ASUS Zenfone Max M2 Mendukung Kolaborasi Apik Antara Guru dan Wali Murid – Sebagai guru kelas 1 SD, aku merasa beruntung karena memiliki wali murid yang sangat kooperatif. Di awal tahun ajaran baru, proses peralihan dari TK yang selalu ditunggui orangtuanya, makan disuapi, jajan diantar, sampai setelah pipis pun diceboki, membuatku yang notabene guru muda harus bekerja lebih ekstra dibandingkan saat mengajar di kelas 3 (3 tahun yang lalu). Tanpa peran serta, dukungan, dan kepercayaan dari wali muridku, apalah aku ini?
Ini adalah foto saat pertama kali aku berjumpa dengan wali muridku, difoto oleh rekan guru dengan HP ASUSku |
Satu tahun pertama, kedua, dan kali ini yang ketiga tahun mengajar di kelas 1 SD, wali muridku tahun ini luar biasa. Dari awal berjumpa di tahun ajaran baru - saat sosialisasi proses pembelajaran yang akan aku lakukan selama satu tahun- mereka tampak antusias. Tentu aku sangat bersyukur. Karena menurut pengalamanku, kalau wali muridnya excited dengan dunia pendidikan, insya Allah kesuksesan anak-anak di sekolah akan tinggi.
Hari pertama bertemu dengan wali muridku, tidak kusia-siakan kesempatan itu. Selain melempar formulir data-data penting berkaitan sang anak, menyampaikan program kelas 1, pun aku dengan percaya diri membagikan kartu namaku.
“Ibu, Bapak, sudah banyak yang punya WhatsApp ya? Tolong nanti sampai rumah, SMS atau WA saya. Karena saya akan membuat grup khusus wali murid agar njenengan di rumah bisa tahu anak-anak kalau di sekolah ngapain saja.”
Setelah berjalan selama tiga tahun, sebagai guru, aku merasa dengan adanya grup WhatsApp wali murid ini ada beberapa kelebihan. Diantaranya:
Konsultasi
Ada yang sering bilang kalau anak-anak itu lebih bisa nurut dengan gurunya dibandingkan dengan orangtua. Betul apa betul? Betul banget.
Sering sekali ada orangtua yang cerita anaknya masih ngompol dan ngedot. Kemudian minta tolong kepadaku, agar anaknya bisa lepas dari kebiasaan tersebut. Bimsalabim, mereka sudah tidak ngompol dan ngedot. Wali murid kemudian memberitahukan kabar gembira itu lewat WhatsApp dengan penuh suka cita. Sesungguhnya, bahagiaku melebihi bahagianya, wali murid.
Sering juga wali murid bertanya langsung kepadaku, bagaimana anaknya saat di kelas, apakah memperhatikan? Bisa mengikuti kegiatan di kelas? Nakal tidak di sekolah? Dll. Sebaliknya, aku yang gurunya juga balik konsultasi, misalnya, menemukan sebuah kasus, apakah anak ini kalau di rumah demikian juga? Tapi, ya, selalu memperhatikan batasan-batasan tertentu. Selama aku bisa mengarahkan anak didikku ke arah yang lebih baik, pasti akan kulakukan dengan semaksimal mungkin.
Pengontrolan Terhadap Siswa
Pernah saat istirahat, ada muridku yang lari tergopoh-gopoh ke dalam kelas kemudian mengadu kepadaku, “Bu, Salsa keluar gerbang. Katanya mau pulang.”
Aku yang mendengarnya kaget. Loh kok tidak izin aku? Nanti kalau di jalan kenapa-napa, waduh, bakalan jadi kasus ini. Saat kususul di depan gerbang, Salsa sudah tidak ada. Kemudian aku langsung membuka WhatsApp dan mengirim kabar ke grup tentang kejadian yang dialami Salsa.
Ternyata oh ternyata, Salsa pulang ke rumah hanya untuk memberi kabar kepada ibunya kalau giginya lepas. Semua anggota grup mengirim emoticon bergambar tertawa terpingkal-pingkal. Sesampainya di kelas, Salsa tersenyum-senyum sambil memamerkan gigi depannya yang sudah tidak lengkap. Tak lupa kuingatkan secara halus, kalau esok hari ada apa-apa dan harus pulang ke rumah, izin kepada Bu Ika. Huh, lega rasanya dan pembelajaran pun berlanjut seperti biasa.
Pengawasan dan Evaluasi
Ini kasus terbaru, suatu siang, selepas anak-anak pulang, aku masih sibuk dengan administrasi kelas dan persiapan untuk materi esok hari. Tiba-tiba ada WhatsApp masuk, tertera nama salah satu siswaku. Ada apa nih?
Ternyata, wali murid mengabarkan kalau anaknya, saat di sekolah dipalak oleh temannya dengan inisial F dan A. Seketika aku kaget. Karena aku tahu betul F anaknya seperti apa. Dia kalau menemukan uang di mana saja, di dalam atau di luar kelas selalu mengadu dan memberikan uang itu kepadaku, masak ini dia sampai malak? Heranku.
Hari pertama bertemu dengan wali muridku, tidak kusia-siakan kesempatan itu. Selain melempar formulir data-data penting berkaitan sang anak, menyampaikan program kelas 1, pun aku dengan percaya diri membagikan kartu namaku.
“Ibu, Bapak, sudah banyak yang punya WhatsApp ya? Tolong nanti sampai rumah, SMS atau WA saya. Karena saya akan membuat grup khusus wali murid agar njenengan di rumah bisa tahu anak-anak kalau di sekolah ngapain saja.”
Setelah berjalan selama tiga tahun, sebagai guru, aku merasa dengan adanya grup WhatsApp wali murid ini ada beberapa kelebihan. Diantaranya:
Konsultasi
Ada yang sering bilang kalau anak-anak itu lebih bisa nurut dengan gurunya dibandingkan dengan orangtua. Betul apa betul? Betul banget.
Sering sekali ada orangtua yang cerita anaknya masih ngompol dan ngedot. Kemudian minta tolong kepadaku, agar anaknya bisa lepas dari kebiasaan tersebut. Bimsalabim, mereka sudah tidak ngompol dan ngedot. Wali murid kemudian memberitahukan kabar gembira itu lewat WhatsApp dengan penuh suka cita. Sesungguhnya, bahagiaku melebihi bahagianya, wali murid.
Sering juga wali murid bertanya langsung kepadaku, bagaimana anaknya saat di kelas, apakah memperhatikan? Bisa mengikuti kegiatan di kelas? Nakal tidak di sekolah? Dll. Sebaliknya, aku yang gurunya juga balik konsultasi, misalnya, menemukan sebuah kasus, apakah anak ini kalau di rumah demikian juga? Tapi, ya, selalu memperhatikan batasan-batasan tertentu. Selama aku bisa mengarahkan anak didikku ke arah yang lebih baik, pasti akan kulakukan dengan semaksimal mungkin.
Pengontrolan Terhadap Siswa
Pernah saat istirahat, ada muridku yang lari tergopoh-gopoh ke dalam kelas kemudian mengadu kepadaku, “Bu, Salsa keluar gerbang. Katanya mau pulang.”
Aku yang mendengarnya kaget. Loh kok tidak izin aku? Nanti kalau di jalan kenapa-napa, waduh, bakalan jadi kasus ini. Saat kususul di depan gerbang, Salsa sudah tidak ada. Kemudian aku langsung membuka WhatsApp dan mengirim kabar ke grup tentang kejadian yang dialami Salsa.
Ternyata oh ternyata, Salsa pulang ke rumah hanya untuk memberi kabar kepada ibunya kalau giginya lepas. Semua anggota grup mengirim emoticon bergambar tertawa terpingkal-pingkal. Sesampainya di kelas, Salsa tersenyum-senyum sambil memamerkan gigi depannya yang sudah tidak lengkap. Tak lupa kuingatkan secara halus, kalau esok hari ada apa-apa dan harus pulang ke rumah, izin kepada Bu Ika. Huh, lega rasanya dan pembelajaran pun berlanjut seperti biasa.
Pengawasan dan Evaluasi
Ini kasus terbaru, suatu siang, selepas anak-anak pulang, aku masih sibuk dengan administrasi kelas dan persiapan untuk materi esok hari. Tiba-tiba ada WhatsApp masuk, tertera nama salah satu siswaku. Ada apa nih?
Ternyata, wali murid mengabarkan kalau anaknya, saat di sekolah dipalak oleh temannya dengan inisial F dan A. Seketika aku kaget. Karena aku tahu betul F anaknya seperti apa. Dia kalau menemukan uang di mana saja, di dalam atau di luar kelas selalu mengadu dan memberikan uang itu kepadaku, masak ini dia sampai malak? Heranku.
Wali murid yang mengadu itu sebenarnya anaknya baru masuk kelas di semester 2 ini. Karena aku belum paham karakternya seperti apa, aku pun tidak kemudian mengambil tindakan yang frontal ke F dan A. Kuselidiki pelan-pelan. Kutanyai mereka secara tidak langsung saat bermain.
Jelas, kasus seperti ini mengganggu ketenangan hatiku. Kalau sampai ada anak yang bertindak demikian, itu termasuk kesalahanku juga. Tapi, Alhamdulillah, tabir kepalsuan pun terungkap. Ternyata anak yang mengadu kepada ibunya itulah yang perlu bimbingan. Ternyata dia takut kepada sang ibu karena uang sakunya sering habis dipakai utuk membeli mainan. Makanya, agar tidak dimarahi oleh ibunya dia mengaku dipalak oleh F dan A.
Saat kutanya secara halus, anak baru itu tak pernah berani menatap mataku. Bahkan dia mengelak selalu ingin duduk. Kupersilakan mereka untuk saling maaf-memaafkan. Tapi, anak baru itu masih angkuh, tidak mau melakukannya. Ya, sudahlah, pelan-pelan saja. Kuberikan pengertian kepada F dan A agar mereka tidak merasa sakit hati ke depannya.
Dari kasus WhatsApp wali muridku tadi, aku bisa banyak belajar, bagaimana aku harus bersikap kepada anak didikku juga kepada orangtuanya? Baik dalam menerima masukan, kritikan, maupun saran yang sifatnya membangun untuk kemajuan anak-anak. Intinya, setiap kali membaca WhatsApp wali murid, apalagi itu tentang studi kasus, aku harus berkepala dingin. Tidak boleh ada timbangan berat sebelah, karena semua adalah anak didikku.
Pengembangan Kegiatan Siswa di Sekolah
Semenjak jadi guru, aku belajar untuk menjadi orang yang lebih open minded. Saran dan kritikan dari wali murid kutampung semua kemudian kupilah mana yang akan kumodifikasi untuk perkembangan murid-muridku di kelas.
Seperti saat kegiatan membuat plastisin. Setelah sampai rumah, banyak wali murid yang memamerkan karya-karya anaknya di grup. Kemudian chat sana-sini dan ada salah satu wali murid yang bercerita kalau semalam beliau dan anaknya sudah mencoba membuat. Berdasarkan pengalaman mereka, plastisin anak-anak akan lebih bagus dan awet kalau jumlah garamnya banyak. Dengan senang hati aku mengucapkan terima kasih untuk informasi yang diberikan. Karena ilmu itu bisa kugunakan lagi di lain waktu. Tapi, jujur saja, karena harus mengurus 33 anak, mereka bereksperimen sendiri-sendiri. Aku hanya menerangkan caranya step by step dan membantu apabila ada yang mengalami kesulitan. Aku tak begitu perhatian soal banyak sedikitnya garam berpengaruh dengan kualitas plastisin anak-anak. Bagiku, ilmu yang diberikan wali muridku itu sangat berguna untuk pengembangan kegiatan anak-anak ke depan.
Itu poin untuk kelebihan yang kurasakan selama menjadi guru dengan adanya grup wali murid. Sebenarnya dengan adanya grup ini, pekerjaanku sebagai guru semakin bertambah. Setiap hari aku harus selalu laporan kegiatan demi kegiatan yang terjadi di kelas. Apalagi saat ada kegiatan keterampilan. Aku harus siap sedia mengambil foto atau video anak-anak, kemudian menyampaikannya di grup.
Kalau ibarat pisau bermata dua, grup WhatsApp wali murid ini sebenarnya ada kelemahannya juga. Satu, ada wali murid yang sering mengirim pesan pribadi dan kesannya sok dekat (tidak ada urusannya dengan anak-anak) dengan guru. Dua, seperti kasusnya anak baru yang mengaku dipalak temannya, ini akan lebih baik kalau disampaikan secara langsung. Kalau disampaikan lewat WhatsApp dengan bahasa halus pun kadang memunculkan perasaan yang kurang tepat bagi yang membaca. Akan lebih baik kalau duduk berhadapan, bicara dari hati ke hati. Yah, tidak semua memang terselesaikan dengan pesan WhatsApp kalau sifatnya urgent seperti itu. Ketiga, ada kalanya wali murid mengirim pesan yang tidak semestinya pantas dishare di grup wali murid.
Di lain sisi, adanya grup WhatsApp ini juga memudahkanku. Tiga tahun lalu saat aku mengajar di kelas 3, aku berkomunikasi dengan wali murid melalui buku penghubung yang harus kutulis satu per satu siswa. Buku penghubung aku bagikan ke wali murid, dibawa pulang, ditandatangani, kelar. Ada satu atau dua wali murid yang membalas isi buku penghubungku. Tapi, secara umum komunikasi yang terjadi hanya satu arah. Berbeda kalau ada grup di WhatsApp, semua bisa nimbrung dalam obrolan. Kesannya justru lebih seru dan ada keterbukaan untuk kemajuan anak-anak.
Selain itu, pembelajaran juga berlangsung dengan lancar. Terutama kalau ada tugas membawa bahan-bahan keterampilan. Meskipun anak-anak sudah mencatat di bukunya, aku akan tetap mengirim kabar di grup. Tujuannya ya agar orangtua aware dengan tugas anak. Bukankah anak menjadi manja dan tidak mandiri karena orangtua sudah tahu? Ya, tidaklah. Aku tidak pernah cerita kalau aku selalu mengirim kabar ke orangtua mereka. Hihihi. Jadi, mereka punya tanggungjawab untuk menyiapkan tugasnya sendiri.
Seru. Jelas, itu yang kurasa. Ternyata menjadi guru itu tidak hanya berkawan dengan anak didikku, tapi juga dengan kedua orangtuanya. Banyak sekali pengalaman berharga yang kudapatkan. Sungguh beruntung aku bisa menjadi guru, apalagi di era milenial seperti sekarang ini. Insya Allah semua serba mudah, terutama untuk menjalin komunikasi dengan wali murid lewat WhatsApp.
Tentu guru-guru di luar sana juga banyak yang merasakan apa yang kurasakan di atas. Antara aku dan wali murid saling mengisi dan berbagi sehingga menjadi kolaborasi yang apik. Dengan bermodalkan smartphone dan aplikasi WhatsApp, komunikasi dengan wali murid untuk mendukung kemajuan belajar anak didik menjadi lebih mudah.
Ngomong-ngomong tentang smartphone, aku ingin meng-upgrade smartphoneku sekarang, yaitu ASUS Zenfone Max yang sudah menemaniku sejak Februari 2017 lalu dengan ASUS ZenFone Max M2. Kenapa harus ZenFone Max M2? Karena smartphone ini adalah keluaran terbaru dari ASUS (Desember 2018) dengan harga aman di kantong tapi punya spesifikasi yang ciamik. Ini HP gaming lho, tapi harganya nggak sampai 3 jutaan. Berikut kupamerkan keunggulannya untukmu, siapa tahu kamu juga lagi hunting smartphone untuk mendukung hobi nge-gamemu. Untuk yang tidak hobi nge-game, smartphone yang satu ini sangat cocok untuk mendukung aktivitas sehari-hari.
Performa
Smartphone untuk gaming biasanya dia punya spesifikasi prosesor yang tinggi kemudian baterainya cepat ludes. Memang benar untuk prosesornya, ZenFone Max M2 ini dilengkapi dengan prosesor Qualcomm Snapdragon 632. Performanya begitu kuat, lebih cepat 40% dari generasi prosesor sebelumnya, yaitu Qualcomm Snapdragon 625. Tapi, tenang, smartphone ini tetap hemat baterai dan nggak cepat panas. Apalagi sistem operasinya pure Android Oreo 8.0 yang sangat ringan untuk bermain game. Untuk main game saja ciamik, apalagi kalau hanya untuk keseharian ya.
Kubayangkan ketika aku harus berpacu dengan kesempatan, saat ingin memotret atau mengambil video anak-anak yang asyik berkegiatan, aku tak perlu menunggu loading yang lama. Bet, bet, bet, kelar langsung kirim ke wali murid.
Senangnya lagi, ASUS ZenFone Max M2 ini dilengkapi dengan RAM 3GB/4GB dan ruang simpannya sampai 32 GB/64 GB. Aku juga nggak perlu buru-buru untuk mindahin dokumen, foto, dan video ke laptop karena smarphone ini juga mumpuni untuk slot MicroSD hingga 2TB.
Baterai
Bagi kamu yang keseringan lupa nge-charge, berbahagialah, karena smartphone satu ini dilengkapi dengan baterai li-polimer 4000mAh. Dengan kapasitas baterai yang besar kemudian didukung dengan prosesor Qualcomm Snapdragon 632 yang mampu menyeimbangkan performa dan konsumsi daya baterainya, maka tak heran, apabila digunakan sewajarnya (tidak digunakan untuk main game), smartphone ini bisa bertahan lebih dari 3 hari.
Berdasarkan hasil uji coba dari laboratorium ASUS, untuk bermain game seperti Garena Free Fire, smartphone ini bisa bertahan selama 8 jam. Ini jelas mengurangi barang bawaan kita kalau biasanya nenteng-nenteng powerbank ke mana-mana. Kalau pas lagi di jalan atau makan di suatu tempat juga nggak harus celingak-celinguk cari tempat duduk yang dekat colokan. Kalau aku, misalnya pakai smartphone ini ya nggak perlu cari pinjeman charger ke teman guru karena kelupaan nge-charge HP. Saking awetnya.
Layar
ASUS yang kupakai sekarang memiliki layar 5,5 inci, itu saja rasanya sudah WOW banget. Lah, ini ASUS ZenFone Max M2 hadir dengan layar yang lebih lebar lagi, yaitu 6,3 inci dengan resolusi 1520 x 720 piksel (19:9 resolusi HD+). Selain itu, smartphone ASUS ini juga mengusung layar berponi/lekukan bagian atas (notch) yang lagi ngetren. Kita kalau mau nonton video atau melihat hasil jepretan kamera, tenang, akan tetap nyaman di mata. Yang suka main game bakalan makin betah. Baterainya awet kemudian layarnya mendukung, hajar terus.
Desain
Dengan ketebalan 7,7 mm dan berat 160 gram, ASUS ZenFone Max M2 ini memiliki desain metal body yang tampak mriyayeni (mahal, anggun, dan kokoh) tapi tetap nyaman saat digenggam atau digunakan untuk nge-game. Dari tiga warna pilihan yang ditawarkan, yaitu Midnight Black, Space Blue, Meteor Silver, yang terakhir jadi pilihanku.
Kamera
ASUS ZenFone Max M2 ini terdiri dari kamera depan dan belakang. Untuk kamera depan (selfie) memiliki resolusi 8MP dengan aperture f 2.0, ada softlight LED flashnya, juga memiliki fitur real time beautification. Pokoknya cocok untuk kita - cewek-cewek- yang suka selfie tapi pengen secara instan jerawat hilang, bentuk wajah seimbang, kulit cerah dan lain-lain. Pokoknya nggak usah pakai aplikasi di HP lagi, jepret langsung cantik. Hihihi. Mau banget, kan?
Kamera belakangnya memiliki resolusi 13MP dan 2MP dengan apertur f/1.8. Ada flashnya juga. Dengan kamera ASUS ZenFone Max M2 ini kita dapat mengambil foto yang lebih jelas dan detail pada situasi apapun. Kalau aku pakai smartphone ini tidak perlu khawatir nih kalau mendung datang dan pintu kelas ditutup. Karena hasil jepretannya tidak mengecewakan. Soal ambil video? Tenang, ada fitur EIS yang membantu pengguna smartphone ini mengambil video dengan lebih stabil.
Audio
Untuk kamu yang suka mendengarkan musik atau menikmati audio saat main game, ASUS Zenfone Max M2 ini menggunakan 5 magnet speaker dengan lapisan metal dan amplifier NXP dengan distorsi rendah, sehingga menghasilkan suara yang jernih dan jelas.
Triple Slots
Kalau misalnya membeli smartphone baru, salah satu yang akan aku perhitungkan ya jumlah slotnya. Aku malas banget kalau harus menenteng banyak gadget di tas. Karena nomorku dengan suami sama, tapi dengan kedua orangtuaku berbeda. Tentu butuh satu gadget tapi sudah bisa meng-handle semua. Nah, ASUS ZenFone Max M2 ini memiliki dua slot kartu SIM ganda yang mendukung jaringan 4G LTE (kecepatan lebih dari 300Mbps) dan 1 slot untuk MicroSD yang bisa menyimpanan data sampai 2TB.
Harga:
3GB/32GB dibanderol dengan harga hanya Rp.2.299.000
4GB/64GB dibanderol dengan harga Rp. 2.699.000
Setelah membaca ulasanku di atas, tak salah kalau smartphone ini dipamerkan sebagai smartphone yang murah meriah, berkamera cihuy, dan asyik untuk main game, bukan? Apalagi ditambah dengan fitur konektivitas WLAN 802.11b/g/n, Wi-Fi Direct, dan dilengkapi dengan Bluetooth 4.2. Untuk fitur keamanannya pun memiliki sistem pengenalan wajah, cukup melihatnya saja sudah terbuka. Terdapat juga sensor fingerprint di bagian belakang dan untuk mengaktifkannya pun hanya butuh 0.3 detik. Cling, kelar deh ya.
Bagaimana, harganya masih aman kan di kantong? Duh, ingin sekali kukantongi satu untuk senjataku berkomunikasi dengan wali murid. Biar makin cas cis cus, bet, bet, bet kalau harus mengirim kabar ke mereka. Kamu yang punya resolusi ganti smartphone di awal tahun 2019 dengan harga murah meriah, ASUS ZenFone Max M2 ini rekomended.
*Sumber foto dan informasi diunduh dari website resmi ASUS Indonesia dan diedit dengan aplikasi Canva.com
Jelas, kasus seperti ini mengganggu ketenangan hatiku. Kalau sampai ada anak yang bertindak demikian, itu termasuk kesalahanku juga. Tapi, Alhamdulillah, tabir kepalsuan pun terungkap. Ternyata anak yang mengadu kepada ibunya itulah yang perlu bimbingan. Ternyata dia takut kepada sang ibu karena uang sakunya sering habis dipakai utuk membeli mainan. Makanya, agar tidak dimarahi oleh ibunya dia mengaku dipalak oleh F dan A.
Saat kutanya secara halus, anak baru itu tak pernah berani menatap mataku. Bahkan dia mengelak selalu ingin duduk. Kupersilakan mereka untuk saling maaf-memaafkan. Tapi, anak baru itu masih angkuh, tidak mau melakukannya. Ya, sudahlah, pelan-pelan saja. Kuberikan pengertian kepada F dan A agar mereka tidak merasa sakit hati ke depannya.
Dari kasus WhatsApp wali muridku tadi, aku bisa banyak belajar, bagaimana aku harus bersikap kepada anak didikku juga kepada orangtuanya? Baik dalam menerima masukan, kritikan, maupun saran yang sifatnya membangun untuk kemajuan anak-anak. Intinya, setiap kali membaca WhatsApp wali murid, apalagi itu tentang studi kasus, aku harus berkepala dingin. Tidak boleh ada timbangan berat sebelah, karena semua adalah anak didikku.
Pengembangan Kegiatan Siswa di Sekolah
Semenjak jadi guru, aku belajar untuk menjadi orang yang lebih open minded. Saran dan kritikan dari wali murid kutampung semua kemudian kupilah mana yang akan kumodifikasi untuk perkembangan murid-muridku di kelas.
Seperti saat kegiatan membuat plastisin. Setelah sampai rumah, banyak wali murid yang memamerkan karya-karya anaknya di grup. Kemudian chat sana-sini dan ada salah satu wali murid yang bercerita kalau semalam beliau dan anaknya sudah mencoba membuat. Berdasarkan pengalaman mereka, plastisin anak-anak akan lebih bagus dan awet kalau jumlah garamnya banyak. Dengan senang hati aku mengucapkan terima kasih untuk informasi yang diberikan. Karena ilmu itu bisa kugunakan lagi di lain waktu. Tapi, jujur saja, karena harus mengurus 33 anak, mereka bereksperimen sendiri-sendiri. Aku hanya menerangkan caranya step by step dan membantu apabila ada yang mengalami kesulitan. Aku tak begitu perhatian soal banyak sedikitnya garam berpengaruh dengan kualitas plastisin anak-anak. Bagiku, ilmu yang diberikan wali muridku itu sangat berguna untuk pengembangan kegiatan anak-anak ke depan.
Chatting dengan wali murid yang men-share pengalamannya membuat plastisin di rumah |
Itu poin untuk kelebihan yang kurasakan selama menjadi guru dengan adanya grup wali murid. Sebenarnya dengan adanya grup ini, pekerjaanku sebagai guru semakin bertambah. Setiap hari aku harus selalu laporan kegiatan demi kegiatan yang terjadi di kelas. Apalagi saat ada kegiatan keterampilan. Aku harus siap sedia mengambil foto atau video anak-anak, kemudian menyampaikannya di grup.
Kalau ibarat pisau bermata dua, grup WhatsApp wali murid ini sebenarnya ada kelemahannya juga. Satu, ada wali murid yang sering mengirim pesan pribadi dan kesannya sok dekat (tidak ada urusannya dengan anak-anak) dengan guru. Dua, seperti kasusnya anak baru yang mengaku dipalak temannya, ini akan lebih baik kalau disampaikan secara langsung. Kalau disampaikan lewat WhatsApp dengan bahasa halus pun kadang memunculkan perasaan yang kurang tepat bagi yang membaca. Akan lebih baik kalau duduk berhadapan, bicara dari hati ke hati. Yah, tidak semua memang terselesaikan dengan pesan WhatsApp kalau sifatnya urgent seperti itu. Ketiga, ada kalanya wali murid mengirim pesan yang tidak semestinya pantas dishare di grup wali murid.
Di lain sisi, adanya grup WhatsApp ini juga memudahkanku. Tiga tahun lalu saat aku mengajar di kelas 3, aku berkomunikasi dengan wali murid melalui buku penghubung yang harus kutulis satu per satu siswa. Buku penghubung aku bagikan ke wali murid, dibawa pulang, ditandatangani, kelar. Ada satu atau dua wali murid yang membalas isi buku penghubungku. Tapi, secara umum komunikasi yang terjadi hanya satu arah. Berbeda kalau ada grup di WhatsApp, semua bisa nimbrung dalam obrolan. Kesannya justru lebih seru dan ada keterbukaan untuk kemajuan anak-anak.
Beberapa foto kegiatan anak-anak di kelas |
Selain itu, pembelajaran juga berlangsung dengan lancar. Terutama kalau ada tugas membawa bahan-bahan keterampilan. Meskipun anak-anak sudah mencatat di bukunya, aku akan tetap mengirim kabar di grup. Tujuannya ya agar orangtua aware dengan tugas anak. Bukankah anak menjadi manja dan tidak mandiri karena orangtua sudah tahu? Ya, tidaklah. Aku tidak pernah cerita kalau aku selalu mengirim kabar ke orangtua mereka. Hihihi. Jadi, mereka punya tanggungjawab untuk menyiapkan tugasnya sendiri.
Seru. Jelas, itu yang kurasa. Ternyata menjadi guru itu tidak hanya berkawan dengan anak didikku, tapi juga dengan kedua orangtuanya. Banyak sekali pengalaman berharga yang kudapatkan. Sungguh beruntung aku bisa menjadi guru, apalagi di era milenial seperti sekarang ini. Insya Allah semua serba mudah, terutama untuk menjalin komunikasi dengan wali murid lewat WhatsApp.
Tentu guru-guru di luar sana juga banyak yang merasakan apa yang kurasakan di atas. Antara aku dan wali murid saling mengisi dan berbagi sehingga menjadi kolaborasi yang apik. Dengan bermodalkan smartphone dan aplikasi WhatsApp, komunikasi dengan wali murid untuk mendukung kemajuan belajar anak didik menjadi lebih mudah.
Ngomong-ngomong tentang smartphone, aku ingin meng-upgrade smartphoneku sekarang, yaitu ASUS Zenfone Max yang sudah menemaniku sejak Februari 2017 lalu dengan ASUS ZenFone Max M2. Kenapa harus ZenFone Max M2? Karena smartphone ini adalah keluaran terbaru dari ASUS (Desember 2018) dengan harga aman di kantong tapi punya spesifikasi yang ciamik. Ini HP gaming lho, tapi harganya nggak sampai 3 jutaan. Berikut kupamerkan keunggulannya untukmu, siapa tahu kamu juga lagi hunting smartphone untuk mendukung hobi nge-gamemu. Untuk yang tidak hobi nge-game, smartphone yang satu ini sangat cocok untuk mendukung aktivitas sehari-hari.
Performa
Smartphone untuk gaming biasanya dia punya spesifikasi prosesor yang tinggi kemudian baterainya cepat ludes. Memang benar untuk prosesornya, ZenFone Max M2 ini dilengkapi dengan prosesor Qualcomm Snapdragon 632. Performanya begitu kuat, lebih cepat 40% dari generasi prosesor sebelumnya, yaitu Qualcomm Snapdragon 625. Tapi, tenang, smartphone ini tetap hemat baterai dan nggak cepat panas. Apalagi sistem operasinya pure Android Oreo 8.0 yang sangat ringan untuk bermain game. Untuk main game saja ciamik, apalagi kalau hanya untuk keseharian ya.
Kubayangkan ketika aku harus berpacu dengan kesempatan, saat ingin memotret atau mengambil video anak-anak yang asyik berkegiatan, aku tak perlu menunggu loading yang lama. Bet, bet, bet, kelar langsung kirim ke wali murid.
Senangnya lagi, ASUS ZenFone Max M2 ini dilengkapi dengan RAM 3GB/4GB dan ruang simpannya sampai 32 GB/64 GB. Aku juga nggak perlu buru-buru untuk mindahin dokumen, foto, dan video ke laptop karena smarphone ini juga mumpuni untuk slot MicroSD hingga 2TB.
Baterai
Bagi kamu yang keseringan lupa nge-charge, berbahagialah, karena smartphone satu ini dilengkapi dengan baterai li-polimer 4000mAh. Dengan kapasitas baterai yang besar kemudian didukung dengan prosesor Qualcomm Snapdragon 632 yang mampu menyeimbangkan performa dan konsumsi daya baterainya, maka tak heran, apabila digunakan sewajarnya (tidak digunakan untuk main game), smartphone ini bisa bertahan lebih dari 3 hari.
Berdasarkan hasil uji coba dari laboratorium ASUS, untuk bermain game seperti Garena Free Fire, smartphone ini bisa bertahan selama 8 jam. Ini jelas mengurangi barang bawaan kita kalau biasanya nenteng-nenteng powerbank ke mana-mana. Kalau pas lagi di jalan atau makan di suatu tempat juga nggak harus celingak-celinguk cari tempat duduk yang dekat colokan. Kalau aku, misalnya pakai smartphone ini ya nggak perlu cari pinjeman charger ke teman guru karena kelupaan nge-charge HP. Saking awetnya.
Layar
ASUS yang kupakai sekarang memiliki layar 5,5 inci, itu saja rasanya sudah WOW banget. Lah, ini ASUS ZenFone Max M2 hadir dengan layar yang lebih lebar lagi, yaitu 6,3 inci dengan resolusi 1520 x 720 piksel (19:9 resolusi HD+). Selain itu, smartphone ASUS ini juga mengusung layar berponi/lekukan bagian atas (notch) yang lagi ngetren. Kita kalau mau nonton video atau melihat hasil jepretan kamera, tenang, akan tetap nyaman di mata. Yang suka main game bakalan makin betah. Baterainya awet kemudian layarnya mendukung, hajar terus.
Desain
Dengan ketebalan 7,7 mm dan berat 160 gram, ASUS ZenFone Max M2 ini memiliki desain metal body yang tampak mriyayeni (mahal, anggun, dan kokoh) tapi tetap nyaman saat digenggam atau digunakan untuk nge-game. Dari tiga warna pilihan yang ditawarkan, yaitu Midnight Black, Space Blue, Meteor Silver, yang terakhir jadi pilihanku.
Pilihan warna ASUS ZenFone Max M2 |
Kamera
ASUS ZenFone Max M2 ini terdiri dari kamera depan dan belakang. Untuk kamera depan (selfie) memiliki resolusi 8MP dengan aperture f 2.0, ada softlight LED flashnya, juga memiliki fitur real time beautification. Pokoknya cocok untuk kita - cewek-cewek- yang suka selfie tapi pengen secara instan jerawat hilang, bentuk wajah seimbang, kulit cerah dan lain-lain. Pokoknya nggak usah pakai aplikasi di HP lagi, jepret langsung cantik. Hihihi. Mau banget, kan?
Hasil jepretan dengan ASUS Zenfone Max M2 |
Kamera belakangnya memiliki resolusi 13MP dan 2MP dengan apertur f/1.8. Ada flashnya juga. Dengan kamera ASUS ZenFone Max M2 ini kita dapat mengambil foto yang lebih jelas dan detail pada situasi apapun. Kalau aku pakai smartphone ini tidak perlu khawatir nih kalau mendung datang dan pintu kelas ditutup. Karena hasil jepretannya tidak mengecewakan. Soal ambil video? Tenang, ada fitur EIS yang membantu pengguna smartphone ini mengambil video dengan lebih stabil.
Audio
Untuk kamu yang suka mendengarkan musik atau menikmati audio saat main game, ASUS Zenfone Max M2 ini menggunakan 5 magnet speaker dengan lapisan metal dan amplifier NXP dengan distorsi rendah, sehingga menghasilkan suara yang jernih dan jelas.
Triple Slots
Kalau misalnya membeli smartphone baru, salah satu yang akan aku perhitungkan ya jumlah slotnya. Aku malas banget kalau harus menenteng banyak gadget di tas. Karena nomorku dengan suami sama, tapi dengan kedua orangtuaku berbeda. Tentu butuh satu gadget tapi sudah bisa meng-handle semua. Nah, ASUS ZenFone Max M2 ini memiliki dua slot kartu SIM ganda yang mendukung jaringan 4G LTE (kecepatan lebih dari 300Mbps) dan 1 slot untuk MicroSD yang bisa menyimpanan data sampai 2TB.
Harga:
3GB/32GB dibanderol dengan harga hanya Rp.2.299.000
4GB/64GB dibanderol dengan harga Rp. 2.699.000
Setelah membaca ulasanku di atas, tak salah kalau smartphone ini dipamerkan sebagai smartphone yang murah meriah, berkamera cihuy, dan asyik untuk main game, bukan? Apalagi ditambah dengan fitur konektivitas WLAN 802.11b/g/n, Wi-Fi Direct, dan dilengkapi dengan Bluetooth 4.2. Untuk fitur keamanannya pun memiliki sistem pengenalan wajah, cukup melihatnya saja sudah terbuka. Terdapat juga sensor fingerprint di bagian belakang dan untuk mengaktifkannya pun hanya butuh 0.3 detik. Cling, kelar deh ya.
Bagaimana, harganya masih aman kan di kantong? Duh, ingin sekali kukantongi satu untuk senjataku berkomunikasi dengan wali murid. Biar makin cas cis cus, bet, bet, bet kalau harus mengirim kabar ke mereka. Kamu yang punya resolusi ganti smartphone di awal tahun 2019 dengan harga murah meriah, ASUS ZenFone Max M2 ini rekomended.
*Sumber foto dan informasi diunduh dari website resmi ASUS Indonesia dan diedit dengan aplikasi Canva.com
SPESIFIKASI
ASUS ZENFONE MAX M2
|
||
Ukuran Layar
|
:
|
IPS LCD 6,3 inci, 720 x 1520 piksel, rasio 19:9
|
Dimensi Fisik
|
:
|
158,4 x 76,3 x 7,7 mm
|
Bobot
|
:
|
160 gram
|
Prosesor
|
:
|
Qualcomm Snapdragon 632, Octa-core 1,8 GHz Adreno 506
|
RAM
|
:
|
3 GB/4GB
|
Media Penyimpanan
|
:
|
32 GB/64 GB, microSD slot hingga 2TB
|
Kamera Belakang
|
:
|
13 megapiksel (f/1,8) dan 2 megapiksel
|
Kamera Depan
|
:
|
8 megapiksel (f/2.0)
|
Kapasitas Baterai
|
:
|
4000 mAh
|
Konektor
|
:
|
microUSB 2.0
USB OTG
3,5 mm audio jack
|
GPS
|
:
|
Ya, A-GS, GLONASS, BDS
|
Konektivitas
|
:
|
4G, Wi-Fi 802.11, Bluetooth 4.2, Hotspot
|
Kartu SIM
|
:
|
Dual SIM
|
Biometrik
|
:
|
Fingerprint sesnsor (di belakang), face unlock
|
Sistem Operasi
|
:
|
Android Oreo 8.1, Android Stock
|
Pilihan Warna
|
:
|
Midnight Black, Space Blue, Meteor Silver
|
Harga
|
:
|
Rp 2,3 juta (3/32 GB) dan 2,7 juta (4/64 GB)
|