI.
b.      Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
1)      Memahami berbagai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik terkait dengan lima mata pelajaran SD/MI.
2)      Menerapkan berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif dalam lima mata pelajaran SD/MI.
3)      Menerapkan pendekatan pembelajaran tematis, khususnya dikelas-kelas awal SD/MI.
c.       Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu.
1)      Memahami prinsip-prinsip pengembangan kurikulum.
2)      Menentukan tujuan lima mata pelajaran SD/MI.
3)      Menentukan pengalaman belajar yang sesuai untuk mencapai tujuan lima mata pelajaran SD/MI.
4)      Memilih materi lima mata pelajaran SD/MI yang terkait dengan pengalaman belajar dan tujuan pembelajaran.
5)      Menata materi pembelajaran secara benar sesuai dengan pendekatan yang dipilih dan karakteristik peserta didik usia SD/MI.
6)      Mengembangkan indikator dan instrumen penilaian.
d.      Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.
1)      Memahami prinsip-prinsip perancangan pembelajaran yang mendidik.
2)      Mengembangkan komponen-komponen rancangan pembelajaran.
3)      Menyusun rancangan pembelajaran yang lengkap, baik untuk kegiatan di dalam kelas, laboratorium, maupun lapangan.
4)      Melaksanakan pembelajaran yang mendidik di kelas, di laboratorium, dan di lapangan.
5)      Menggunakan media pembelajaran sesuai dengan karakteristik peserta didik dan lima mata pelajaran SD/ MI untuk mencapai tujuan pembelajaran secara utuh.
6)      Mengambil keputusan transaksional dalam lima mata pelajaran SD/MI sesuai dengan situasi yang berkembang.
e.       Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran.
1)      Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran.
f.       Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.
1)      Menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran untuk mendorong peserta didik mencapai prestasi belajar secara optimal.
2)      Menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran untuk mengaktualisasikan potensi peserta didik, termasuk kreativitasnya.
g.      Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.
1)      Memahami berbagai strategi berkomunikasi yang efektif, empatik, dan santun, baik secara lisan maupun tulisan.
2)      Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik dengan bahasa yang khas dalam interaksi pembelajaran yang terbangun secara siklikal dari (a) penyiapan kondisi psikologis peserta didik, (b) memberikan pertanyaan atau tugas sebagai undangan kepada peserta didik untuk merespons, (c) respons peserta didik, (d) reaksi guru terhadap respons peserta didik, dan seterusnya.
h.      Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.
1)      Memahami prinsip-prinsip penilaian dan evaluasi prosesdan hasil belajar sesuai dengan karakteristik lima mata pelajaran SD/MI.
2)      Menentukan aspek-aspek proses dan hasil belajar yang penting untuk dinilai dan dievaluasi sesuai dengan karakteristik lima mata pelajaran SD/MI.
3)      Menentukan prosedur penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.
4)      Mengembangkan instrumen penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.
5)      Mengadministrasikan penilaian proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan menggunakan berbagai instrumen.
6)      Menganalisishasiipenilaianprosesdanhasilbelajaruntukberbagaitujuan.
7)      MelakukanevaluasiprosesdanhasilbelajarMelakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
i.        Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.
1)      Menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk menentukan ketuntasan belajar.
2)      Menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk merancang program remedial dan pengayaan.
3)      Mengkomunikasikan hasil penilaian dan evaluasi kepada pemangku kepentingan.
4)      Memanfaatkan informasi hasil penilaian dan evaluasi pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
j.        Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
1)      Melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan.
2)      Memanfaatkan hasil refleksi untuk perbaikan dan pengembangan lima mata pelajaranSD/MI.
3)      Melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran lima mata pelajaranSD/MI.

Pengaruh Profesionalitas Guru terhadap Kemampuan Mendesain Posisi Duduk dan Peningakatan Prestasi Siswa


Pendahuluan

Prestasi belajar adalah hasil belajar yang dicapai siswa ketika mengikuti dan mengerjakan tugas serta kegiatan pembelajaran di sekolah (Tu’u, 2004: 75).

Sedangkan menurut Bloom dalam Arikunto merumuskan prestasi belajar sebagai perubahan tingakah laku, meliputi tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif adalah perilaku yang menyangkut masalah pengetahuan, informasi, dan masalah kecakapan intelektual. Ranah afektif adalah perilaku yang berupa sikap, nilai-nilai dan prestasi. Sedangkan ranah psikomitorik adalah perilaku yang terutama berkaitan dengan ketrampilan atau kelincahan dan kondisinya. (Arikunto, 2002:117).

Guru adalah sutradara dalam membantu siswa meraih prestasi belajar yang optimal. Dengan keempat kompetensi yang dikuasainya, guru dipercaya mampu menciptakan proses pembelajaran yang bermakna untuk siswa. Namun, untuk mencapai prestasi belajar yang maksimal ada banyak faktor yang harus diperhatikan oleh guru. Salah satunya adalah bentuk atau desain tempat duduk siswa ketika proses pembelajaran berlangsung.

Berdasarkan hasil observasi Renaningtyas, dkk (2013: 61) di SD 1 Bae, Kudus, mengungkapkan bahwa siswa yang duduk di belakang memiliki tingkat konsentrasi belajar, keaktifan dalam tanya jawab yang rendah.

Berkaitan dengan temuan tersebut, tulisan ini akan mengangkat mengenai pengaruh desain kelas, metode pembelajaran, dan pembentukan kelompok yang heterogen terhadap prestasi belajar siswa dari sudut pandang kompetensi yang dimiliki oleh guru.

Polemik Sertifikasi [4 Kompetensi Guru]

Dulu, bagi orang miskin, memiliki menantu dari kalangan guru merupakan sebuah musibah. Hal itu dikarenakan gaji guru yang tak seberapa. Makan seorang diri saja pas-pas-an. Hingga akhirnya keadaan guru saat itu menggugah Iwan Fals untuk menciptakan sebuah lagu dengan judul Umar Bakrie.

Angin segar mulai datang. Berdasarkan analisa Zulaekha (2011:9) sejak kabinet Gus Dur, reformasi kebijakan mengenai guru mulai tampak. Kini hal tersebut juga dikokohkan oleh keputusan-keputusan pemerintahan SBY dalam Undang-Undang Guru dan Dosen serta peraturan lainnya.

Salah satu kebijakan tersebut adalah berkaitan dengan sertifikasi guru. Di dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 8 dan 11 memberikan arti bahwa sertifikasi guru memiliki arti suatu proses pemberin sertifikat pendidik kepada guru. Dalam buku Panduan dari Diknas, salah satu tujuan diadakannya sertifikasi guru adalah untuk meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan. Sayangnya, upaya sertifikasi ini sering dimaknai guru hanya sebagai peningkatan kesejahteraan sang guru semata tanpa meningkatkan kualitas pengajarannya di dalam kelas. Seharusnya guru lebih kompeten, dan mampu membaca perkembangan IPTEK untuk  menunjang materi pembelajaran yang akan disampaikan kepada siswa.

Profesionalitas Guru Menghapus Kelas yang Monoton

Salah satu cara untuk mengukur profesionalitas seorang guru melalui dari kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan seorang guru. Zulaekha (2011:12) menyebutkan salah satunya adalah berkaitan pada kegiatan mengajar yang harus menggunakan pengetahuan yang mendalam, akurat, mutakhir, dan metode yang partisipatif serta menguasai cara belajar efektif pada muridnya.

Rosmawati (2004:274) menyebutkan terjadinya proses pembelajaran itu ditandai dengan dua hal yaitu : (1) siswa menunjukkan keaktifan, seperti tampak dalam jumlah curahan waktunya untuk melaksanakan tugas ajar, (2) terjadi perubahan perilaku yang selaras dengan tujuan pengajaran yang diharapkan.

Dan untuk mencapai hal tersebut guru harus mampu menciptakan suasana kelas yang tidak monoton. Dengan catatan guru diberikan kekuasaan untuk mengubah kelasnya sesuai dengan karakteristik siswa, mata pelajaran, dan metode dalam pembelajaran tersebut. Hal ini dipercaya dapat menghapus kebosanan dan kejenuhan siswa dalam proses pembelajaran. Suparman (2010:98) menyebutkan bahwa kebosanan dan kejenuhan menyebabkan anak didik tidak antusias dalam belajar, suasana menjadi kaku dan tidak monoton, dan hilangnya kehangatan emosional.

Inovasi Guru dalam Mendesain Tempat Duduk

Desain tempat duduk di dalam kelas yang konvensional menjadi salah satu penyebab terwujudnya kelas yang monoton. Siswa yang duduk di barisan pertama adalah anak yang pintar karena selalu memperhatikan guru. Sedangkan yang duduk di belakang adalah siswa yang kurang pintar karena tidak pernah memperhatikan guru ketika sedang menerangkan. Paradigma yang seperti ini harusnya dihapus oleh guru sebagai creator kelas. Guru hendaknya mengubah tradisinya dalam mendesain tempat duduk agar mampu men-cover seluruh siswa tanpa membedakan kemampuan siswa itu unggul ataupun kurang unggul.

Sebagai guru yang profesional, memahami karakteristik siswa yang berbeda-beda baik itu dari segi kemampuan maupun tingkah laku di dalam kelas merupakan sebuah kewajiban. Kewajiban tersebut dapat diimpementasikan melalui cara memfasilitasi siswa dengan adanya perubahan posisi duduk dalam proses pembelajaran.

Adanya perubahan posisi duduk atau desain tempat duduk ini diharapkan mampu meningkatkan konsentrasi dan daya serap siswa terhadap materi pembelajaran dengan baik. Mengenai penerapan desain tempat duduk dapat dilakukan secara fleksibel. Maksudnya adalah dapat disesuaikan dengan metode dan materi pembelajaran yang akan digunakan dalam proses pembelajaran.

Djamarah (2005: 176) menawarkan beberapa desain posisi duduk dalam proses pembelajaran sebagai berikut:
1.    Berbaris berjajar
2.    Pengelompokan yang terdiri atas 8 sampai 10 orang
3.    Setengah lingkaran seperti dalam teater, dimana disamping guru bisa langsung bertatap muka dengan peserta didik juga mudah bergerak untuk segera memberi bantuan kepada peserta didik
4.    Berbentuk lingkaran
5.    Individual yang biasanya terlihat di ruang baca, di perpustakaan atau di ruang praktek laboratorium.
6.    Adanya dan tersedianya ruang yang bersifat bebas dikelas di sampaing bangku tempat duduk yang diatur

Sedangkan Hamid (2011:127-140) menawarkan 11 desain posisi duduk dalam proses pembelajaran yang diyakini mampu menciptakan konsep edutainment bagi siswa.
1.        Formasi tradisional
Merupakan formasi yang biasa kita temui dalam kelas-kelas tradisional yang memungkinkan para siswa duduk berpasangan dalam satu meja dengan dua kursi.
Formasi tradisional

2.        Formasi auditorium
Merupakan salah satu formasi yang sering digunakan di Barat. Formasi ini menyediakan lingkungan yang sangat terbatas untuk belajar aktif, namun hal ini dapat dicoba untuk mengurangi kebosanan siswa yang terbiasa dalam penataan kelas yang konvensional.

Formasi auditorium
3.        Formasi chevron
Merupakan formasi yang mampu membantu usaha dalam mengurangi jarak diantara siswa dengan siswa, guru dengan siswa sehingga siswa dan guru mempunyai pandangan yang lebih baik terhadap lingkungan kelas dan mampu aktif dalam pembelajaran di kelas. 
formasi chevron
4.        Formasi kelas bentuk huruf U
Formasi kelas bentuk huruf U
Merupakan formasi yang sangat menarik dan mampu mengaktifkan para siswa, sehingga mampu membuat mereka antusias untuk mengikuti pelajaran.

5. Formasi meja pertemuan
Merupakan formasi yang sangat baik digunakan untuk kerja kelompok di dalam kelas, di mana guru memberikan tugas kelompok untuk diselesaikan secara bersama-sama.

Formasi meja pertemuan
6. Formasi konferensi

Merupakan formasi yang dapat membuat siswa menjadi lebih aktif  dalam kelas, karena mereka akan menguasai jalannya pembelajaran. Sedangkan, peran guru hanya melontarkan tema yang harus dibahas dan sesekali mengarahkan mereka untuk bisa menjalankan proses pembelajaran.

Formasi konferensi
7. Formasi pengelompokan terpisah
Jika ruangan kelas memungkinkan atau cukup besar, guru dapat meletakkan meja-meja dan kursi di mana
kelompok kecil dapat melakukan aktifitas belajar yang dipecah menjadi beberapa tim.
Guru dapat menempatkan susunan pecahan, pecahan kelompok tersebut berjauhan, sehingga tidak saling
mengganggu. Tetapi, hendaknya dihindari penempatan ruangan kelompok-kelompok kecil yang terlalu jauh
dari ruang kelas supaya mudah diawasi.

Formasi pengelompokan terpisah


8.      Formasi tempat kerja
Formasi ini tepat jika dilakukan dalam lingkungan tipe laboratorium, setiap siswa duduk pada satu tempat untuk mengerjakan tugas, tepat setelah didemonstrasikan.



9.      Formasi kelompok untuk kelompok
Merupakan formasi di mana terdapat beberapa kelompok yang duduk dalam satu meja persegi berukuran
besar (bisa juga dengan membuat beberapa meja dijadikan satu menjadi meja besar), sehingga setiap
kelompok duduk saling berhadapan. Susunan ini memungkinkan guru untuk melakukan diskusi atau
menyusun permainan peran, berdebat atau observasi pada aktivitas kelompok.


Formasi kelompok untuk kelompok

10.  Formasi lingkaran
Merupakan formasi yang disusun melingkar tanpa menggunakan meja dan kursi. Formasi ini digunakan untuk
melakukan pembelajaran dalam satu kelompok, dimana guru memiliki peran untuk membimbing dan
mengarahkan jalannya pembelajaran tersebut.


Formasi lingkaran

11.   Formasi peripheral
Jika guru menginginkan siswa memiliki tempat untuk menulis, hendaknya digunakan susunan peripheral, yakni
meja ditempatkan di belakang siswa. Guru dapat menyuruh siswa memutar kursi-kursinya secara melingkar
ketika guru menginginkan diskusi kelompok


Formasi Peripheral

Desain–desain posisi duduk di atas merupakan sebuah tawaran bagi guru untuk meningkatkan keaktifan siswa di dalam proses pembelajaran. Banyak memang sekolah-sekolah (dibaca: guru) yang belum menerapkan desain di atas dikarenakan beberapa hal, diantaranya seperti yang disampaikan Conny dalam Sudrajat (2008:3) berikut sangat mempengaruhi pelaksanaan desain kelas, diantaranya adalah:
1.        Ukuran bentuk kelas
2.        Bentuk serta ukuran bangku dan meja
3.        Jumlah siswa dalam kelas
4.        Jumlah siswa dalam setiap kelompok
5.        Jumlah kelompok dalam kelas
6.        Komposisi siswa dalam kelompok (seperti siswa yang pandai dan kurang pandai, pria dan wanita).

Namun, hal tersebut tentunya dapat disiasati guru agar pembelajaran dengan desain posisi duduk ini dapat terlaksana untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran. Karena semakin siswa aktif dalam proses pembelajaran dapat dipastikan bahwa siswa tersebut antusias dengan pembelajaran yang berlangsung. Dan ketika siswa tersebut antusias, maka materi pembelajaran pun akan lebih mudah diterima oleh siswa. Hal itu akan berimbas pada hasil belajar siswa yang baik.

Cerdas Memilih Metode

Pada proses belajar mengajar hendaknya guru dapat mengarahkan dan membimbing siswa untuk aktif dalam kegiatan belajar mengajar sehingga tercipta suatu interaksi yang baik antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa. Keaktifan tersebut akan muncul ketika guru secara tepat memilih metode belajar yang sesuai dengan materi pembelajaran dan karakteristik siswa.

Metode di dalam bahasa Inggris sering dikenal dengan kata method yang berarti cara. Sedangkan Joni dalam W. Anitah (2009:1.24) mengartikan bahwa metode kaitannya dengan metode mengajar adalah berbagai cara kerja yang bersifat relatif umum untuk mencapai tujuan tertentu.

Selanjutnya dalam situs AnneAhira.com disinggung mengenai metode pembelajaran yang menjadi langkah efektif yang diterapkan oleh guru dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran agar didapatkan hasil yang maksimal.

Berkaitan dengan tawaran desain posisi duduk di atas, metode yang dapat dipilih oleh guru untuk mendapatkan hasil yang maksimal adalah metode diskusi. Baik itu diskusi kelompok kecil maupun kelompok besar. Metode diskusi adalah cara mengajar yang dalam pembahasan dan penyajian materinya melalui suatu problem atau pertanyaan yang harus diselesaikan berdasarkan pendapat atau keputusan bersama (W. Anitah, 2009: 5.20)

Metode diskusi ini dipilih sebagai salah satu metode yang efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa dikarenakan mampu:
1.   Mengembangakna kemampuan siswa dalam bertanya, berdialog, berkomunikasi dan mengambil kesimpulan.
2.   Membentuk sosio-emosional siswa.
3. Mengajari siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir sendiri dalam memecahkan masalah.
4.   Mengajari siswa untuk saling menghargai pendapat
5.   Mengajari siswa untuk berani mengeluarkan pendapat.
6.   Mengecek sejauh mana kemampuan siswa menguasai materi pelajaran
7.  Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan materi yang dipelajarinya.
8.  Menumbuhkan kompetisi belajar siswa
9.  Melatih siswa untuk bisa berpikir dan berbicara dengan sistematis (AnneAhira.com)

Namun, di sisi lain tentunya metode diskusi ini juga memiliki kelemahan. Salah satunya adalah siswa yang aktif hanya itu-itu saja. Kelemahan ini seharusnya telah diantisipasi oleh guru agar metode diskusi dapat berjalan dengan lancar, diantaranya dengan cara:
1.   Pembagian kelompok yang heterogen
     Di dalam satu kelompok dibagi rata antara siswa yang unggul dengan kurang unggul. Kemudian berkaitan dengan jenis kelamin juga harus dibagi rata, misalnya dalam 1 kelompok ada 3 laki-laki maka semua kelompok dalam kelompoknya ada 3 laki-laki, begitu juga dengan perempuan.
2.   Penggunaan materi yang kontekstual
   Siswa akan lebih tertarik dengan pembelajaran yang materinya dekat dengan mereka. Karena apabila diberikan materi yang siswa tersebut tidak memahaminya, maka siswa akan malas mengikuti proses pembelajaran.
3.   Media yang digunakan menarik
     Banyak media yang dapat digunakan guru dalam proses pembelajaran. Tidak harus yang mahal. Media bisa didapat dari lingkungan sekitar. Dalam pembuatan media ini dituntut kreativitas seorang guru. Alangkah lebih baiknya apabila guru mengikutsertakan siswa dalam pengadaan media.
4.   Pemberian reward berupa pujian
    Kata-kata seperti ”pintar”, ”baik”, ”cerdas”, yang diucapkan guru kepada siswa apabila melakukan tugas dengan baik akan meningkatkan motivasi bagi siswa tersebut dan akan berimbas pada motivasi siswa yang lainnya

Penutup

Sertifikasi guru adalah suatu proses yang akan dinikmati oleh semua guru dengan catatan memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai seorang pendidik yang profesional. Namun, yang dipermasalahkan sekarang ini adalah tanggungjawab seorang guru terhadap tujuan pendidikan pada umumnya. Kesejaterannya kini telah dijamin oleh negara, adakah timbal baliknya terhadap pendidikan di Indonesia?

Banyak cara yang dapat dilakukan guru untuk mengubah pendidikan Indonesia. Salah satunya adalah membekali diri dengan IPTEK. Selalu meng-update pengetahuannya untuk ditularkan kepada siswa melalui metode-metode pembelajaran yang menimbulkan antusiasme pada siswa. Lengkap dengan berbagai inovasi dalam pengelolaan kelas agar tidak muncul kata jenuh dan bosan dalam relung hati para siswa. Ini adalah tugas guru. Guru yang bukan lagi Pahlawan Tanpa Tanda Jasa melainkan Insan Cendekiawan.


DAFTAR PUSTAKA

AnneAhira.com. Pengaruh Metode Pembelajaran Terhadap Prestasi Belajar. Terdapat di http://www.anneahira.com/pengaruh-metode-pembelajaran-terhadap-prestasi-belajar.html. Diunduh pada 1 Mei 2013.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2005. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT Rineka Cipta
Hamid, Moh. Sholeh. 2011. Metode Edutainment (Menjadikan Siswa Kreatif dan Nyaman di Kelas). Yogyakarta: Diva Press.
Tim Redaksi Nuansa Aulia. 2006. Himpunan Perundang-Undangan Republik Indonesia tentang Guru dan Dosen. Bandung: CV. Nuansa Aulia.
Tu’u, Tulus. 2004. Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Siswa . Jakarta: Gramedia Widiasarana.
Renaningtyas, Himmah, dkk. 2013. Laporan Hasil Observasi dan Wawancara Penerapan Metode Pembelajaran Ceramah Bervariasi dan Diskusi pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Materi Lingkungan Sehat Kelas 1 SD N 1 Bae Kudus. Tidak dipublikasikan.
Rosmawati, dan Madri M. 2004. Pemahaman Guru Tentang Strategi Pembelajaran Pendidikan Jasmani Di Sekolah Dasar. ( Jurnal Pembelajaran, Desember 2004 ), Vol. 27, No. 03, h. 274.
Sudrajat, Akhmad. 2008. Penataan Tempat Duduk Siswa Sebagai Bentuk Pengelolaan Kelas. Terdapat di http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/28/penataan-tempat-duduk-siswa-sebagai-bentuk-pengelolaan-kelas/. Diunduh pada 1 Mei 2013.
Suparman S.2010. Gaya Mengajar yang Menyenangkan Siswa. Yogyakarta: Pinus Book Publisher.
W. Anitah, Sri. 2009. Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Zulaekha, Nur. 2011. Panduan Sukses Lulus Sertifikasi Guru. Yogyakarta: Pinus Book Publisher.