Rabu, 27 Februari 2019

4 Hal Ini Jadikan Rumah Milenial Menjadi Sempurna

4 Hal Ini Jadikan Rumah Milenial Menjadi Sempurna - Seperti pasangan lainnya, inginku dulu, lima tahun tahun yang lalu sebelum menikah, sebagai pasangan milenial, memiliki rumah sendiri adalah sebuah keharusan. Kenapa demikian?


Karena printilan yang ada dalam hunian kami merupakan upaya dalam membentuk kesempurnaan hidup. Identik dengan idealisme yang tinggi, seorang milenial biasanya memiliki cara pandang yang berbeda. Ini hidup baruku dengan pasangan, maka tidak boleh ada campur tangan secara langsung dari orangtua.

Tidak heran, kalau seorang milenial diketahui memiliki perencanaan yang sangat kompleks saat memutuskan memiliki rumah sendiri. Baik saat membeli rumah hingga mengubah suasana hunian mereka. Tujuannya tentu untuk memberikan suasana yang terbaik, mulai dari mereka beristirahat dari kepenatan sehari-harinya, atau melakukan aktivitas produktif pada huniannya. Rumah adalah tempat kembali setelah seharian berkutat dengan kegiatan yang padat merayap. Setidaknya saat kembali rumah, kenyamanan adalah hal yang utama.

Melihat tren di tahun ini, ada beberapa poin yang sekiranya dapat mewakili konsep kesempurnaan dalam hunian seorang milenial.

Area Multifungsi
Kebiasaan milenial yang multi-tasking akan menuntut adanya sebuah area yang dapat mengintegrasikan aktivitas produktif di dalam huniannya. Dibanding harus memberikan satu area untuk satu aktivitas, milenial lebih cenderung untuk memaksimalkan satu ruangan untuk beragam aktivitas. Misalnya saja dengan memasukkan area bekerja mereka ke dalam kamar tidur atau membuat meja bar dalam dapur mereka.



Area Terbuka
Tidak sedikit dari para milenial yang mulai mementingkan keberadaan area terbuka dalam area huniannya. Selain memberikan kesan yang berbeda, desain area terbuka dikatakan dapat meningkatkan nilai positif baik secara visual maupun psikologis. Pandangan tersebut juga diketahui menjadi landasan generasi milenial saat memilih hunian baru mereka. Berdasarkan pandangan tersebut, saat ini tidak terlalu sulit menemukan rumah dijual dengan kondisi baru yang menawarkan area terbuka baik pada area taman depan rumah maupun bagian belakang rumah. Dalam memaksimalkan nilai positif secara visual dan psikologis, buat ruang terbuka pada rumah dengan memasukkan elemen-elemen alam. Misalnya dengan memberikan sentuhan dari tanaman-tanaman hidup atau memilih furnitur berbahan dasar kayu.

Langit-langit yang tinggi
Untuk mendapatkan nuansa hunian yang lebih segar pada hunian, membuat langit-langit yang tinggi dapat menjadi solusi tanpa harus mengeluarkan budget untuk perangkat-perangkat pendingin ruangan seperti air conditioner atau cooler. Keunggulan lainnya, kita akan mendapatkan pasokan udara alami yang lebih segar dibanding dari perangkat pendingin ruangan.



Selain memunculkan pertukaran udara yang baik, membuat langit-langit ruangan menjadi lebih tinggi, dalam pandangan desain interior, juga dapat memberi kesan yang lebih luas dalam sebuah ruangan, sekalipun bangunan hunian kita tidak terlalu besar. Lebih lanjut, langit-langit yang tinggi juga dapat memberikan kesan ruangan yang lebih terang. Untuk kesan yang lebih maksimal, sekiranya tinggi 3-4 meter merupakan ukuran yang paling ideal dalam membentuk nuansa ruangan yang luas, terang, dan segar.

Sudut Ruang yang Instagramable
Sebuah spot yang menarik untuk berfoto atau spot instagramable dapat menjadi pelengkap yang terbaik dalam rumah milenial. Ini juga mendukung kebiasaan 'update'  dalam media sosial bagi para milenial. Tidak harus membuat ruangan khusus untuk berfoto, setiap sudut ruang di dalam rumah sudah pasti dapat dijadikan sebagai objek foto atau latar belakang (background) untuk berfoto. Hal ini juga menunjang bagi para milenial yang tinggal dalam rumah bersubsidi yang hanya memiliki sedikit ruang pada huniannya. Spot tersebut bisa ada di dalam atau di wilayah luar rumah, bisa juga berjumlah satu atau lebih. Tinggal bagaimana kita memadukan sejumlah elemen dalam spot tersebut.


Ada beberapa cara dalam membuat spot yang instagramable, mulai dari memajang aksesoris-aksesoris (seperti lukisan, cermin, kain, atau hiasan logam), menggantung tanaman dalam ruangan, hingga memunculkan kesan artistik dan kreatif melalui penggambaran mural.

Bagaimana, kira-kira sudah ada pandangan rumah seperti apa yang cocok untuk kita, milenial? Atau dalam waktu dekat berencana untuk mencari atau membangun rumah milenial? Semoga 4 hal di atas bisa jadi gambaran ya. Terpenting, selain memiliki hunian, cari dulu pasangan hidup, sudah ketemu yang pas?


Semua foto direupload dari IG @kanyaka_wara_apsari

Sabtu, 23 Februari 2019

Jalan Kaki Sebagai Olahraga Murah Meriah untuk Ibu Bekerja



Jalan Kaki Sebagai Olahraga Murah Meriah untuk Ibu Bekerja - Sudah tiga hari ini, setiap pagi aku selalu jalan kaki. Kegiatan ini kulakukan karena terinspirasi dari Jeremy Teti. Sekarang ini dia tampil beda, bukan? Salah satu olahraga yang dilakukannya setiap pagi adalah jalan kaki. Pun, jalan kaki adalah olahraga yang paling disarankan oleh dokter untuk pria bertato itu karena dia memiliki riwayat sakit jantung (pasang ring). Setiap harinya dia diharuskan berjalan kaki sejauh 10 km.


Melihat tayangan keseharian Jeremy, aku langsung berpikir, iya ya, kenapa aku tidak mencoba olahraga murah meriah ini untuk menurunkan berat badanku? Tapi, bisakah hanya dengan jalan kaki berat badanku menjadi turun?

Ngomongin soal berat badan, setelah sakit tifus hampir dua bulan, di bulan September-Oktober, berat badanku sampai 60 kg. Pas nyobain timbangan berat badan yang baru kubeli seminggu yang lalu, berat badanku berapa coba? 66 kg. Buset dah. Hahahaha. Makanya baju seragam PSH-ku kelihatan ketat banget. Ampuni aku Ya Allah karena terlalu gendut.

Gendut itu nggak enak. Lebih sering ngantuk, capek, lari dikit ngos-ngosan, dan aku sering banget kena ruam di area tubuh yang terlipat. Intinya, produktivitasku jadi menurun karena ngantuk mulu.

Aku menyebut diriku gendut karena sebelum hamil Kak Ghifa, berat badanku hanya 52 kg. Sesaat sebelum melahirkan Kak Ghifa, berat badanku 78 kg. Nah, sekarang, setelah anakku usianya hampir 3,5 tahun, angka timbangan ajeg di 66an. Bahkan, pernah menyentuh angka 69 kg.

Bukan tanpa usaha, aku sudah mencoba beberapa macam diet. Mulai yang tidak makan karbohidrat, hanya makan buah, sarapan telur saja, tidak makan di atas pukul 18.00. Hasilnya? Iya, bisa turun berat badanku, tapi tidak seberapa. Dan, godaannya tuh gede banget. Dari soal materi sampai perkara ngiler setiap lihat keluarga atau orang sekitar makan dengan menu sesuka mereka. Akhirnya, aku nyerah.

Bagiku, semua diet yang kulakukan itu ekstrim dan memang bisa menurunkan berat badan. Akan tetapi, kalau orangnya mudah bosen dan dana untuk diet masih molor modod kayak aku, ya sudah, wassalam.

Oleh karena itu, aku berpikir, percuma juga sih kalau aku diet ketat gitu tapi olahraga per minggu hanya sekali. Kucari deh solusi yang paling mudah apa ya? Akhirnya nemu tuh, dengan jalan kaki setiap pagi.

Sebelum Jalan Kaki Siapkan Sarapan Pagi

Olahraga pagi hari, mana sempat? Aku dulu berpikir gitu juga lho. Tinggal niatnya, kuat, tidak?

Kalau sudah ada niat untuk olahraga jalan kaki, siapkan tetek bengek untuk sarapan. Setiap malam, aku sudah menyiapkan masakan apa yang akan aku masak esok hari. Misalnya, besok pagi aku mau masak tumis kangkung sama goreng tahu bakso. Semua bahan disiapkan. Kangkung sudah dipotong-potong, bumbunya diiris sekalian. Jangan lupa, kalau tahunya mau digoreng dengan tepung, disiapkan sekalian.

Bangun sekitar pukul 04.00 WIB. Siapkan alarm di beberapa HP. Jadi, nggak ada alasan kalau bangun kesiangan. Dada good bye tidur kebo. Hahaha. Jangan lupa minum air putih ya setelah bangun tidur.

Usahakan pukul 05.00 masakan sudah siap. Kalau nasi belum masak tak masalah. Kalau mau beli lauk, pastikan masak nasi dulu, nanti pas olahraga jalan kaki tinggal bawa uang sekalian dan tentukan rute jalannya menuju warung yang jualan lauk.

Jalan kaki mau pakai sepatu atau nyeker (tanpa alas kaki), monggo. Kalau aku lebih memilih nyeker. Kembali ke tanah.

Tampilan aplikasi Pacer

Oiya, biar makin semangat, aku download aplikasi Pacer di playstore. Di aplikasi ini kita bisa tahu berapa jumlah langkah kita (taksirku, aplikasi ini menghitungnya dari getaran tubuh kita saat melangkah), kalori yang terbakar, waktu, dan seberapa jauh kita berjalan. Aku sendiri punya target, per jalan kaki minimal 1000 langkah. Tiap kali lihat jumlah angka di aplikasi ini bawaannya makin semangat.

Jalan kaki yang beberapa hari kulakukan paling lama hanya memakan waktu sekitar 30 menit.

Seru lagi kalau jalan kakinya ditemani Kak Ghifa. Karena dia bakalan ikutan dan aku harus mendorongnya yang duduk di atas mobil-mobilan. Seru lho. Kaloriku yang terbakar makin banyak.

Ada Efeknya Nggak Sih?

Setelah hari pertama jalan kaki, punggung kakiku memang terasa cekot-cekot. Betis agak pegel dikitlah. Akan tetapi, karena punya tekad yang kuat untuk turun berat badan dan punya habit yang lebih baik, hajar. Pas hari kedua jalan kaki, keluhanku itu sudah berkurang. Apa mungkin karena hari pertama jalan kaki belum terbiasa dan lupa pemanasan ya?

Nah, pemanasan itu tetap penting ya.

Heranku tuh gini, biasanya, kalau Jumat di sekolah kan ada kegiatan jalan keliling kampung. Malamnya, aku sering ngeluh sama abi karena lututku terasa sakit. Kalau pas jalan kaki di tiga hari ini kok nggak ya?

Aku juga merasa badanku lebih segar dari biasanya. Ini karena pagi-pagi tubuhku sudah mengeluarkan keringat kali ya.

Terus, ini nih timbanganku yang baik hati atau apa, tadi aku nimbang lagi kok angkanya jadi 65 kg dari 66 kg ya? Apa iya, secepat itu berat badanku turun?


Catatan penting untukku pribadi, meskipun sebagai ibu bekerja, aku harus tetap olahraga. Hanya 30 menit lho. Setiap hari mengerjakan tugas domestik di dapur, kemudian ngajar kelas 1 yang super duper aktif itu belum cukup dikatakan olahraga untuk tubuhku. Jadi, siapa yang mau ikutan jalan kaki sepertiku?

Aku bakalan update terus untuk olahraga jalan kaki ini. Karena barusan aku baca di website kesehatan, ternyata olahraga jalan kaki ini bisa efektif untuk menurunkan berat badan dengan menerapkan beberapa teknik. Apa saja itu? Akan kucoba dan buktikan dulu. Tunggu ulasanku selanjutnya ya.

Kamis, 21 Februari 2019

Tips Memilih Bus Pariwisata untuk Piknik Sekolah


Tips Memilih Bus Pariwisata untuk Piknik Sekolah - Yang muda siap bergerak. Begitu kalau kalimat singkat dari kepala sekolahku. Alasannya jelas, agar aku, guru muda, memiliki banyak pengalaman untuk bekal ke depannya. Salah satu pengalaman berharga yang kudapatkan saat aku menjadi guru ya soal booking bus pariwisata untuk piknik sekolah, tempatku mengajar.


Ngomongin soal booking bus pariwisata, sebenarnya ini bukan pengalaman pertama untukku. Karena sejak SMA sampai kuliah aku selalu mendapat jatah meng-handle perkara ini. Akan tetapi, setiap kesempatan ini hadir, pasti ada saja pengalaman baru yang kudapatkan. Apa sajakah itu?

Saat pertama kali memutuskan jadwal piknik sekolah, hal yang harus dirundingkan bersama dengan guru lain adalah perjalanan nanti mau pilih pakai biro atau tidak?

Apa bedanya? Jelas berbeda. Soal harga, kalau biro pasti lebih mahal. Bisa sampai selisih jutaan. Akan tetapi, kalau pakai biro, sebagai panitia, kita tinggal ongkang-ongkang, terima beres. Soal tiket, tempat makan, guide, anak mabuk, ada yang sakit, milih tempat oleh-oleh sampai bersihin bus kotor semua mereka yang handle. Pokoknya tinggal wus saja. Oiya, kalau pakai biro, kita juga dapat souvenir, misalnya jaket, handuk, tas, dsb.

Berbeda kalau semua kita yang handle. Pokoknya tetek bengek kita yang urus. Lempoh ya lempoh deh. Seakan-akan mau merem saja susah. Baru mau merebahkan punggung, eh, sudah ada anak yang muntah. Luar biasa pokoknya. Keunggulan kalau semua dihandle sendiri ya panitia dapat uang lelah agak tebel. *ups

Kalau aku disuruh milih antara pakai biro atau dihandle sendiri, ya pilih pakai biro lah. Ini mau piknik apa mburoh? Hahaha. Akan tetapi, sebagai anak buah, apalagi masih unyu-unyu gini di dunia kerja, ya ngikut saja sama pimpinan.

Beberapa kali sukses memilih bus pariwisata untuk piknik sekolah, begini pengalamanku.

1. Pesan bus jangan lewat calo, langsung datang, telepon, atau via online.

Pas pertama kali mau pesan bus, aku kan tanya-tanya teman dulu nih. Nah, diberilah nomor sopirnya. Ditawari harga 3 juta. Kupikir murah banget. Semua guru juga sudah OK. Akan tetapi, mungkin karena feeling, aku masih tanya teman lainnya. Sampai akhirnya aku disaranin buat datang langsung atau telepon ke kantornya.

Zaman teknologi makin maju, komunikasi lewat WhatsApp pun bisa menghandle untuk urusan booking bus. Akhirnya setelah nego ini dan itu, dengan tipe bus yang sama, aku malah dapat harga hanya 2,3 juta. Gila banget, kan? Untung saja nggak termakan sama calo sebesar 700 ribu.

Piknik bersama teman-teman OSIS SMA (tahun 2008-2009) dan ini pengalaman pertamaku meng-handle booking bus

Akhirnya, aku dan teman guru meluncur ke kantor tersebut untuk mengecek bus pariwisatanya secara langsung. Dari CS-nya aku baru tahu kalau ternyata bus pariwisata tersebut bisa juga dipesan secara online dan aku nggak perlu ribet datang langsung ke pool.

Alhamdulillah, sejak itu, aku kalau mau pakai bus tersebut tidak pernah datang langsung ke pool. Semua serba mudah ya? Pilihan bus pariwisata juga banyak sekali dan kurasa di setiap daerah pun seperti itu.

Sebut saja di area Jakarta-Bandung, ada berbagai perusahaan bus yang menawarkan pelayanan terbaik. Misalnya, yang melayani rute tersebut adalah bus primajasa. Bus ini banyak pilihannya, mau yang bus kelas ekonomi AC, ekonomi non-AC, dan eksekutif juga ada. Semua bisa kita pilih cukup dengan booking di aplikasi Traveloka. Selain itu, bus primajasa juga menawarkan pelayanan bus pariwisata untuk piknik anak sekolah juga bus reguler yang mudah kita temukan di terminal-terminal besar.

2. Empat pertanyaan saat memesan bus

Empat pertanyaan berikut akan disampaikan oleh CS saat kita hendak memesan bus, kapan, berapa lama, ke mana dan berapa jumlah penumpang yang akan naik bus? Saranku, jawaban atas 4 pertanyaan itu harus kita siapkan dari awal. Salah satu pertanyaan yang paling penting adalah tentang hari keberangkatan. Bagaimana kalau ternyata pada hari yang kita pilih sudah tidak ada bus yang bisa digunakan?

Di awal berunding dengan panitia, pastikan cari alternatif hari, jangan hanya satu saja! Karena berdasarkan pengalamanku, apabila kita menunda untuk memesan pada hari itu, belum tentu hari berikutnya kita masih mendapat bus. Apalagi kalau musim liburan anak sekolah. Bakalan keroyokan bus deh. Siapa cepat dia dapat.

Di Selecta, Malang bersama teman-teman kuliah


3. Jenis bus mempengaruhi harga

Berapa orang yang akan pergi piknik? 10, 25, 37, atau 44. Jumlah kursi akan mempengaruhi harga bus. Selain itu tipe dan tahun bus juga.

Catatan penting berkaitan jumlah kursi, bagaimana kalau jumlah orang yang ikut piknik melebihi jumlah kursi? Pakai kursi tambahan? Jangan! Kita tengok dulu seberapa jauh perjalanan yang akan kita tempuh. Kalau dekat sih bisa ditolerir ya. Karena ini perkara keselamatan penumpang. Jangan coba-coba mengakalinya. Kalau pihak bus sih nggak mau tahu urusan ini. Mereka hanya akan menyiapkan tetek bengek sesuai jumlah standarnya.

4. Jangan lupa tanyakan fasilitasnya!

Pertama kali memesan bus pariwisata, aku kecolongan. Pasalnya, saat aku survey ke dalam bus dengan CS, aku diperlihatkan bus terbaru lengkap dengan fasilitas dispenser, selimut, dan empat TV. Akan tetapi, pas hari H yang datang malah bus lain dengan fasilitas yang berbeda.

Jengkel banget. Perjalanan piknik pun jadi kurang menyenangkan. Saat melakukan komplain ke pihak CS-nya mereka berdalih kalau ada fasilitas itu harus nambah 300 ribu lagi. Pun, saat survey mereka hanya menunjukkan contoh bus, bukan fasilitasnya. Errrrrr.

Oleh karena itu, setiap kali booking bus, baik secara online maupun langsung kupastikan betul fasilitasnya. Kalau perlu minta tanda bukti agar saat hari H kok tidak sesuai yang kita pesan, komplain akan diterima.

Satu hal penting lagi, saat kita membayar uang sekian juta, pastikan biaya itu untuk apa saja? Lengkap mulai dari sopir, uang makan, parkir, tol, dan bensin atau tidak?

5. Waktu Pesan dan Pembayaran

Waktu yang kusarankan untuk memesan bus pariwisata dalam rangka liburan adalah dua bulan sebelum keberangkatan. Di awal aku sudah ceritakan, kalau liburan anak sekolah tiba, bus pariwisata itu bak kacang goreng, laris manis. Jangan sampai kita kehabisan bus, malah gagal pergi!

Piknik bersama saat PPL tahun 2013

Kemudian untuk pembayaran sewa bus, bisa DP terlebih dahulu minimal 25%. Sisanya kapan? Tergantung perjanjian. Aku biasanya saat berangkat atau hari H. Pun pembayarannya bisa dilakukan dengan cara yang mudah, langsung oke, secara online juga tak masalah.

Catatan penting, sebelum DP diberikan, maka hari dan bus yang kita pilih bisa diserobot oleh orang lain. Siapa memberi DP, maka dia yang dicatat sebagai pemesan.

Oiya, hati-hati, aku dulu pernah lho dapat ancaman sebelum rombongan berangkat liburan. Kernetnya berulah. Dia mengancam kalau bus tidak akan berangkat karena alasan apa gitu, aku kok lupa. Pokoknya nggak masuk akal. Kemudian minta penambahan biaya sekitar 500 ribu. Sebagai ketua panitia, aku naik darah. Gantian aku yang mengancam, "Kalau memang tidak bisa mengantar kami ke Jogja, ya sudah uang kembalikan semua sekarang. Kesepakatan awal bagaimana, ya harus dijalankan. Tidak amanah berarti perusahaan Anda."

Apakah rombonganku jadi pergi? Ya, jadi. Taringku berhasil keluar dengan tajam. Hahaha. Ternyata, pengalamanku ini juga terjadi pada orang-orang di sekitarku tetapi dengan perusahaan bus yang lain. Nah, berarti banyak oknum sopir dan kernet yang nakal kan? Hati-hati ya.


Ini sudah bulan Februari ya? April nanti anak-anak kelas 6 mau UNBK. Itu artinya tak lama lagi aku akan booking bus untuk acara piknik sekolah. Nah, kalau kamu ada rencana piknik bareng keluarga besar, teman sekantor, atau se-kampung, semoga pengalamanku di atas bisa kamu jadikan acuan biar nggak salah pilih bus pariwisata ya.

Senin, 11 Februari 2019

Pengalaman Kurang Menyenangkan Saat Cetak Kaos Muridku


Pengalaman Kurang Menyenangkan Saat Cetak Kaos Muridku – Salah satu tugas yang dimiliki oleh guru kelas 1 SD adalah mengurus seragam baru untuk anak didik. Ada seragam batik dan kaos olahraga. Kalau untuk seragam merah putih, anak-anak sudah membeli sendiri di pasaran. Nah, kali ini aku akan menceritakan pengalaman kurang menyenangkan saat cetak kaos olahraga anak-anak. Harapanku, kamu bisa mengambil pelajaran dari apa yang aku alami.


Sewajarnya, seragam batik dan kaos olahraga untuk anak didik sudah dibagikan kepada anak-anak saat minggu pertama di sekolah. Kalau di sekolahku tidak. Kemarin sudah satu semester mereka baru dapat seragam baru. Wajar saja kalau wali muridku banyak yang bertanya, “Bu, seragamnya kok belum jadi-jadi ya?”

Kujawab saja sekenanya, “Pesannya kan di Arab, Bu. Mohon dimaklumi ya. Hehehe.”

Tidak hanya satu atau dua wali murid saja yang bertanya demikian lho. Hampir semua. Sekolah sebelah juga sudah pada pakai seragam baru semua. Lihat anak-anaknya masih pakai seragam dari TK kan ya pasti merasa sungkan sendiri.

Kok bisa sampai lama sekali seragamnya baru jadi, kenapa? Ini menurutku pemilik jasa yang dipilih sekolahku yang kurap sip. Awalnya, di akhir semester 1, seragam sudah jadi. Akan tetapi, barang yang dipesan tidak sesuai. Harusnya atasannya lengan panjang, eh, yang datang malah pendek semua. Kemudian ukurannya juga tidak sesuai dengan yang kami pesan. Kedua seragam, yaitu kotak-kotak dan kaos olahraga semua salah. Ya sudah seragam ditarik lagi. Anak-anak gigit jari deh.
Sebenarnya aku sudah pernah mengusulkan untuk memakai jasa konveksi dekat sekolah sini, pun aku kenal dengan pemiliknya. Tapi, usulku tidak pernah digunakan. Akhirnya, saat kaos olahraga yang sudah dibenahi sampai di sekolah, eh, ukurannya masih salah lagi. Terpaksa, Naja, Sofa, Zaky, Fabiyan dan beberapa temannya yang mendapat ukuran tidak sesuai hanya bisa memakai seragamnya yang lama. Kasian.


Nah, untuk kamu yang hendak mencari jasa cetak kaos yang terpercaya  (khususnya) dalam jumlah besar maupun kecil, pikirkanlah dengan matang pemilik jasa mana yang akan digunakan. Agar tidak menyesal karena merasa dirugikan berkali-kali. Apalagi kalau ini perkara anak-anak. Kasian lho, temannya memakai seragam baru sedangkan dia tidak.

Oleh karena itu, akan aku share beberapa hal yang perlu diperhatikan dan pertimbangkan sebelum akhirnya memutuskan untuk cetak kaos!

Muridku masih pakai seragam warna-warni karena seragamnya belum jadi
1.Ketahui Bahan yang Digunakan
Bahan merupakan salah satu komponen utama yang sangat penting. Pastikan bahan kaos yang akan digunakan mempunyai kualitas sesuai dengan keinginan kita. Beberapa kali pesan kaos olahraga muridku, aku sering kecewa dengan bahan yang digunakan.Namanya kaos olahraga kan bahannya harus yang nyaman dan menyerap keringat ya. Nah, ini kaosnya baru dicuci dua kali langsung jebrut-jebrut. Kalau aku sih lebih milih mahal dikit tapi bahan nyaman dipakai daripada murah tapi ya gitu deh kualitasnya. Yang ada aku bakalan dikomplain sama wali murid. Padahal kutak tahu apa-apa. Hihihi.

2.Tanyakan Perihal Metode, Teknik dan Teknologi yang Digunakan
Untuk mendapatkan hasil cetak kaos yang sesuai, berkualitas, bermutu, awet dan tahan lama tentu saja diperlukan penanganan khusus. Metode, teknik dan teknologi yang digunakan merupakan komponen yang sangat mendukung terciptanya hasil cetak kaos dengan kualitas tertentu. Ada lho konveksi yang masih menggunakan tenaga manual. Mereka sangat memperhatikan kualitas jahitan produknya. Sebaliknya, ada yang manual, tapi hasil jahitannya ada yang terlewatkan.

3.Kerapian Lokasi Produksi Cetak Kaos
Pernah nggak sih datang ke rumah konveksi/tukang jahit dan melihat lokasinya berantakan banget? Kain, gunting, meteran, dan kapur jahit berserakan di mana-mana. Apa yang kemudian kamu pikirkan? Errr....Lokasi yang berantakan dan tidak tertata dengan baik, pasti akan sangat mengganggu kegiatan operasionalnya.

Lokasi produksi cetak kaos juga penting untuk diperhatikan. Karena aku penganut kualitas kerja bisa ditentukan dari penampakan lokasi produksinya. Kerapian lokasi mencerminkan baik tidaknya sebuah usaha. Kalau kamu, gimana, sepakatkah?

4.Prosedur Kerja yang Diterapkan
Keteraturan prosedur kerja juga bisa menjadi poin penentu bagaimana gambaran pemilik usaha yang bersangkutan. Jika prosedur kerja yang dilakukan terstruktur dengan baik, berarti perusahaan tersebut sudah matang untuk serius dalam memberikan pelayanan kepada para konsumennya. Poin ini mungkin jarang sekali yang memperhatikan, padahal sedikit banyak hal ini ikut andil dalam menentukan kualitas produk yang dihasilkan.

Nah, kalau pakai kaos olahraga kayak gini kan lebih indah dipandang mata


Bisa belajar deh ya dari apa yang aku alami. Jangan sampai saat ukuran kaos yang dipesan sudah diterima, eh, pas sampai lokasi ukurannya amburadul semua! Apa kabar dengan prosedur kerja mereka?

5.Kedisiplinan dalam Penyelesaian Pekerjaan
Setiap pekerjaan yang dilakukan dengan sungguh – sungguh dan disiplin pasti akan berbuah manis. Betul, bukan? Nah pada poin ini juga bisa dijadikan sebagai patokan seberapa profesional sebuah usaha dijalankan. Jika janji – janji manis saja yang ditawarkan oleh pelaku usaha tanpa adanya bukti, maka anda perlu mempertimbangkannya berulang kali. Contohnya saja pada ketepatan waktu pengerjaan yang dijanjikan. Jika pada tahap awal saja sudah mengecewakan karena tidak tepat waktu, besok lagi masih mau pakai?

6.Lihatlah Testimoni yang Ada Pada Website atau Media Sosial
Keberadaan testimoni bisa dijadikan sebagai acuan untuk memberikan penilaian terhadap seberapa baik dan berkualitasnya produk cetak kaos yang dihasilkan. Gampangnya saja begini, saat kita sedang mencari tempat makan baru, pasti yang kita perhatikan paling utama adalah tempatnya banyak dikunjungi atau tidak. Jika banyak konsumen yang berkunjung, bisa diambil kesimpulan kemungkinan makanannya enak. Sama seperti halnya dalam menentukan jasa cetak kaos, jika terstimoninya banyak dan sebagian besar positif, maka tidak diragukan lagi kemungkinan besar kualitas yang ditawarkan pun juga baik.

Lantas? Langsung cus, pesan deh! Hari gini kita harus bisa jadi konsumen yang cerdas, bukan? gJadikan penhalamanku ini sebagai batu pijakan agar tidak kena tipu-tipu mereka yang hanya ingin meraup untung sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan kepuasan pelanggan. Kamu pernah punya pengalaman serupa denganku?

Minggu, 03 Februari 2019

Menaklukkan Wali Murid yang Terlalu Memanjakan Anak



Menaklukkan Wali Murid yang Terlalu Memanjakan Anak - Ini adalah cerita tentang Kanaia di awal semester satu. Terlalu lama ngendon di draft, akhirnya bisa selesai juga. Menuliskan cerita tentang serba-serbiku mengajar ternyata membuatku lebih waras. Cerita ini bisa jadi catatanku yang bisa kubuka kembali suatu hari ketika aku menemui masalah yang sama. Pun, saat aku butuh semangat kala jiwa dan raga begitu lelah menghadapi kenyataan kalau ternyata menjadi guru itu tidaklah mudah.


***

“Bu, tolong dimaklumi ya kalau Kanaia sering rewel di kelas. Ibunya biar di dalam (kelas) saja.”

Begitu kira-kira isi pesan WhatsApp ayah Kanaia. Aku kaget. Bagaimana bisa aku membiarkan ibu Kanaia di dalam kelas terus-terusan sementara aku sedang mengajar? Aku merasa ruang gerakku seperti terbatas. Terlebih lagi saat pelajaran berlangsung, Kanaia dan ibunya sering ngobrol di waktu yang tidak tepat. Alhasil, konsentrasi muridku yang lain juga jadi terganggu.

“Soalnya Kanaia itu punya indra keenam, Bu. Dia bisa melihat makhluk halus. Jadi, sering takut masuk kelas.”

Pesan ayah Kanaia lagi. Membaca pesan itu, mataku mendelik. Oh ya? Aku sedikit tak percaya. Tiga tahun lamanya aku mengajar di kelas satu, tak ada masalah demikian. Tahun lalu ada juga anak yang punya kelebihan yang sama, tapi semua aman-aman saja.

“Huuuuuuh....,” aku buang napas.

Oke, mungkin inilah ujianku di awal tahun ajaran baru 2018 ini. Mau nggak mau aku harus mencari cara, bagaimana agar Kanaia tidak harus ditunggui ibunya di dalam kelas?

Pendekatan kepada Kanaia pun kulakukan. Kutelusuri setiap jengkal kepribadiannya. Apakah benar anak ini manja? Tidak percaya diri? Kesulitan mengikuti pelajaran? Sampai perkara, benarkah dia melihat makhluk halus di dalam kelas? Hihihi. Aku jadi merinding sendiri.

“Kanaia takut sama Bu Ika ya?” tanyaku kepada Kanaia yang sedang duduk di pangkuanku. Dia menggeleng.

“Terus, apa yang membuat Kanaia takut masuk ke dalam kelas? Padahal sebulan awal sekolah, Kanaia anak yang pemberani,” gadis berkulit putih itu tak menjawab juga. Diam, malu-malu menatapku.

Aku lega saat Kanaia mengaku tidak takut kepadaku. Berarti bukan aku penyebanya dan pasti ada penyebab yang lain. Sehari dua hari, sampai satu bulan, aku berusaha bersabar dan membiarkan ibu Kanaia di dalam kelas. Tapi, lama-kelamaan, muridku banyak yang protes.

“Bu, Kanaia sama ibunya berisik! Aku nggak suka. Aku nggak bisa belajar.”

Tidak tahu kenapa, gara-gara protes itu emosiku seperti terbakar. Aku merasa murid yang kulayani sudah protes, mengapa aku hanya tinggal diam menanti nasib? Apa aku tak bisa melakukan sesuatu yang lebih? Kalau terus-terusan seperti ini, apa jadinya kelasku?

Kudekati lebih intens ibu Kanaia. Kukorek-korek semua informasi tentang Kanaia, baik itu lewat obrolan langsung maupun pesan WhatsApp. Sampai akhirnya aku menemukan titik terang, siapa yang sebenarnya bermasalah.

“Bu Ika, itu mbok ya o ibu Kanaia disuruh pulang. Anak sudah masuk kelas ya harusnya pasrah sama gurunya. Sudah dua bulan sekolah kok masih ditunggui.” keluh wali murid lain.

“Pas njenengan tidak masuk karena diklat di Purwodadi, saya kan ngajar di kelas satu. Eh, ibunya mau keluar kelas, tapi malah di depan pintu sambil da-da-da-da bawa es teh. Terus Kanaia lari sambil nangis. Saya patah hati. Lha baru action di depan anak-anak, kok malah ada yang ngeloyor keluar. Haduh. Ini jelas ibunya yang bermasalah. Bukan anaknya. Calistung nyatanya juga bisa, kan?” curhat teman guru lainnya.

Aku makin terbakar emosi. Harga diriku sebagai guru seperti diinjak-injak. Kuberi saran dengan cara halus tak paham. Selalu Kanaia yang dibuat alasan, “Nanti kalau sampai rumah, pasti saya dimarahi, Bu.”

Sampai suatu hari, tepatnya hari Minggu, ibu Kanaia kirim WhatsApp yang isinya beliau pusing mengatasi Kanaia. Anak semata wayangnya mengancam esok hari tidak mau berangkat sekolah dengan alasan SD pulang siang tidak seperti di TK.

Entah setan apa yang merasuki diriku, saat itu juga kubalas pesan ibu Kanaia dengan bahasa yang kasar.

“Oalah, Bu, ini jelas yang bermasalah Anda. Bukan Kanaia. Anda saya beritahu secara halus tidak paham. Sebenarnya yang bodoh itu Anda. Bukan Kanaia. Anak Anda seperti itu bukan karena melihat makhluk halus di kelas. Tapi, karena Anda terlalu memanjakan Kanaia. Anda yang tidak tega-an. Sayang dengan anak itu bukan berarti semua yang diminta anak dituruti. Jelas kalau sekolah tidak boleh pakai lipstik, kenapa Kanaia sekolah pakai lipstik? Kenapa sekolah bawa mobil-mobilan dan HP? Satu bulan lebih Anda saya beri kesempatan. Tapi, apa? Anda yang mencetak Kanaia seperti sekarang ini. Punya anak yang cerdas malah Anda rusak sendiri. Pokoknya saya tidak mau tahu, bagaimana caranya besok pagi Anda tidak boleh masuk kelas, pulang! Serahkan urusan Kanaia kepada saya. Kalau tidak pulang, bawa pindah anak Anda ke sekolah lain yang memperbolehkan wali murid masuk ke dalam kelas seharian.”

Iya, aku sampai semarah itu. Sebenarnya ada rasa sesal dalam hati. Tapi, kupikir kejadian ini sudah sangat merugikan banyak pihak, terutama muridku yang lainnya.

Esok harinya, setelah upacara bendera, masuklah guru mata pelajaran lain. Ibu Kanaia masih dengan percaya diri ikut masuk. Astagfirullah.

Kupersilakan ibu Kanaia keluar. Kanaia langsung menangis meronta. Muridku yang lain spontan menutup telinganya. Kututup pintu kelasku dan ku-usir ibu Kanaia.

“Silakan pulang! Nanti saat jam pulang, silakan dijemput kalau njenengan mau Kanaia jadi anak yang mandiri.”

Di belakangku, Kanaia sudah tak bisa dikendalikan lagi. Menangis sambil guling-guling di lantai. Kubiarkan.

“Maafkan Bu Ika. Ini demi Kanaia juga kalian agar bisa belajar dengan lebih nyaman.”

Semua terdiam. Satu per satu mereka mulai menurunkan tangannya. Meskipun merasa terganggu dengan suara tangisan Kanaia, mereka tetap semangat mengikuti pelajaran.


Sementara itu Kanaia masih tetap berguling-guling di lantai. Bajunya kotor semua. Kutunggu beberapa saat sampai tangisnya mulai melemah.

Kudekati, kutawarkan sebuah pelukan. Kanaia memelukku. Saat itu juga tangisku ingin pecah. Aku tahu Kanaia anak yang manis. Dia tak seperti yang diceritakan ibunya.

Kugendong Kanaia menuju tempat duduknya. Ku-usap dadanya perlahan.

“Sabar. Nanti ibu Kanaia pasti ke sini lagi untuk jemput. Kamu bilang nggak takut kan sama Bu Ika? Kenapa kamu menangis? Diam ya. Kalau nangis terus, kasian temanmu. Nanti nggak bisa belajar. Bu Ika sudah pernah bilang, Kanaia itu anak yang cerdas. Kalau anak yang cerdas nggak usah ditunggui ibu terus.”

Kanaia masih berada dalam pelukanku. Dadanya sesekali masih terguncang. Lama-kelamaan tangisnya mulai berhenti.

“Bu, mimik,” pinta Kanaia.

Seketika aku ingin tertawa. Capek dia nangis terus. Kanaia tetaplah Kanaia.

Semenjak kejadian itu, setiap pagi aku selalu mendapat jatah menggendong Kanaia agar mau masuk kelas dan ditinggal ibunya. Sekitar seminggu kemudian, alhamdulillah Kanaia lulus dari ujian ini. Dia tak lagi ditunggui ibunya. Di dalam kelas pun dia bisa berbaur dengan teman-teman yang lainnya. Sesekali aku mendengar saat ada teman yang menggodanya, “Kanaia, kamu nggak nangis lagi? Nanti biar digendong Bu Ika lagi. Kayak anak bayi. Hahahaha.”

Aku yang mendengar ikut terkekeh. Dasar anak-anak.

***

Perjuanganku belum berakhir. Lepas dari perkara ibunya, Kanaia jadi sangat nge-fans kepadaku. Hahaha. Kalau aku tak ada di depan matanya, dia tak mau masuk kelas.

Saat jam olahraga, aku harus ngejogrok di depan kelas mendampinginya. Padahal ada guru olahraga tersendiri. Kalau aku tidak berangkat, dia guling-guling di depan kelas.

"Bu Ika mana? Bu Ika, Kanaia maunya sama Bu Ika."

Hahaha. Ternyata gini ya punya fans berat. *garuk-garuk tembok*

Alhamdulillah, saat tulisan ini tayang, Kanaia sudah jadi anak selayaknya teman-teman yang lain. Dia tetap nge-fans denganku, tapi sudah tidak berlebihan. Dia sudah tidak bergantung kepadaku. Palingan, seperti kejadian hari ini.

"Bu, ibuku mana? Aku belum sarapan." Aku pun memberi kabar ibunya dan 5 menit kemudian ibunya sudah membawa bekal makanan. Mendengar suara motor ibunya dia langsung cengengesan.

Atau saat pulang sekolah, "Bu Ika piye toh, ibuku kok belum jemput?!"

Blaik.
Hahaha.
Untung saja ada WhatsApp.


Jumat, 01 Februari 2019

Bagaimana Harusnya Orangtua Bertindak Saat Anak Mengadu Masalah di Sekolah?



Bagaimana Harusnya Orangtua Bertindak Saat Anak Mengadu Masalah di Sekolah? - Siang itu, saat anak-anak pulang, kubereskan tetek-bengek urusan kelas. Belum selesai kegiatanku, ada pesan WhatsApp masuk.

Seketika mataku terbelalak, dadaku berdegup kencang. Duh, ada masalah ini.

Salah satu wali muridku mengabarkan kalau anaknya (setelah ini kusebut K) hari itu uangnya dipalak oleh F dan A. Aku heran, F itu kalau menemukan uang di kelas atau di jalan selalu laporan kepadaku. Kalau si A dia cenderung pendiam tapi tidak pernah tampak bermain dengan K. Untuk karakter K, aku belum paham betul, karena dia anak baru di semester 2 pindahan dari Kalimantan.

Kubalas pesan wali muridku tadi dengan memberikan anjuran agar ditanyakan kembali, apakah F dan A benar-benar meminta secara paksa uang K. Eh, malah dibalas,

"Saya tahu betul anak saya seperti apa."

Duh, alamat bakal jadi masalah ini. Tak lama, beliau malah menulis status di WhatsApp begini,


Waduh, sabar sabar.

"Saya memang bukan orangtua kandung F dan A. Akan tetapi, saya juga sedikit tahu karakter mereka seperti apa, Bu. Mari kita selidiki terlebih dahulu! Tapi, ya jangan kemudian masalah ini dibuat status!"

Akhirnya, kuterpancing emosi. Kusampaikan beberapa temuanku tentang K selama dua minggu sekolah. Mulai dari dia yang suka borong mainan, buang sampah sembarangan di kelas, kalau mendapat tugas sering belakangan selesainya, sampai main air di tengah lapangan padahal sudah kuwanti-wanti sebelumnya. Saat bergaul dengan temannya pun sering rewel. Kalau orang Jawa bilang, ora kenengan (suka marah-marah karena hal kecil).

Aku tidak bermaksud menjelek-jelekkan K. Aku hanya ingin orangtuanya tahu, bagaimana sang anak kalau di sekolah? Biar imbang infonya. Agar tidak berat sebelah.

Hari berikutnya, dengan suasana yang santai, sambil bermain, kutanya F dan A tentang kejadian tersebut. Yang paling menguatkanku kalau mereka tidak melakukan hal yang dituduhkan adalah ekspresi F. Dia kalau melakukan kesalahan, kemudian kutegur, pasti akan sering mengangkat kepalanya sambil menahan tangis. Nah, saat itu tidak. Dia bersikeras bilang tidak, tidak, dan tidak. Sama halnya dengan A.

Aku pun meminta tolong kepada ibu F untuk ikut menyelidiki masalah ini. Tak lupa kusampaikan pesan untuk tidak langsung memarahi F karena belum tentu F bersalah. Kali ini aku benar-benar mengucapkan terima kasih banyak untuk founder WhatsApp, karena dengan adanya aplikasi ini, masalahku sedikit mendapat titik terang.

Dua hari K tidak berangkat sekolah dengan alasan sakit. Wah, padahal aku penasaran ingin bertanya langsung kepadanya.

Saat berangkat, kira-kira apa yang terjadi?

"Benar F dan A meminta uangmu dengan paksa?"

K diam. Dia tidak berani menatapku. Bahkan dia mau lari kembali ke tempat duduknya.

"Bu Ika nggak marah dan tidak akan bilang ke ibumu tentang ini. Tapi, asal K jujur sama bu guru. Benar nggak F dan A minta uangmu?"

Dia masih diam.

"Kalau kamu diam saja berarti kamu bohong sama ibumu? Kenapa? Uangmu buat beli mainan, kah? Bukan diminta F dan A?"

"Aku takut dimarahi mama." Akhirnya dia buka suara.

"Karena uangmu habis, kamu ngaku kalau F dan A minta uangmu secara paksa?" tanyaku lagi.

"K mau duduk, Bu."

"Lihat Bu Ika dulu! Yang kamu lakukan itu salah lho. Bu guru panggil F dan A dulu ya, kita maaf-maafan dulu."

K justru berlari kembali ke tempatnya. Oke, K ini belum bisa berbesar hati atas kesalahan yang dilakukan. Kusentuh hati F dan A saja dulu.

"F, ternyata uang K itu habis untuk beli mainan. Dia ngaku kamu yang ambil karena takut dimarahi ibunya. Kamu tidak bersalah. Tapi, kamu juga nggak perlu marah sama K. Maafkan dia ya."

F kembali bermain seakan tanpa ada rasa sedih apalagi dendam karena sudah dituduh atas apa yang tidak dia lakukan.

Pagi harinya, A mendatangiku, "Bu, uangnya K tidak saya ambil, tapi dibuat jajan, beli mainan."

"Loh, kamu tahu dari mana?" tanyaku heran.

Dia berlari keluar kelas dan kudapati dia sedang bermain dengan K. Ehm...anak-anak. Semenit yang lalu 'bermasalah', semenit kemudian sudah bermain bersama.

Sekarang, apa kabar? Semua sudah baik-baik saja. Seperti tidak ada masalah. Aku juga nggak laporan ke ibunya K untuk kelanjutan masalah ini, pengakuan K. Terpenting untukku adalah aku tahu muridku seperti apa. F, K, dan A pun tahu duduk permasalahannya. Semua pun baik-baik saja. Bahkan, setelah kejadian ini K justru lebih dekat denganku. Dia tak pernah sungkan untuk bercerita hal-hal kecil kepadaku.

"Bu, tadi aku sarapan sama tempe."

"Bu, aku dihukum sama ibu karena uangnya kubuat jajan semua."

Alhamdulillah, hepi rasanya kalau K jadi demikian. Itu tandanya aku berhasil mengalahkan egoku sendiri. Tidak mudah jadi orang yang netral. Dan gara-gara jadi guru, aku bisa belajar hal itu. Bagaimanapun anak didikku, mereka punya hak yang sama atas diriku.
Catatan penting dalam kejadian ini, sangat disayangkan apabila kemudian masalah ini dibuat status WhatsApp yang bisa dibaca oleh siapapun. Toh, kita belum tahu duduk permasalahannya seperti apa. Selidiki dulu, yuk! Pikiran yang slow harus kita gunakan. Lha aku juga sampai terbawa emosi. Meskipun mereka bukan anak kandungku, akupun berhak untuk membela mereka. Apalagi tidak ada bukti.

Maklum kalau setiap orangtua ingin membela anak. Akan tetapi, kita harus tahu, selain bersama kita, mereka juga bergaul dengan lingkungan sekitar yang tidak bisa selalu dalam pengawasan kita. Luangkan tempat, walau sedikit dalam hati dan pikiran kita untuk menampung kabar dari orang lain. Asal nggak baper.

Mari saling mengerti! Mungkin orangtua K khilaf saat itu. Lagi banyak masalah atau hormon ibu hamil yang sedang meluap-luap. Kuanggap tak ada apa-apa. Semua akan baik-baik saja dan selamat datang pelajaran hidup yang baru