“Walah, gaya banget. Kelas 1 SD re pakai LCD, kayak anak kuliahan saja.”
Baca komentar tersebut, aku kaget. Loh, memangnya ada yang salah?
Begitulah kesan yang kudapat saat aku posting foto proses pembelajaranku di facebook. Terlebih lagi, sangat kusayangkan, si pemberi komentar itu adalah seorang guru milenial juga, sepertiku. Bukan bermaksud menghakimi atau aku merasa lebih baik darinya, tapi, bukankah seharusnya memang tidak ada pembeda, mau itu anak TK, SD, atau bahkan mahasiswa, kalau tempat mereka belajar memiliki fasilitas laptop dan LCD, kenapa tidak proses pembelajaran dibuat semenarik mungkin?
Sebagai guru milenial (generasi Y), yang dilahirkan kisaran tahun 1980-1997, senjata paling ampuh yang harus kugunakan di kelas bukanlah kayu panjang (ukuran 1 meter dengan diameter 2 cm) lagi. Itu tuh, kayu yang biasanya digebukkan di atas meja untuk memaksa anak duduk diam memperhatikan. Melainkan, apa?
Kita lihat, siapa to yang saat ini jadi anak didikku? Mereka adalah yang lahir di atas tahun 2010, alias Generasi Alfa. Di dalam makalah Beyond Z: Meet Generation Alpha disebutkan bahwa Generasi Alfa akan lebih akrab dengan teknologi dibandingkan Generasi Z (padahal aku ini generasi Y, sebelum Z). Nah, kenapa tidak, kalau pembelajaran di kelas didesain sedemikian rupa dengan memanfaatkan laptop dan LCD? Bukankah itu ‘dekat’ dengan mereka?
Alasan apa lagi yang bisa kita gunakan untuk tidak menghadirkan teknologi dalam pembelajaran di kelas? Atau, mungkin inikah yang kita takutkan?
"Guru akan tergantikan oleh aplikasi."
Memang, banyak ahli mengatakan bahwa dengan berkembangnya teknologi lama-kelamaan peran guru di era digital ini akan tergantikan. Anak didik tak akan butuh kehadiran guru lagi. Lihat saja, sekarang ini bimbingan belajar online menjamur, seperti Ruangguru, Ruang Juara, Rumah Belajar, Rumah Juara, Quipper, Bimbel SMARRT, Kelas Kita, CBT Ujian Nasional SMP, dan masih banyak lagi lainnya, yang tinggal pegang gawai, unduh, sudah deh, tinggal belajar, nggak harus ada guru.
Eits, tunggu dulu.
Kurasa kehadiran guru akan tetap dibutuhkan kok. Sesuai akronim dalam bahasa Jawa, guru; digugu lan ditiru, sosok yang dipercaya dan diikuti.
Ini diperkuat dengan adanya Taksonomi Bloom yang masih dipakai di Indonesia, bahwa penilaian dalam pembelajaran itu meliputi ranah kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan). Okelah, yang kognitif bisa digantikan oleh aplikasi bimbingan belajar online atau perkembangan teknologi lainnya. Tapi, yang afektif? Psikomotorik?
No no no.
Insyaallah, anak-anak tetap butuh kita, gurunya. Oleh karena itu, kenapa tidak kita berikan yang terbaik untuk mereka? Kenapa tidak kita 'ambil hati'-nya?
Jujur, baru 5 tahun jadi guru (honorer), aku merasa, Ya Allah, ternyata gini banget, ya. Tugasnya banyak, tanggungjawabnya segunung. Apalagi mereka yang sudah PNS.
Administrasi kelas yang segambreng, ada kalau 30 macam lebih, belum administrasi yang lain. Setiap hari, sepulang anak-anak, harus menyiapkan media, buat soal ulangan, atau
tetek bengek untuk pembelajaran esok hari. Kemudian merapikan kelas, menyapu, ngepel pula. Hahahahaha.
Aku mau bilang, menjadi guru itu melelahkan, tapi, setiap hari aku kok makin jatuh cinta dengan profesiku ini.
Jatuh cinta rasa apaan ini?
Benar kata sesepuh guru, profesi guru itu panggilan jiwa. Kalau hanya sekadar setengah hati, kuat sebulan saja, sudah syukur banget.
Aku jadi ingat anak didikku di sekolah baruku ini. Jumlahnya hanya 24, tapi, serasa 40 anak. Ada yang jalan ke sana-sini, naik meja, gangguin teman, ada yang nangis karena pensilnya patah, hahahahahaha. Semuanya ada.
Giliran di kelas ada layar
gedhe, semua aman terkendali.
Giliran aku mengeluarkan gawai untuk menunjukkan gambar perempuan Ethiopia yang berleher panjang, mereka takjub, berebut karena antusias ingin lihat.
Yes, sebenarnya, segitu receh cara mengambil hati mereka. Apalagi kalau bukan memanfaatkan perkembangan teknologi?
Program Satu Guru Satu Laptop, Angin Segar, Tapi Kok Tidak Ada Keberlanjutannya?
Pada tahun 2009, pertama kali program Satu Guru Satu Laptop moncer di mana-mana. Tak tanggung-tanggung, surat kabar dipenuhi berita kabupaten ini dan itu, dari pelosok Timur ke Barat, membagikan laptop gratis untuk gurunya.
Ini lho sebenarnya contoh nyata kalau pemerintah peka akan kebutuhan guru di Indonesia.
Sayang, kini, program tersebut tidak ada baunya lagi. Padahal kebutuhan laptop bagi guru, kini, malah makin penting. Apalagi untuk guru milenial. Kalau menurutku, guru kok nggak bisa pakai laptop atau tidak punya laptop, dijamin tidak bisa berkutik. Siap-siap saja bakalan terlindas zaman.
Guru kencing berdiri, siswa kencing berlari. Bagaimanapun caranya, kelak, siswa memang akan lebih pandai dibandingkan gurunya. Akan tetapi, masak iya, sih, kita hanya berpangku tangan? Katanya profesi ini panggilan jiwa. Maka, guru harus mau belajar lebih banyak dan rajin lagi. Tidak bisa memakai laptop, belajar. Tidak punya laptop, ya, beli. Apa, iya, mau menunggu durian runtuh dari pemerintah?
Tak kupungkiri, banyak teman sejawat yang mengeluhkan begini,
"Gaji sebulan tidak cukup, Mbak, kalau buat beli laptop."
(((Laptop sekolah hanya sebiji kemudian dipakai bergilir)))
Blaik. Ini nyata sih di lapangan.
Lah iya, apalagi untukku yang baru jadi guru honorer. Percaya deh, kalau sudah niat, apalagi untuk media mencerdaskan anak bangsa, insyaallah akan ada jalannya.
Sekarang,
toh banyak juga produsen laptop yang pintar membidik konsumen, salah satunya guru milenial. Banyak laptop yang harganya masih masuk akal, tapi spek-nya mumpuni untuk meng
handle pekerjaan seorang guru. Salah satunya ASUS, perusahaan TI paling TOP di dunia.
Di tahun 2019 ini, ASUS menghadirkan ASUS VivoBook Ultra A412DA yang super tipis. Memang sih perangkat ini memakai prosesor AMD Ryzen 3000, tapi, performanya tidak kalah kok dengan intel. Pun kita bisa pilih mau varian prosesor AMD Ryzen 3 atau AMD Ryzen 5. Bisa kusebut, dibanderol dengan harga 6,5 jutaan, laptop ini murah, tapi, nggak murahan kok.
Nah, kira-kira nih, kalau sudah ada ASUS VivoBook Ultra A412DA, kolaborasi apa sih yang bisa dilakukan guru milenial agar kelas makin hidup, pun anak-anak makin
kecantol sama kita?
Jadilah Guru yang Berkarakter
Aku masih ingat betul dengan nasihat dosen pembimbing utama skripsiku dulu, bahwa menjadi guru itu harus berkarakter. Apalagi kita adalah panutan anak-anak. Segala tingkah laku dan ucapan kita, dipercaya dan ditiru oleh anak didik.
Guru harus punya karakter pekerja keras dan tentunya cerdas di setiap saat. Jangan pernah gengsi untuk mengucapkan terima kasih dan meminta maaf apabila melakukan kesalahan.
Ada satu kejadian, saat aku menggantikan guru kelas 5, ada anak didikku bertanya tentang letak bagian lidah yang merasakan asin. Karena aku tidak yakin antara sebelah kiri atau kanan, aku pun meminta maaf dan memintanya untuk bersabar, agar aku bisa mencarikan jawabannya di internet dan esok hari memberitahunya.
Apa yang terjadi esok harinya? Dia sudah tahu jawabannya.
"Aku pinjam HP bapak, kucari di internet, Bu."
Untung saja, aku nggak asal jawab. Kalau sampai salah, apa jadinya? Anak didikku tadi akan mempercayai jawabanku yang asal-asalan. Nanti, kalau dia tahu jawaban yang betul dan jawabanku salah, bukankah rasa percaya anak tersebut ke aku malah berkurang? Ke mana karakter guru; digugu dan ditiru, ku?
Sejak itu, kuperbanyak membaca, membaca, dan membaca, terutama untuk materi yang akan aku sampaikan ke anak-anak. Pokoknya jangan sampai malu-maluin lah. Apalagi, pertanyaan anak-anak tuh sering tak terduga lho.
"Bu, kenapa astronot bajunya model gitu? Kan kelihatan gendut. Aku kalau jadi astronot, nggak mau ah pakai baju kayak gitu." Salah satu pertanyaan terpolos dari muridku kelas 1 SD.
Atau yang ini, saat melihat gambar perempuan Ethiopia yang berleher panjang.
"Itu mamaknya jahat banget ya, Bu. Lehernya pasti sakit. Bapaknya ke mana, kok dibiarin?!"
Kira-kira jawaban apa yang tepat? Hahaha.
Belajar, euy, belajar. Buka laptopnya,
searching di Google. Kalau nggak ketemu? Cari terus, jangan putus asa! Hahaha.
Kalau berselancar memakai ASUS VivoBook Ultra A412DA yang sudah dilengkapi dengan desain ErgoLift
mah enak. Karena desain ini membuat bagian laptop yang ada keyboardnya, saat dibuka, akan terangkat sebesar dua derajat. Ini membuat kita yang memakainya merasa nyaman walau lama mengetik. Mesin laptop pun tidak mudah panas. Kalau sedang berada di ruangan yang kurang cahaya, kita bisa mengubah tiga kali pencahayaan atau backlit keyboardnya.
Mau
multitasking? Ya, mengetik, eh, mau buka Youtube, atau main game, santai, ASUS VivoBook Ultra A412DA ini mumpuni banget. Karena laptop ini memiliki prosesor AMD Ryzen™ 5 3500U dan dilengkapi grafis Radeon™ Vega 8.
Takut bakalan
muser-muser saat mencari video atau sekadar informasi lainnya? Santai, nggak akan, kecuali jaringan pas jelek, ya. Karena kecepatan onlinenya sampai 867 Mbps. Pun, jangan khawatir kalau keyboard sering dipencet nanti akan cepat rusak! Laptop ini sudah dilengkapi chiclet keyboard yang teruji dengan daya tahan sepuluh ribu kali penekanan.
Jadilah Guru yang Mengenal Siswa Lebih Dalam
Sudah mau mengenali diri sendiri sebagai guru milenial, itu bagus. Akan lebih baik lagi kalau kita mau mengenali, siapa
to anak didik kita?
Generasi Alfa itu cenderung melek teknologi dan media, senang melakukan komunikasi efektif, bahkan bisa dibilang banyak bicara, kritis, senang diberi tantangan atau senang memecahkan masalah, dan berkolaborasi.
Aku sendiri merasa anak zaman Google Kids (sebutan lain untuk Generasi Alfa) tuh rasa ingin tahunya luar biasa banget. Apa saja ditanyakan, disentuh. Pokoknya kalau belum terjawab, dikejar terus.
Nah, seringkali saat laptopku di kelas, kutinggal sebentar ke kantor untuk ambil minum, pasti nanti ada yang laporan,
"Bu Ika, tadi Agung pencet-pencet laptop Bu Ika. Terus laptopnya nyala."
Kutahu, mereka sangat kepo dengan laptopku. Sesekali kupersilakan mereka untuk melihat dan mencoba memencet keypadnya. Hoooo, balasannya adalah senyum lebar mereka. Akan tetapi, namanya juga masih anak-anak, kutetap harus waspada, maka saat kutinggal, laptop harus kumatikan, nanti baru kunyalakan lagi. Jangan ditanya, proses
bootingnya lama banget. Keburu waktu istirahat habis.
Berbeda kalau pakai ASUS VivoBook Ultra A412DA, karena sudah dilengkapi dengan sensor
fingerprint yang terletak di bagian atas kanan
touchpad. Laptop aman deh. Mau disentuh-sentuh, kalau bukan sidik jari si empunya kan semua data aman. Alias tidak akan terbuka.
Yang menarik lainnya dari
touchpad ASUS VivoBook Ultra A412DA, adalah cukup mengeklik ikon
touchpad khusus,
keypad akan berubah menjadi
Numberpad yang memudahkan kita saat melakukan perhitungan.
Laptop ASUS VivoBook Ultra A412DA ini juga makin
recommended karena sudah pre-install dengan Windows 10 asli. Tak ada lagi yang namanya bajakan. Jadi, nggak heran kalau laptop ini makin aman saat ditinggal karena didukung fitur Windows Hello juga. Tampakin saja wajah kita di depan laptop, secepat kilat, laptop ini akan memindai dan sistem operasinya siap digunakan.
Fingerprint OK, Windows Hello pun jalan.
|
Begini penampakan Windows Halo |
Kembali ke soal karakter anak yang baik.
Bukan hanya perkara di atas saja, tahu karakter siswa secara mendalam akan lebih mempermudah kita untuk mengetahui kelebihan dan kekurangannya. Masing-masing pun punya gaya belajar yang berbeda-beda. Penting banget nih kita perhatikan, bahwa seorang anak tidak bisa dipukul rata dengan teman lainnya.
Aku punya murid namanya Nabiel. Dia itu membacanya sudah lancar banget, sedangkan Ipank, huruf alfabet saja belum hafal. Tidak mungkin dong kalau standar penilaian dan perlakuan belajarnya kusamakan. Inilah gunanya kita kenal dan paham betul karakter anak didik kita.
Mampu Menciptakan Pembelajaran yang Sesuai Kenyataan
Masih pernah dengar kalau pembelajaran itu harus yang kontekstual atau nyata? Zaman
now tidak lagi yang nyata, tapi harus sesuai dengan kenyataan. Bahkan disesuaikan dengan kebutuhan anak di masa yang akan datang.
Sayang saja, masih banyak lho buku pegangan guru yang tidak sesuai dengan kenyataan. Misal, ketika ada materi macam-macam suara benda di sekitar kita. Di buku ditulis suara HP itu kring kring kring. Padahal, zaman now, apakah masih ada HP yang bunyinya demikian? Kalaupun masih ada, seribu satulah, ya. Jelas, materi ini tidak sesuai dengan kenyataan zaman now.
Benar adanya kalau guru tidak boleh malas untuk selalu mempersiapkan secara matang pembelajaran yang akan dilakukan esok hari.
Wong yang dipersiapkan secara matang saja pasti ada yang terlewatkan, apalagi yang tidak. Dijamin
bedundukan (tidak sistematis)
deh
dan
anak-anak banyak yang kurang antusias, bahkan rewel, nangis.
Pernah ada kejadian, aku rebutan LCD sama guru lain. Dari siang hari sebelumnya, aku
booking LCD yang hanya dua jumlahnya. E e e, esok hari, saat aku mau pakai, LCD sudah nggak ada di lemari. Ternyata di meja guru kelas 4, rebutan, ya, rebutan, deh. Tapi, akhirnya aku mengalah. Sadar diri karena katanya aku keseringan pakai LCD. *tepok jidat*
Akhirnya, ya, aku harus kerja ekstra. Nggak mungkin dong kalau pembelajaran kuganti dengan yang lainnya, karena aku sudah telanjur janji kepada anak-anak.
Mutar otak, kudesain ulang deh pembelajaran hari itu. Yang harusnya anak-anak tinggal nonton video pembuatan plastisin, kemudian tinggal ngikutin, ya, mau nggak mau harus per kelompok deh maju, kemudian melototin laptopku yang layarnya hanya seuprit, baru kemudian mempraktikkan proses pembuatan plastisin.
Wajar kan kalau aku ingin ganti laptop seperti ASUS VivoBook Ultra A412DA. Soalnya layarnya sudah memakai teknologi NanoEdge, yang luas banget, sampai 14'' dan serasa tak berbingkai. Pokoknya tipis banget, kemudian beratnya juga hanya 1,5 kg.
Guru milenial pasti suka nih yang ringan, tipis, performa kece, terus warnanya yang
eye-catching. Kalau misalnya diminta memilih dari keempat warna yang ada, yaitu Slate Grey, Peacock Blue, Transparent Silver, dan Coral Crush, aku pilih yang Coral Crush saja deh. Nohok banget warnanya, ya, sesuai jiwa milenial.
Kubayangkan kalau aku pakai ASUS VivoBook Ultra A412DA ini di kelas, anak-anak pasti pada heboh penasaran. Tapi, paling nggak kalau pakai laptop yang satu ini, anak-anak lebih puas melihatnya, karena layarnya luas banget. Kemudian, kalau menonton video, suara yang keluar pun mantab. Bass nya lebih jedag-jedug dan tak ada suara bising kayak semut
ngamuk. Teknologi ASUS SonicMaster memang tidak bisa diragukan lagi.
Apa kabar dengan baterainya? Jangan-jangan boros kalau dipakai untuk
nge-game atau youtube-an?! Oh, tidak, baterai ASUS VivoBook Ultra A412DA ini diklaim awet banget, bisa seharian digunakan, karena baterainya 2 cell 37 Whr. Dari review youtuber Billy Dolmen, laptop ini saat dicas dalam waktu 49 menit sudah terisi 60%. Cepat banget, ya?!
Ajak Siswa untuk Gila Membaca
Aku nggak mau menjelaskan seberapa
jeblognya minat membaca orang Indonesia. Aku hanya ingin menjadi bagian dari pejuang literasi di sekolahku.
Kurikulum 2013 ini kurasa bagus untuk saat ini. Sebelum pembelajaran dimulai, siswa diwajibkan melakukan budaya literasi. Seperti, membaca, mendengarkan dongeng, sampai menonton video. Sayang, di sekolahku tidak terlalu gencar budaya ini. Tapi, tidak papa, walau sendiri, aku akan berjuang terus.
Aku tidak akan pernah lelah untuk membacakan buku cerita ke anak-anak, setiap pagi. Seringkali aku mendongeng dengan ide cerita yang otodidak. Alhamdulillah, mereka antusias. Bahkan kalau aku lupa tidak bercerita, mereka yang nagih.
Syukur alhamdulillah, sekarang mudah sekali untuk mencari cerita khusus anak-anak. Tinggal ketikkan 'cerita anak usia 7 tahun', maka akan muncul banyak sekali pilihannya. Enak lagi, ini bisa memudahkan kita, tapi, dengan catatan di kelas ada LCD, tinggal unduh tuh video-video dongeng anak di youtube. Jangan takut jebol memorinya, kalau laptop yang kita pakai itu adalah ASUS VivoBook Ultra A412DA. Karena bisa muat sampai 512 GB (SSD)+ 1TB (HDD). Selain itu slot USBnya juga lengkap. Misalnya ada video di flashdisk, colokin saja, secepat kilat, data akan segera terbaca.
Catatan terpenting sebagai guru milenial adalah sebelum video yang kita unduh itu ditampilkan di depan anak-anak, kita harus menontonnya terlebih dahulu. Kira-kira videonya cocok nggak untuk anak-anak. Saat nonton, selingi dengan nasihat-nasihat.
Ah, sebenarnya menjadi guru milenial tuh enak, kok, ya. Kalau gadget bisa membuat mereka kecanduan, kenapa tidak, kita, guru mereka membuat mereka kecanduan juga? Kecanduan ke sekolah dan bertemu kita maksudnya. Hahaha.
"Ah, jadi guru itu melelahkan. Sering dikomplain keluarga karena tidak ada waktu untuk mereka."
Semua memang kembali ke niat kita, guru milenial. Kalau nurutin capek, ya, capek. Kita harus dinamis, tapi, juga disiplin. Tugas seperti tidak ada habisnya. Permudah saja pekerjaan kita dengan adanya media yang mumpuni, seperti ASUS VivoBook Ultra A412DA. Laptop ini termasuk murah, ringkas, tipis, pilihan warnanya zaman now banget, performa juga mumpuni, tapi tetap bisa ditenteng ke mana-mana.
Eh, kamu, iya, kamu, nggak tertarik sama ASUS VivoBook Ultra A412DA ini?
Terakhir, pokoknya, kalau sudah
nyemplung ke dunia guru, jangan tanggung-tanggung, ya!? Hajaaaaaarrr teruusss! Hai guru milenial, semangat ya! Lelah kita akan terbayar lunas dengan senyum lebar mereka.
Spesifikasi ASUS Vivobook Ultra A412DA
|
Layar
|
4.0″
(16:9) LED backlit FHD (1920×1080) 60Hz Anti-Glare Panel
|
Processor
|
AMD Ryzen™
5 3500U 4 Core 8 Thread Clockspeed hingga 3.7 Ghz
|
Grafis
|
Radeon™
Vega 8 Graphics
|
RAM
|
4 GB DDR4
2400MHz, Tersedia 1x Slot Upgrade Kapasitas Total 12 GB
|
Storage
|
SSD M.2
256 GB
|
Konektivitas
|
Combo BT
4.2 + Wi-Fi AC (2×2)
|
Webcam
|
HD 720p
|
I/O
|
1 x COMBO
audio jack
1 x Type-A
USB2.0
1 x Type-A
USB 3.1 (Gen 1)
1 x Type-C
USB 3.0 (USB 3.1 Gen 1 / Gen 2)
1 x HDMI
|
Baterai
|
2 Cell 37
Whr
|
OS
|
Windows 10
|
Fitur
Unggulan
|
Illuminated
chiclet keyboard (optional), Fingerprint, Windows Hello, Fast Charging, Asus
SonicMaster.
|
Dimensi
dan Berat
|
322 x 212
x 19.9 mm (PxLxT)
1.5 Kg
Termasuk Baterai
|
Sumber bacaan:
https://www.asus.com/Laptops/ASUS-VivoBook-14-X412DA
https://jalantikus.com/tips/aplikasi-belajar-online-android/
https://www.koranbernas.id/berita/detail/menjadi-guru-milenial
https://www.nu.or.id/post/read/99445/guru-cerdas-di-era-milenial